Cari Blog Ini

Kamis, 05 Maret 2015

Tentang MEMBACA QURAN KETIKA HAID, JUNUB, BERHADAS BESAR, ATAU BERHADAS KECIL

Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Sarbini hafizhahullah

Tanya:
Apakah dilarang melafadzkan Al Qur'an atau membaca tatkala seseorang sedang junub atau sedang haid?

Jawab:
Tidak, na'am. Dengan diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu anha:
كان النبي صلى الله عليه وسلم يذكر الله على كل أحيانه
Adalah rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa berdzikir kepada Allah pada seluruh keadaannya. (Shahih: HR. Muslim (no. 373), Abu Dâwud (no. 18), at-Tirmidzi (no. 3384), dan selainnya)
Umum, pada seluruh keadaan. Dalam keadaan suci, dalam keadaan berhadas, dalam keadaan junub, na'am. Sama halnya dalam keadaan haid, tidak mengapa, membaca Al Qur'an, melafadzkan Al Qur'an.
Yang kuat perselisihan ulama, ketika junub, ketika haid, bahkan ketika berhadas kecil, adalah membaca Al Qur'an dengan memegang, menyentuh mushaf. Ini yang tingkat perselisihannya sangat kuat di antara ulama. Ada yang mengatakan tidak boleh, ada yang mengatakan boleh.
Adapun kalau mushafnya diletakkan, kemudian dibaca, kemudian tidak disentuh, misalkan untuk membuka lembarannya pakai alat, tidak masuk dalam perselisihan, na'am. Atau dia membaca dengan hafalan.

TIS (Thalab Ilmu Syar'i)

###

Asy Syaikh Al Albani rahimahullah

Tanya:
Apakah boleh bagi laki-laki atau perempuan membaca Al-Qur'an serta menyentuh mushaf tanpa berwudhu?

Jawab:
Membaca Al-Qur'an tanpa berwudhu adalah perkara yang diperbolehkan. Hal ini karena tidak terdapat dalil dalam Al-Qur'an atau di dalam  sunnah yang menyelisihi hal itu, yaitu tidak bolehnya membaca al-qur'an dalam keadaan tidak suci.
Tidak ada perbedaan dalam masalah ini antara laki-laki dengan perempuan. Bahkan tidak ada perbedaan dalam masalah itu antara laki-laki yang suci dan yang tidak suci, juga wanita yang haid dan yang tidak haid.
Dan dari dalil-dalil akan bolehnya hal itu adalah haditsnya Aisyah dalam Shohih Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam berdzikir menyebut nama Allah dalam segala keadaan.
Maka orang yang haid itu dihukumi secara syar'i tidak sholat. Dan tidak  shalatnya dia adalah penghalang baginya dengan hikmah yang tinggi dari dia beribadah untuk Allah dengan apa-apa yang dia beribadah dengannya sebelum datangnya haid.
Maka tidak boleh bagi kita untuk menyempitkan rangkaian ibadah yang disyariatkan baginya bersama ibadah shalat, kemudian dia dilarang dari shalat dan tidak dilarang dari apa-apa yang selain itu. Maka kita melapangkan apa-apa yang Allah lapangkan atas manusia.
Dan sering aku mengingatkan terkait dengan hal ini, haditsnya sayyidah Aisyah tatkala sedang berhaji bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam dan sampai di tempat yang di namakan Saraf dekat dengan Makkah. Nabi shallallahu alaihi wasallam mendapatinya sedang menangis karena haidnya. Maka beliaupun menyatakan kepada Aisyah: "Kerjakanlah apa yang dikerjakan orang yang berhaji tetapi jangan kamu thawaf dan jangan shalat." (HR. Bukhori)
Beliau tidak melarangnya untuk membaca Al-Qur'an dan tidak pula melarang masuk ke Masjidil Haram.
(Fatawa Madinah hal. 59)

Dialih bahasa oleh: Al Ustadz Abu Usamah Irfan حفظه الله

WA Forum Salafy Surabaya

WA Al Istifadah
WALIS
http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

###

Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin

Tanya:
Apakah boleh seorang yang sedang haid membaca Al Qur’an?

Jawab:
Seorang haid dibolehkan membaca Al Qur’an untuk suatu hajat (kebutuhan) seperti dia seorang pengajar, maka dia membaca Al Qur’an untuk dia ajarkan, atau seorang pelajar, maka dia membaca dalam rangka untuk belajar, atau jika tidak dia butuh untuk mengajari anak-anaknya yang masih kecil maupun yang sudah besar, maka dia mencotohkan dengan mengulang-ulang membacakan ayat untuk ditirukan mereka. Yang penting jika ada hajat yang menuntut seorang wanita yang sedang haid untuk membaca Al Qur’an, maka dibolehkan dan tidak ada penghalang perkara ini. Demikian pula jika dia khawatir lupa (hafalannya) maka dia membaca dalam rangka mengingat-ingat, dan tidak ada dosa dengan membacanya.
Sebagian ulama berpendapat akan kebolehan membaca Al Qur’an bagi wanita yang sedang haid secara mutlak, tidak terkait dengan adanya hajat. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal itu haram walaupun ada hajat. Dari pendapat di atas, yang wajib untuk dikalahkan: bahwa jika ada hajat dalam rangka untuk mengajarkan, belajar, khawatir lupa, maka tidak mengapa.

(Diambil dari buku Problema Darah Wanita, Ash Shaf Media)

###

Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy

Jumhur ulama berpendapat bahwa wanita yang haid dilarang membaca al-Quran dengan dalil hadits:
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّكِئُ فِي حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ، فَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ
Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersandar (dengan kepalanya) pada pangkuanku, sedangkan aku dalam keadaan sedang haid, maka beliau membaca al-Quran. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Mereka juga berdalil dengan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَالْحَائِضُ شيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ
Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sesuatu pun dari Al Qur`an. [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah]
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Ismail bin ‘Iyasy. Disebutkan oleh al-Imam al-Bukhari bahwa dia telah meriwayatkan dari penduduk Hijaz dan Irak beberapa hadits yang mungkar. Kemudian disebutkan oleh al-‘Allamah al-Albani dalam kitab al-Irwa’ bahwa hadits Ibnu ‘Umar ini termasuk riwayat Ismail bin ’Iyasy dari penduduk Hijaz, sehingga hadits ini dihukumi sebagai hadits yang lemah dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran hukum.
Oleh karena itu, pendapat yang terpilih adalah boleh bagi wanita yang haid membaca al-Quran. Adapun hadits ini justru menjadi dalil penguat pendapat kami, karena jika seandainya wanita yang haid dilarang membaca al-Quran, maka membaca al-Quran dipangkuan wanita yang haid juga dilarang, karena dia membaca di tempat yang kotor. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, al-Imam Malik, al-Imam al-Bukhari, ath-Thabrani, Dawud, asy-Syaukani dan asy-Syaikh Bin Baz, al-Albani, al-Wadi’i rahimahumullah.

Hukum wanita haid atau orang junub menyentuh Mushaf:
Jumhur ulama berpendapat terlarang bagi mereka menyentuh mushaf. Dalil mereka hadits:
لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ
“Tidaklah menyentuh al-Quran kecuali Thahir.”
Berkata asy-Syaikh al-Albani rahimahullah: “Yang mendekati kebenaran wallahu a’lam adalah makna THAHIR dalam hadits ini adalah MU’MIN.” [Tamamul Minnah hal.107]
Oleh karena itu, pendapat yang terpilih adalah boleh bagi mereka menyentuh mushaf. Dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadits Abu Hurairah bahwa orang yang mu’min tidaklah najis badannya, demikian pula hadits ‘Aisyah di atas. Ini adalah pendapat Hamad bin Abu Sulaiman, Abu Hanifah, Dawud, asy-Syaukani, asy-Syaikh al-Albani dan al-Wadi’i rahimahumullah.

Pelajaran Forum KIS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar