Cari Blog Ini

Sabtu, 26 September 2015

Tentang MEMBERIKAN HADIAH KEPADA FAKIR MISKIN, KERABAT, ATAU TETANGGA YANG NON-MUSLIM

Pertanyaan:
Apa hukum memberikan hadiah daging kurban kepada orang kafir? Orang yang berilmu ditempat kami ada yang membolehkan. Dan di kampung kami, kaum muslimin tinggal bertetangga dengan orang-orang kafir.
Kami tidak mengetahui hukumnya, apakah boleh bagi kami memberikan daging kurban dan sedekah kami kepada mereka?

Jawaban:
Boleh hukumnya seorang muslim memberikan hadiah kepada kerabatnya dan tetangganya yang kafir¹ sesuatu dari makanan dan pakaian walaupun daging kurban.
Kalau mereka faqir dalam rangka shadaqoh, kalau mereka kerabat dalam rangka menyambung persaudaraan, kalau mereka tetangga dalam rangka menunaikan dan berbuat baik kepada tetangga dan melembutkan hati-hati mereka.
Allah berfirman: "Dan apabila keduanya memerintahkan kamu untuk berbuat syirik yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, maka jangan kamu patuhi keduanya. Dan Pergauilah keduanya di dunia dengan baik (QS. Luqman 15).
Allah berfirman: Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan adil kepda orang-orang kafir yang tidak memerangi agama kalian dan mengeluarkan kalian dari tempat tinggal kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil (QS. al-Mumtahanah 8).
Di dalam hadits Asma' bintu Abi Bakr, Nabi memerintahkan beliau untuk menyambung tali persaudaraan dengan ibunya yang ketika itu kafir.
Demikan juga Umar bin Khattab pernah memberikan pakain kepada kerabatnya yang kafir.
Dan didalam syariat tidak ada dalil yang melarang perbuatan tersebut, sehingga hukum asalnya boleh.
Adapun zakat/shadaqah yang wajib, maka tidak boleh diberikan kepada orang-orang kafir kecuali dalam rangka melembutkan hati-hati mereka.

------------------

1. Selain kafir harbi (kafir yang memerangi kaum muslimin)

Fatwa Lajnah Daimah no 2618

Ketua :Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil :Syaikh Abdurrozaq ' Afifi
Anggota:Abdulloh bin Ghudaiyan, Abdulloh bin Qu'ud

Alih bahasa : Ustadz Abu Falah Pendem

-----------------------------

http://forumsalafy.net/hukum-memberikan-daging-kurban-kepada-orang-kafir/

Rabu, 23 September 2015

Tentang PUASA HARI TARWIYAH

🌺 Hukum Berpuasa di Hari Tarwiyah
-------------------------------------------------------------

📝 Hari Tarwiyah adalah hari kedelapan dari bulan Dzulhijjah.
Diantara hadits yang menyebutkan tentang puasa tersebut adalah hadits riwayat Abu Syaikh dalam Ats-Tsawab, dari Ibnu Abbas –rodhiyallahu ‘anhuma-, dengan lafadz;


صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَة كَفَّارَةُ سَنَةٍ وَصَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ

“Puasa pada hari Tarwiyah adalah penghapus (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arofah adalah penghapus (dosa) untuk dua tahun.”

📋 Asy-Syaikh Al-Albani -rohimahullah- mengatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). [Lihat Dhoif al-Jami (3501) dan Al-Irwa’ (956)]

📝 Hadits lain dalam bab ini juga disebutkan oleh Ibnul Jauzi rohimahullah dalam kitab beliau Al-Maudhu’at (2/198), dengan lafadz,


من صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ

“Barangsiapa berpuasa sepuluh hari (di awal bulan Dzulhijjah) maka (terhitung) baginya untuk satu hari pahala puasa satu bulan. Dan dengan puasa Tarwiyah baginya penghapus dosa selama satu tahun, Kemudian dengan puasa hari Arofah baginya penghapus dosa selama dua tahun.”

Kemudian beliau mengatakan bahwa hadits ini tidak shohih.

Kesimpulan

Walaupun hadits-hadits tentang puasa hari tarwiyah dhoif (lemah) dan tidak bisa diamalkan. Namun kita tetap boleh berpuasa pada hari tersebut berdasarkan hadits Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, dari sebagian istri Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam mereka mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ، وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ

"Rasulullah shollallahu ‘alaihiwasallam pernah berpuasa sembilan hari di (awal) bulan Dzulhijjah, dan juga puasa di hari Asyuro, serta tiga hari (dipertengahan) setiap bulannya. "
[HR. Ahmad (22334) dan Abu Dawud (2437), di shohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rohimahullah dalam kitab Shohih Sunan Abi Dawud (2106)]

📋 Al-Imam Abu Dawud menyebutkan hadits ini dalam Bab (tentang) puasa sepuluh hari (di bulan Dzulhijjah)

Wallahu a’lam bish-Showab

(AH)
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

🌻 Forum Salafy Pekalongan

Tentang PAHALA DARI ANAK KECIL YANG BERAMAL KEBAIKAN

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
🍄🌀🌈 AMALAN ANAK KECIL UNTUKNYA PAHALA DAN ORANG TUANYA PUN MENDAPATKAN PAHALA KERENA MENGAJARINYA

🌅 أعمال الصبي له ويؤجر والده على تعليمه

📃📎 Oleh Asy Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baaz rahimahullah:
--------------------------------------
🔸🔸🔸🔸

🔲 Pertanyaan:

Apakah amalan anak kecil yang belum baligh seperti shalat, haji, tilawah Al Qur’an semuanya untuk orang tuanya ataukah dihitung untuk dirinya sendiri?

🔲 Jawaban:

Amalan anak kecil yang belum baligh -yang dimaksud dalam hal ini amalan shalih- pahala amalan tersebut adalah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang tuanya, tidak pula untuk yang lainnya. Akan tetapi orang tuanya mendapatkan pahala karena mengajari anaknya, mengarahkannnya kepada kebaikan, dan membantunya untuk mewujudkan kebaikan itu.

Berdasarkan hadis dalam Shahih Muslim dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Ada seorang perempuan mengangkat anaknya seraya berkata, “Wahai Rasulullah apakah anak ini juga mendapatkan pahala haji?” Beliau menjawab: “Benar, dan engkau mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Dalam hadis tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa pahala haji milik anak kecil tersebut, sementara ibunya mendapatkan pahala karena telah menghajikan anaknya.

Demikian juga selain orang tua, akan mendapatkan pahala karena amalan kebaikan yang ia kerjakan. Seperti mengajari orang yang menjadi tanggungannya, seperti anak yatim, kerabat dekat, pembantu atau selain mereka.

Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ“

Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan (kepada orang lain) maka dia mendapat pahala sebagaimana pahala seperti orang yang mengerjakannya.”(HR. Muslim dalam shahihnya)

Disamping itu, semacam ini termasuk tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan Allah subhanahu wa ta’ala yang bisa memberikan pahala untuk itu semua.

--------------------------------------

⬅ السؤال :

هل أعمال الطفل الذي لم يبلغ، من صلاة وحج وتلاوة كلها لوالديه أم تحسب له هو؟

⬅ الجواب :

أعمال الصبي الذي لم يبلغ – أعني أعماله الصالحة – أجرها له هو لا لوالده ولا لغيره ولكن يؤجر والده على تعليمه إياه وتوجيهه إلى الخير وإعانته عليه؛

لما في صحيح مسلم عن ابن عباس رضي الله عنهما أن امرأة رفعت صبياً إلى النبي صلى الله عليه وسلم في حجة الوداع فقالت: يا رسول الله ألهذا حج؟ قال: ((نعم ولك أجر))[1].

فأخبر النبي صلى الله عليه وسلم أن الحج للصبي وأن أمه مأجورة على حجها به. 

وهكذا غير الولد له أجر على ما يفعله من الخير كتعليم من لديه من الأيتام والأقارب والخدم وغيرهم من الناس؛

لقول النبي صلى الله عليه وسلم: 

((من دل على خير فله مثل أجر فاعله))[2] رواه مسلم في صحيحه؛

ولأن ذلك من التعاون على البر والتقوى، والله سبحانه يثيب على ذلك.

[1] رواه مسلم في (الحج) باب صحة حج الصبي برقم 1336.
[2] رواه مسلم في (الإمارة) باب فضل إعانة الغازي برقم 1893.

📋ℹ http://www.binbaz.org.sa/mat/668

▪▪▪▪▪▪

🌏 www.ittibaus-sunnah.net
◉ ◈ ◉ ◈ ◉ ◈ ◉ ◈ ◉ ◈ ◉
📌 أصحاب السنة
🎯 ASHHABUS SUNNAH✪

Selasa, 22 September 2015

Tentang BERDOA PADA HARI RABU PADA WAKTU ANTARA SALAT ZUHUR DAN SALAT ASAR

KEUTAMAAN DOA ANTARA ZHUHUR DAN ASHAR DI HARI RABU

Dari Jabir bin Abdillah رضي الله عنه، bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم berdoa di masjid Alfath tiga kali:
◾Hari Senin
◾Hari Selasa
◾Hari Rabu
Maka dikabulkan doa beliau pada hari Rabu, di antara dua shalat, dan nampaklah kebahagiaan di wajah beliau.
Berkata Jabir: Maka tidaklah ada padaku suatu perkara penting dan sulit, kecuali aku cari waktu itu lalu aku berdoa ketika itu, maka aku mendapati ijabah (dikabulkan doa).
HR.Bukhari, dalam Adabul Mufrad, juga Ahmad dan Al-Bazzar, dan lainnya.
Dihasankan oleh Albani dalam Sahihul Adabil Mufrad ( 1/246) no: (704).

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab hafizhahallah pada hari Selasa, 8 Dzulhijjah 1436 H / 22 September 2015.

Dinukil dari Grup WA Al-Utrujjah

Nisaa` As-Sunnah

###

🌷🌙 FAIDAH TERKAIT HADITS JABIR TENTANG WAKTU DIKABULKANNYA DO'A PADA HARI RABU (antara Zhuhur hingga Ashr)

⭕ Hadits tersebut didha'ifkan oleh al-'Allamah al-Mujahid Rabi' bin Hadi al-Madkhali hafidzhahullah, sebagaimana dalam kitab beliau, "Baraa'atu ash-Shahaabah al-Akhyar min at-Tabarruk bi al-Amaakin wa al-Atsaar" (dalam kitab ini beliau membantah seorang ahlul bid'ah yg bernama : Abdul Aziz bin Abdul Fattah al-Qari'), karena adanya kelemahan dari empat sisi, yaitu :

1⃣ Perawi yang bernama Katsir bin Zaid al-Aslami adalah seorang perawi yang dhaif (lemah) sebagaimana telah dinyatakan lemah oleh para muhadditsiin.

2⃣ Adanya perawi yg bernama Abdullah bin Abdurrahman bin Ka'ab bin Malik yang kondisinya majhul haal (mastur).

3⃣ Adanya perselisihan pada rangkaian sanadnya.

4⃣ Adanya kegoncangan periwayatan Katsir bin Zaid pada matan (redaksi) haditsnya, terkadang dia menyebut pada masjid al-Fath, terkadang menyebut pada masjid Quba, dan terkadang pula dalam riwayat lain menyebut masjid al-Ahzaab.

⚠ Atas dasar itu asy-Syaikh Rabi' menyebutkan bahwa hadits tersebut LEMAH, baik dari sisi sanadnya maupun matannya.

☄ Kemudian Syaikhul Islam mengisyaratkan pula tentang kelemahan perawi Katsir bin Zaid, sebagaimana dalam kitabnya "Iqtidha' ash-Shirath al-Mustaqim".

Wallahu A'lam bi ash-Shawab, semoga bermanfaat. Menyusul faedah berikutnya Insya Allah Ta'ala.

🖋 Faidah dari al-Ustadz Luqman Ba'abduh hafizhahullah

🕋 Makkah al-Mukarramah
📆 (Rabu,10 Ramadhan 1437 H / 15 Juni 2016 M)

•••••••••••••••••••••
🌠📝📡 Majmu'ah Manhajul Anbiya
📟▶ Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
💻 Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net

Senin, 21 September 2015

Tentang BERZIKIR KETIKA MELIHAT HARTA ATAU PERKARA DUNIA YANG MENGAGUMKAN

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin -رحمه الله- :

"Jika seseorang melihat perkara yang membuat dia kagum pada hartanya, hendaknya dia mengatakan:
ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﺎ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ
Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Hal ini sebagaimana kisah pemilik dua kebun ketika berkata kepada temannya:
ﻭَﻟَﻮْﻟَﺎ ﺇِﺫْ ﺩَﺧَﻠْﺖَ ﺟَﻨَّﺘَﻚَ ﻗُﻠْﺖَ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﺎ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ
Artinya:
"Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu "MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH" (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)."
Ini jika dia melihat pada hartanya.

Tapi jika dia melihat pada selain harta, hendaknya dia katakan:
بارك الله عليه
dan semoga Allah memberi berkah atasnya.
Atau ucapan yang semisalnya.

Jika melihat perkara yang menakjubkan dari perkara-perkara dunia maka katakanlah:
ﻟﺒﻴَّﻚَ ﺇﻥَّ ﺍﻟﻌَﻴْﺶَ ﻋَﻴْﺶُ ﺍﻵﺧِﺮﺓِ
"Kupenuhi panggilanmu, tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat."
Sebagaimana Nabi mengucapkannya, beliau mengucapkan:
لبيك
Kupenuhi panggilanmu.
Menjawab panggilanmu ya Allah, kemudian mengatakan:
ﺇﻥَّ ﺍﻟﻌَﻴْﺶَ ﻋَﻴْﺶُ ﺍﻵﺧِﺮﺓِ
Sesungguhnya kehidupan (yang hakiki) adalah kehidupan akhirat.
Maka dalam rangka menanamkan pada jiwanya bahwasanya bagaimanapun dunia itu, dia akan lenyap. Tidak ada kehidupan didalamnya. Dan sesungguhnya kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan di akhirat."
[Fatawa Nur Ala Darb: 623]

WA Berbagi Faedah [WBF] | https://idingabuzain.wordpress.com

Sabtu, 19 September 2015

Tentang MELETAKKAN SUTROH (PEMBATAS SALAT) KETIKA SALAT DI MASJID

FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH NOMER 2613
قد كان الصحابة رضي الله عنهم يبتدرون سواري المسجد ليصلوا إليها النافلة، وذلك في الحضر في المسجد، لكن لم يعرف عنهم أنهم كانوا ينصبون أمامهم ألواحا من الخشب لتكون سترة في الصلاة بالمسجد، بل كانوا يصلون إلى جدار المسجد وسواريه، فينبغي عدم التكلف في ذلك، فالشريعة سمحة، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه، ولأن الأمر بالسترة للاستحباب لا للوجوب، لما ثبت من أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى بالناس بمنى إلى غير جدار
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Para sahabat radhiyallahu `anhum ketika masuk masjid langsung menuju tiang untuk salat sunnah menghadap tiang tersebut. Hal itu mereka lakukan ketika salat di masjid. Akan tetapi, dikalangan para sahabat tidak dikenal orang yang meletakkan kayu di hadapannya sebagai pembatas ketika salat di masjid. Mereka hanya diketahui salat menghadap tembok dan dinding. Oleh karena itu, kita tidak perlu menyusah-nyusahkan diri dalam hal ini. Syariat Islam sungguh memberikan berbagai kelapangan. Tidaklah seseorang memberat-beratkan diri dalam beragama melainkan ia akan dikalahkan oleh dirinya sendiri. Perlu diketahui bahwa perintah untuk meletakkan pembatas hanyalah sunnah, bukan wajib. Ini berdasarkan hadits, "Nabi Shallallhu `Alaihi wa Sallam salat bersama orang-orang di Mina tanpa ada dinding (di hadapan beliau)." Dalam hadits ini tidak disebutkan bahwa beliau meletakkan pembatas. Hal ini juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma yang berkata, "Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam salat di lapangan terbuka dan tidak ada sesuatu pun di hadapan beliau."
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa sallam.

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Anas Abu Zulfa

WHATSAPP AL-UKHUWWAH

Tentang WAHABI

ASY-SYAIKH ‘ABDUL ‘AZIZ BIN ‘ABDILLAH BIN BAZ RAHIMAHULLAH

Tanya :

“Sebagian orang menyebut ulama-ulama Saudi Arabia sebagai ulama-ulama "Wahabi". Apakah Anda rela dengan penyebutan ini?”

Jawab :

Ini adalah julukan terkenal untuk ulama-ulama Tauhid, ulama-ulama di negeri Najd (sebuah kota kecil dekat Riyadh Saudi Arabia, pen). Mereka (para penuduh tersebut) menisbahkannya kepada ASY-SYAIKH AL-IMAM MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB rahmatullah ‘alaihi. Karena beliau BERDAKWAH MENGAJAK KEPADA AGAMA ALLAH pada paroh kedua abad ke-12 hijriyah. Beliau berupaya serius dalam menjelaskan tauhid dan menjelaskan bahaya syirik kepada umat manusia, hingga melalui beliau Allah memberikan hidayah kepada manusia dalam jumlah yang sangat besar. Umat manusia masuk dalam Tauhidullah, dan meninggalkan berbagai bentuk syirik akbar yang sebelumnya mereka berada di atasnya, baik berupa penyembahan kepada kubur, bid’ah-bid’ah yang terkait kuburan, maupun penyembahan kepada pohon-pohon dan batu-batu , serta sikap ekstrim dalam mengkultuskan orang-orang shalih. Jadilah dakwah beliau adalah dakwah TAJDIDIYYAH (PEMBAHARUAN) ISLAMIYYAH yang sangat besar. Dengan dakwah tersebut Allah memberikan manfaat kepada kaum muslimin di Jazirah Arabia dan negeri-negeri lainnya – semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas –  dan jadilah para pengikut beliau dan orang-orang yang berdakwah kepada apa yang beliau dakwahkan serta tumbuh di atas dakwah ini di negeri Najd disebut sebagai “WAHABI”. Sehingga gelar ini menjadi sebutan bagi setiap orang yang berdakwah kepada Tauhid, melarang dari Syirik dan bergantung kepada kuburan-kuburan atau pohon-pohon dan batu-batu, serta memerintahkan untuk ikhlash (memurnikan peribadahan) hanya untuk Allah satu-satunya.

Disebutkan dengan julukan “WAHABI”, SEBENARNYA INI ADALAH JULUKAN YANG MULIA, menunjukkan bahwa barangsiapa yang dijuluki dengan gelar tersebut maka dia adalah Ahli Tauhid, dan termasuk Ahli Ikhlash, dan termasuk orang-orang yang melarang dari kesyirikan, melarang dari penyembahan kepada kuburan-kuburan, pohon-pohon, batu-batu, dan patung-patung serta berhala.

Inilah asal usul penamaan dan julukan ini. Yaitu merupakan penisbatan kepada asy-Syaikh al-Imam MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB BIN SULAIMAN BIN ‘ALI AT-TAMIMI AL-HANBALI, seorang da’i ke jalan Allah 'Azza wa Jalla. Beliau tumbuh di negeri Najd, belajar di negeri Najd, kemudian melakukan perjalanan ke Makkah, Madinah, Iraq,  dan Ahsa’ untuk mengambil ilmu dari para ‘ulama Ahlus Sunnah di negeri-negeri tersebut. Kemudian beliau kembali ke negeri Najd, beliau mendapati kondisi umat yang berada dalam kungkungan kejahilan (kebodohan), peribadatan kepada kuburan-kuburan dan sikap ghuluw (ekstrim) terhadapnya, kesyirikan kepada Allah Ta’ala, memanggil-manggil / berdo’a kepada orang mati, beristighatsah kepada orang mati, dan membangun di atas kuburan. Maka beliau pun berdakwah ke jalan Allah, membimbing umat dan melarang mereka dari berbuat syirik, menjelaskan tauhid kepada umat yang itu merupakan hak Allah atas hamba-hamba-Nya sekaligus agama yang diserukan oleh para rasul ‘alahish shalatu was salam. 

Maksud dari penjelasan ini semua adalah : bahwa julukan dan gelar tersebut adalah julukan bagi setiap orang yang berdakwah kepada Tauhid dan mengingkari Syirik. Sebagian orang-orang bodoh menyebutnya dengan julukan WAHABI. Itu akibat kebodohan mereka tentang hakekat sebenarnya dan mereka tidak berilmu tentangnya.

Hakekat sebenarnya adalah sebagaimana telah kami sebutkan. Bahwa ini adalah DAKWAH YANG BESAR :
- mengajak kepada Tauhid,
- mengajak untuk berittiba’ (mengikuti) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, dan
- tidak bertaklid serta fanatik buta,
- meninggalkan bid’ah dan khurafat,
- meninggalkan syirik dan bergantung kepada orang-orang mati, pohon, dan bebatuan. Bahkan meninggalkan bergantung kepada para nabi dan orang-orang shalih.

Jadi dakwah ini adalah dakwah yang MEMERANGI SYIRIK, mengajak kepada TAUHID dan IKHLASH untuk-Nya. Beriman dengan makna Laailaaha Illallah dan merealisasikannya, juga merealisasikan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, berpegang teguh dengan Sunnah dan jalan beliau, serta istiqomah di atas itu semua.
INILAH DAKWAH ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB Rahimahullah.

(Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, hal. 23)

Majmu'ah Manhajul Anbiya

Jumat, 18 September 2015

Tentang KESALAHAN DALAM MELAFALKAN TAKBIR

Ada beberapa kesalahan pengucapan lafadz takbir yang bisa merubah makna dan terhitung sebagai kesalahan fatal. Di antaranya adalah:

- menambahkan huruf hamzah al-istifhaam di awal lafdzhul jalaalah: اللّه sehingga dibaca panjang di awal, menjadi آللّه

- memasukkan hamzah al-istifham di awal lafadz ‘akbar’, sehingga dibaca: اللهُ آكْبَر (Allaahu Aakbar). Kalau ini diucapkan, yang seharusnya berarti: "Allah Yang Terbesar" (sebuah pernyataan secara yakin) menjadi sebuah pertanyaan: "Apakah Allah besar?" Ini menunjukkan keraguan dan merupakan kekufuran dalam bentuk ucapan.

- memanjangkan bacaan huruf ba’ pada أَكْبَرُ menjadi أَكْبَارُ mengakibatkan perubahan makna dari "Yang Terbesar" menjadi "Gendang/bedug". (bisa dilihat penjelasan Asy-Syaikh Masyhur Hasan Salmaan dalam kitabnya alQoulul Mubiin fii akhtoo-il Musholliin hal 228 terbitan Daaru Ibnil Qoyyim tahun 1993 M/1413 H)

- membaca huruf laam (ل ) pada lafadz الله dengan tipis (tarqiiq) (lihat Qowaaid Tajwid karya AlQoori hal 82). Bacaan semacam ini mirip dengan yang diucapkan orang nashrani dengan menyebut tuhan A-lah.

Dinukil dari e-book:
MEMAHAMI MAKNA BACAAN SHOLAT
Sebuah Upaya Menikmati Indahnya Dialog Suci dengan Ilahi
Oleh: Abu Utsman Kharisman
Penerbit Pustaka Hudaya

Kamis, 17 September 2015

Tentang MENYEMBELIH HEWAN KURBAN DI DAERAH LAIN

ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-'UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Pertanyaan: "Apakah boleh menyembelih hewan qurban di negeri lain? Contoh berencana menyembelih di Afrika."

Jawaban:
"Menyembelih hewan qurban dilakukan di negeri tempat domisili penyembelihnya.
- INILAH YANG SESUAI SUNNAH,
- inilah yang disyariatkan,
- juga lebih afdhal dan lebih sempurna.
Adapun memindahkan penyembelihannya ke negeri lain.
Jika kita berpendapat wajibnya memakan dari daging qurban, maka BERARTI memindahkan qurban ke negeri lain TIDAK BOLEH dilakukan, kecuali jika kita bisa menjamin bahwa daging qurbannya akan didatangkan kepada kita sehingga kita bisa memakan darinya.
Jika kita berpendapat tidak wajib memakan daging hewan qurban kita, maka berarti BOLEH (memindahkan qurban ke negeri lain) namun itu MELANGGAR BIMBINGAN SUNNAH.
Oleh karena itu, kami selalu mengulang-ulang mengingatkan saudara-saudara kami untuk TIDAK MELAKUKANNYA,
yakni jangan mengirim hewan qurban kalian ke luar daerah domisili kalian.
Namun sembelihlah di rumah dan di tengah keluarga kalian, sehingga tampaklah syi'ar Islam ini, dan anak-anak kecil mengenal syi'ar ini dari orang-orang dewasanya.
Adapun jika engkau mengirim uang dan disembelih hewan qurban di negeri lain, maka jangan dilakukan.
Jika memang dia ingin memberi manfaat kepada saudara-saudaranya di negeri lain, silakan dia mengirim sejumlah uang. Karena bisa jadi uang lebih bermanfaat bagi mereka daripada daging qurban.

http://soundcloud.com/droos-al-sunnah/benothimen2

Majmu'ah Manhajul Anbiya

Selasa, 15 September 2015

Tentang SATU KELUARGA BERKURBAN LEBIH DARI SATU EKOR HEWAN KURBAN

🌳⚡ HUKUM MEMPERBANYAK UDHIYYAH (HEWAN QURBAN) DALAM SATU RUMAH

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah

………………………………………

❓❓ "Apakah termasuk sunnah memperbanyak udhiyyah(hewan qurban) dalam satu rumah?"

📪 Jawab :
"Yang sunnah adalah TIDAK BERMEGAH-MEGAHAN dalam udhiyyah dengan banyaknya jumlah. Karena ini termasuk BERLEBIHAN.

Karena di kalangan sebagian manusia sekarang: kamu dapati seorang suami menyembelih qurban untuk dirinya dan keluarganya sebagaimana dulu dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, demikian juga Salafush Shalih juga melakukan itu.

🔄 Namun kemudian istrinya mengatakan, "aku juga ingin berqurban sendiri."
Anak perempuannya juga mengatakan, "Aku juga ingin berqurban."
Saudari perempuannya juga mengatakan, "Aku juga ingin berqurban."
🔑 Sehingga terkumpullah banyak hewan qurban dalam satu rumah.

👉​⭕ ini menyelisihi apa yang diamalkan oleh para Salafush Shalih.
Karena makhluk termulia Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam tidaklah berqurban kecuali seekor kambing diperuntukkan bagi beliau dan keluarganya.
🔁🏡 Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa beliau memiliki sembilan isteri, yakni berarti ada sembilan rumah.
🚨 MESKIPUN DEMIKIAN, BELIAU TIDAKLAH BERQURBAN KECUALI SEEKOR KAMBING diperuntukkan bagi beliau dan keluarganya. kemudian beliau berqurban seekor lagi, diperuntukkan bagi umatnya.

🌆 Demikian pula dulu di kalangan para sahabat pun, seseorang berqurban dengan seekor kambing diperuntukkan baginya keluarganya.

⚠ Maka apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang pada hari ini, maka itu adalah PEMBOROSAN.
🔑 Kami katakan kepada mereka yang berqurban dengan cara tersebut: 'jika kalian memiliki kelebihan uang, maka di sana masih banyak kaum muslimin di muka bumi yang sangat membutuhkannya.'

🎒 dari Silsilah Liqa Al-Bab al-Maftuh, Al-Imam Al-'Utsaimin, kaset no 92.

----------------------
🌠📝 Majmu'ah Manhajul Anbiya

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tentang HAJI MABRUR

👉​ KRITERIA HAJI MABRUR

📗Berkata asy-Syaikh Zaid al-Madkhali rahimahullaah:

"Yang dimaksud dengan haji mabrur adalah:

1⃣ Yang nafkah (yang dipakai untuk haji) pelakunya berasal dari harta yang halal

2⃣. Aqidahnya adalah aqidah Salafy yang shahih.

3⃣. Dan dia selamat/terbebas dari bercampur dengan dosa-dosa, baik berupa perkataan ataupun perbuatan (ketika sedang berhaji)(1)
______________________

✏👣Catatan kaki:

1. Berdasarkan firman Allah:


الحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٍ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ فَلَا رَفَثَ وَ لَا فُسُوقَ وَ لَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ(البقرة: ١ ٩٧)

(Musim) haji adalah bulan-bulan yang dimaklumi. Barang siapa yang telah menetapkan niatnya untuk berhaji (pada bulan tersebut) maka dia tidak boleh berbuat rafats*, tidak boleh berbuat fasik**, dan tidak berjidal*** ketika menunaikan haji) al-Baqarah:197

*Rafats:berhubungan badan dan pembukaannya. Baik itu dengan perbuatan maupun perkataan. Terlebih ketika ada wanita (istrinya) di sisinya.

** Perbuatan fasik: segala bentuk maksiat. Diantaranya adalah pembatal-pembatal ihram.

***berjidal:berbantah-bantah, bertengkar, dan berkonflik.
📖 (Diringkas dari Tafsir as-Sa'di rahimahullaah)

🇸🇦 Arabic

🔹 قال العلامة زيد المدخلي -رحمه الله-:

"… والمراد بالحج المبرور هو الذي تكون نفقة صاحبه طيبة، وعقيدته سلفية صحيحة، وقد سلم من مخالطة المآثم القولية والفعلية…".

[الأفنان الندية (3/275)]

♻ Sumber: WA KHAS

✅ Alih Bahasa: WA TwIS

Muraja'ah: Ustadz Abu 'Utsman Kharisman hafizhahullaah.

Minggu, 13 September 2015

Tentang BERPRASANGKA BAIK KEPADA ALLAH

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:
والذي لا إله غيره ما أعطيَ عبدٌ مؤمنٌ شيئاً خيراً من حسن الظن بالله والذي لا إله غيره لا يحسن عبد بالله الظن إلا أعطاه ظنه ذلك بأن الخير في يده
Demi Dzat yang tiada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia, tidaklah seorang hamba diberi sesuatu yang lebih baik dari pada perasangka yang baik kepada Allah. Demi Dzat yang tiada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia, tidaklah seseorang berperasangka baik kepada Allah kecuali Dia (Allah) akan memberi apa yang telah ia sangka. Yang demikian itu kerena segala kebaikan ada ditangan-Nya.( Husnudz Dzan billah hal 96)

Abdurrahman al Bakasy

F A W A I D I L M I Y Y A H

Publikasi : Mar'atus Sholihah

Tentang BERGILIRAN LIBUR ANTARA MUSLIM DAN NON MUSLIM KETIKA HARI RAYA

PERTANYAAN
Semoga Ustadzah selalu dalam limpahan kasih sayang Allah.
Ana ingin bertanya, ana bekerja di laboratorium. Ketika datang waktu Idul fithri dan Idul Adha maka kami yang muslim diliburkan dari tugas. Dan yang mengisi shift atau jadwal jaga adalah yang nasrani (semua yg muslim diliburkan). Dan tatkala tanggal 25 Desember tiba, maka yang nasrani diliburkan dan yang shift adalah yang muslim. Hal ini kami lakukan semata-mata agar tidak ada kekosongan petugas di tempat ana bekerja. Karena ini menyangkut pasien.
Pertanyaan ana: Bagaimana dengan yang kami (muslim) lakukan?
Apakah hal ini jenis ta'awun yang benar?
Jazaakillahu khairan.

JAWABAN
Dengan tidak libur tanggal 25 Desember menunjukkan tidak mengistimewakan hari itu, sebaliknya yang libur berarti mengistimewakan dan memuliakan hari itu.
KETIKA MASUK TANGGAL 25 DESEMBER NIATKAN UNTUK BEKERJA, MEMENUHI TUGAS PEKERJAAN, BUKAN NIAT TA'AWUN DENGAN ORANG NASRANI.
Adapun tempat pekerjaan yang ikhtilat, ada maksiat berupa lagu-lagu dan musik, itu semua diluar pembahasan yang ditanyakan.
Allahu a'lam wa barakallahu fiyk.

Kamis, 13 Dzulqa'dah 1436 H / 28 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

Tentang MELURUSKAN RAMBUT

Kamis, 12 Dzulqa`dah 1436 H / 27 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

PERTANYAAN
Bismillah.
Ustadzah hafizhakillah, mohon bimbingannya.
Bolehkah menggunakan catok (alat elektrik untuk meluruskan rambut) untuk mematikan telur-telur kutu pada anak-anak yang terlanjur banyak, yang tidak memungkinkan untuk diambili satu persatu?
Jazaaillahu khairan.

JAWABAN
Meluruskan rambut boleh, sebab bukan termasuk 'merubah' ciptaan Allah, sebab meluruskan rambut sifatnya hanya sementara, setelah beberapa bulan rambut akan kembali seperti semula.
Untuk membersihkan kutu dan telurnya di rambut bisa menggunakan obat-obat khusus untuk membasminya.l
Bila memakai alat catok rambut dibolehkan karena kutu bermudharat, dan tidak ada larangan dalam hal ini.
Barakallahu fiyk.

WA Nisaa` As-Sunnah

Tentang DUKUN BAYI

Kamis, 12 Dzulqa`dah 1436 H / 27 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

PERTANYAAN
Bismillah.
Semoga Ustadzah selalu dirahmati Allah.
Afwan ana mau bertanya: Apakah kita boleh ikhtiar dengan mendatangi dukun bayi (sebutan untuk tukang pijat yang profesinya memijat dan menolong kelahiran bayi), yang mana tukang pijat itu memijat perut kita dan kemudian dia memberi ramuan jamu tradisional, dimana saat membuat ramuan tersebut dia sambil puasa, melakukan wirid tertentu dan terkadang sampai tidak tidur?
Apakah ini termasuk perbuatan yang dilarang oleh syari'at?

JAWABAN
Tidak boleh mendatangi dukun bayi yang melakukan 'tirakat' dengan cara puasa dan membaca wirid tertentu, karena amalan itu tidak sesuai dengan syari'at Islam, kemungkinan itu amalan bid'ah, atau kemungkinan itu syirik.

Tentang MEMINJAMKAN ATAU MENYEWAKAN KENDARAAN

Soal:
Apakah kita boleh meminjamkan kendaraan (misalnya mobil) pada seseorang, untuk dipakai acara pernikahan yang acaranya tidak sesuai syari'at dan juga meminjamkannya untuk mengunjungi keluarga yang mondok di pondok hizby?
Jazakumullahu khairan.

Jawab:
Membantu meminjamkan mobil, dan kita tahu pasti akan dipakai untuk kemaksiatan atau kemungkaran, maka ini dilarang oleh Allah ta'ala dalam firmanNya:
ولا تعاونوا على الاثم والعدوان
"Dan janganlah kalian saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan."
Barakallahu fiyk.

Kamis, 12 Dzulqa`dah 1436 H / 27 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

Sabtu, 12 September 2015

Tentang HEWAN YANG HIDUP DI DUA ALAM

Hewan yang Hidup Di Dua Alam
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari)

Ada beberapa jenis hewan yang menjadi perselisihan para ulama karena kemampuan hewan tersebut hidup di dua alam: air dan darat. Apakah dia tergolong hewan air yang dihalalkan bangkainya, ataukah tergolong hewan darat yang tidak dihalalkan selain dengan cara disembelih, atau tidak dihalalkan sama sekali karena tergolong hewan buas yang dilarang untuk dikonsumsi.
Di antara hewan yang termasuk jenis ini: katak, penyu, kepiting, buaya, lumba-lumba, bebek, angsa, dan yang lainnya. Para ulama berselisih pendapat dalam hal menyikapi hewan-hewan ini.
1. Pendapat mazhab Hanbali mengatakan bahwa setiap hewan laut yang hidup di darat tidak dihalalkan tanpa disembelih secara syar’i, seperti burung air, penyu, anjing laut, kecuali hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir, seperti kepiting, maka dihalalkan tanpa harus disembelih.
2. Pendapat al-Imam Malik t bahwa hewan-hewan jenis ini dihalalkan secara mutlak
3. Pendapat ulama mazhab Syafi’i, sebagaimana disebutkan oleh an-Nawawi bahwa yang sahih dan menjadi sandaran mazhab Syafi’i adalah dihalalkan semua bangkai hewan laut selain katak. Mereka—atau sebagian mereka—menganggap penyu dan ular bukan jenis hewan laut. Beliau juga mengatakan, burung air seperti itik, angsa, dan yang semisalnya adalah halal, namun tidak dihalalkan bangkainya sehingga harus disembelih secara syar’i.
4. Pendapat mazhab Hanafi, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Badai’ ash-Shana’i, semua hewan yang ada di lautan haram dimakan selain ikan yang secara khusus dihalalkan, kecuali bangkai yang terapung di atas air.
(kitab al-Ath’imah, asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, hlm. 91)
Menurut penelitian, hewan-hewan yang disebutkan sebagai hewan yang hidup di dua alam terbagi menjadi tiga.
1. Hewan yang dihukumi sebagai hewan air, meskipun terkadang dapat hidup di darat dalam waktu yang lama. Termasuk golongan ini adalah anjing laut, ikan lumba-lumba, penyu, dan buaya.
Al-Haththab al-Maghribi al-Maliki t berkata, “Jika hewan laut tidak hidup selain di lautan dan tidak panjang kehidupannya di daratan, tidak ada problem tentang kesucian bangkainya. Akan tetapi, jika kehidupannya di daratan cukup lama, pendapat yang masyhur menyatakan bahwa bangkainya pun suci. Ini adalah pendapat al-Imam Malik t.” (Mawahib al-Jalil, 1/124)
Setelah menyebutkan pendapat para ulama yang mengecualikan beberapa jenis hewan yang diharamkan dari hewan air, al-Allamah Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Yang benar, tidak dikecualikan satu pun dari hewan-hewan laut berdasarkan keumuman hadits ini (yaitu hadits “dan bangkainya halal”), dan berdasarkan firman Allah l (al-Maidah: 96). Hal ini umum mencakup seluruh buruan laut dan tidak dikecualikan satu pun.” (Tas-hil al-Ilmam, syarah Bulughul Maram, Shalih al-Fauzan, 1/20)
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa dia termasuk hewan buas dan memangsa manusia, telah dijawab al-Allamah Ibnu Utsaimin t dengan berkata, “Tidaklah apa yang diharamkan di darat lalu diharamkan pula yang semisalnya di laut. Sebab, laut adalah habitat tersendiri, bahkan di lautan ada selain buaya yang bertaring dan menangkap mangsa dengan taringnya, seperti ikan hiu. Ada pula beberapa hewan aneh yang apabila melihat manusia dia akan segera meloncat di atasnya—sebagaimana yang telah diberitakan kepada saya oleh orang-orang yang biasa menyelam di lautan—sehingga berada di atasnya seperti awan mendung, lalu turun perlahan-lahan dan menelannya. Jika telah ditelan, yang ditelan pun mati….”
Beliau t kemudian berkata, “Kesimpulannya, di antara hewan-hewan pembunuh ada yang hukumnya halal. Oleh karena itu, kami mengatakan bahwa yang sahih, buaya tidak dikecualikan (dari golongan hewan laut lainnya, -pen.).” (asy-Syarhul Mumti’, Ibnu Utsaimin, 15/34—35)
2. Hewan yang dihukumi hewan darat, meskipun terkadang dapat menyelam dan berenang di air, seperti bebek, angsa, dan yang lainnya.
Hukumnya adalah hukum hewan darat, yang apabila tidak termasuk hewan yang diharamkan, ia halal dengan cara disembelih secara syar’i.
3. Hewan yang dapat hidup di mana saja, dalam batas waktu yang tidak tertentu, seperti halnya katak yang bisa hidup di dua alam.
Hewan jenis ini tidak termasuk hewan air, dan nash-nash yang menjelaskan tentang dihalalkannya bangkai hanyalah menjelaskan tentang hewan yang tidak hidup selain di laut/air, wallahu a’lam.
Ibnu Utsaimin t berkata, “Secara kenyataan, katak termasuk hewan yang hidup di darat dan air, jadi tidak termasuk hewan laut. Sebab, hewan laut adalah hewan yang tidak dapat hidup selain di air.” (asy-Syarhul Mumti’, 15/34)
Sebelumnya telah kami jelaskan bahwa katak termasuk hewan yang dilarang untuk dibunuh.

Sumber: Asy Syariah Edisi 080

Tentang ISTRI MINTA IZIN SUAMI DAHULU SEBELUM BERSEDEKAH

Jumat, 6 Dzulqa'dah 1436 H / 21 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

PERTANYAAN

Bismillah.
Ustadzah, ana mau bertanya terkait dengan hadits yang berbunyi harta yang paling berharga di dalam rumah tangga adalah makanan, dan jika ingin memberi maka harus ijin suami. Bagaimana hukumnya memberi tanpa harus dengan ijin suami?
Karena ana dan suami sudah sepakat uang gaji suami dibagi, ana ambil basic kemudian suami ambil lembur, apakah memberikan makan (dan lainnya) kepada teman atau keluarga itu juga memerlukan ijin suami ? Ana sering melakukan yang demikian tanpa harus ijin suami karena ana merasa itu adalah haq ana dikarenakan uang pembagian setiap bulannya sudah ketahuan oleh suami, dan karena di rumah ana hanya sendiri dan suami kerja di lokasi, kami juga belum dikarunia anak dan jika masak ana sering kelebihan, maka dari itu ana sering mengajak teman-teman makan di rumah.
Atas jawabannya ana ucapkan jazakillah khairan.

JAWABAN
Seperti dalam hadits, bahwa makanan adalah harta yang paling berharga untuk disadaqahkan sehingga harus ijin suami. Menghukumi boleh tanpa izin berarti menentang hadits tersebut. Kecuali makanan milik kita dari uang istri sendiri, maka SELAMA ITU DARI PEMBERIAN SUAMI SELAMA ITU PULA KITA HARUS IJIN KEPADA SUAMI. Sebenarnya tidak sulit minta ijin, bisa langsung atau lewat telphon ataupun sms kepada suami. Semoga Allah mudahkan.
Barakallahu fiyk.

WA Nisaa` As-Sunnah

Tentang WAKTU YANG UTAMA UNTUK SALAT WITIR

FADHILATUS SYAIKH IBNU BAAZ

PERTANYAAN:
ما أفضل وقت لصلاة الوتر أول الليل أو آخره؟
Apa yang waktu yang afdhol untuk menunaikan sholat witir, apakah di awal malam atau di akhirnya?

JAWABAN:
المؤمن والمؤمنة مخيران من شاء أوتر في أول الليل ومن شاء في آخره
Seorang mukmin lelaki maupun wanita keduanya boleh memilih siapa yang hendak menunaikan sholat witir di awal malam dan siapa yang ingin dia boleh melakukannya di akhirnya.
والأفضل آخر الليل لمن تيسر له ذلك
Dan yang afdhol ialah di akhir malam bagi siapa saja yang dimudahkan baginya melakukan hal itu.
أما إن كان يخاف أن لا يقوم آخر الليل ، فالسنة أن يوتر أول الليل يصلي ثنتين أو أربعا أو ستا أو ثمان أو أكثر ، ويسلم من كل ركعتين ، ثم يوتر بواحدة قبل أن ينام
Adapun jika dia takut tidak dapat bangun di akhir malam, maka yang sunnah ialah menunaikan sholat witir di awal malam dimana dia sholat 2 roka’at atau 4 roka’at atau 6 roka’at atau 8 roka’at atau lebih dari itu, dan dia melakukan salam di setiap 2 roka’atnya, kemudian dia melakukan witir dengan 1 roka’at sebelum dia tidur.

Majmu’ Al-Fatawa, Ibnu Baaz (11/315)

Alih Bahasa: Muhammad Sholehuddin Abu ‘Abduh عَفَا اللّٰهُ عَنْهُ

WA Ahlus Sunnah Karawang | http://www.ahlussunnahkarawang.com

Hanya Sedikit Faedah

Tentang MEMINTA-MINTA

Faedah dari Ustadz Abu Muawiyah Askari hafizhahullah

1⃣ Hukum asal meminta-minta adalah HARAM.

2⃣ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, mengecualikan orang yang meminta minta dengan 3 keadaan:
a/ Orang yang menanggung beban utang atau dia mendamaikan orang yang bertikai.
b/ Orang yang terkena musibah bencana alam, termasuk penghasilan rusak.
c/ Seseorang yang jatuh miskin yang sebelumnya dia kaya raya.

3⃣ Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempersyaratkan pada point yang ketiga diatas dengan adanya 3 persyaratan:
- Adanya persaksian 3 orang dari kaummya dan inilah yang shahih dari mazhab Syafiiyah.
- Kemudian orang yang mempersaksikan ini adalah orang yang betul-betul amanah.
- Orang yang mempersaksikan adalah dari kaummya.

4⃣ Yang tidak termasuk dalam ketiga syarat ini, maka apa yang dia minta dan dia makan adalah harta yang HARAM.

5⃣ Diperbolehkannya meminta untuk orang lain, jika yang orang itu betul-betul diketahui berhak dan membutuhkan.

----
Kajian Bulughul Maram | Jum'at (malam Sabtu) | Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan | 28 Dzulqo'dah 1436 H | 11 Sep 2015 M
----

TIS | طلب العلم الشر عي
Thalab Ilmu Syari

Tentang PAKAIAN, PERHIASAN, AKSESORIS ATAU YANG SEMISALNYA YANG BERTULISKAN: "I LOVE RASULULLAH" ATAU YANG SEMISALNYA

Fatwa no. 20950

Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi yang tidak ada nabi lagi setelahnya. Wa ba’du:
فقد اطلعت اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء على ما ورد إلى سماحة المفتي العام من فضيلة مدير مركز الدعوة والإرشاد بمحافظة جدة المكلف بكتابه رقم (319 / 9 / 20 / ج) وتاريخ 14 / 4 / 1420 هـ، والمحال إلى اللجنة من الأمانة العامة لهيئة كبار العلماء برقم (2382)، وتاريخ 19 / 4 / 1420 هـ، وقد سأل فضيلته سؤالاً هذا نصه
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyah wal Ifta’ telah menelaah sebuah risalah yang sampai kepada Samahatul Mufti al-‘Am dari yang mulia kepala Markaz ad-Dakwah wal Irsyad di provinsi Jeddah yang tercantum dengan tulisannya no. ( 20/9/319/ج) tanggal 14/4/1420 H. Dan masuk kepada al-Lajnah dari al-Amanatil ‘Amah li Haiah Kibaril ‘Ulama dengan no. 2382 tanggal 19/4/1420 H. Beliau yang mulia telah mengajukan sebuah pertanyaan, berikut teks pertanyaannya:
تقدم إلينا عضو الدعوة والإرشاد بمحافظة جدة، الشيخ / محمد بن عطية الجابري ، بخطابه المرفق، وفيه: أنه وجد بعض سلاسل المفاتيح التي يتداولها بعض الناس، إحداها نحتت على
(الجزء رقم : 24، الصفحة رقم: 91)
شكل قلب، وهو رمز الحب، وكتب عليها: (أنا، ثم رسم قلب، الرسول) أي: أنا أحب الرسول صلى الله عليه وسلم، ومن الخلف كتب عليها: (يا حبيبي يا رسول الله) والأخرى دائرية تعلق على الصدر، وكتب عليها نفس العبارة، كما نفيد سماحتكم أنه انتشر بين بعض النساء لبس قمص نسوية مكتوب على الجهة اليسرى منها فوق الثدي هذه العبارة أيضًا، وقد جاءنا بها من يستفته في أمرها
Telah sampai kepada kami, anggota ad-Dakwah wal Irsyad di provinsi Jeddah, asy-Syaikh Muhammad bin ‘Athiyah al-Jabiri melalui suratnya yang terlampir. Di dalamnya disebutkan:
Bahwa beliau mendapati beberapa gantungan kunci yang beredar pada sebagian manusia. Salah satunya terpahat bentuk hati yang merupakan lambang cinta dan tertulis di atasnya (saya, kemudian gambar hati, rasul) yang artinya saya mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam.
Dan di bagian belakang tertulis (Ya habibi Rasulullah). Dan lainnya adalah medali yang terjuntai di dada, tertulis padanya ungkapan yang sama. Sebagaimana juga kami memberikan faedah kepada Samahatusy syaikh bahwa di sebagian wanita telah tersebar pengenaan pakaian wanita yang tertulis di sisi kirinya, di antaranya di atas dada, ungkapan seperti ini juga. Dan telah datang kepada kami, orang-orang yang meminta fatwa berkenaan perkara tersebut.
نأمل بعد التكرم بالاطلاع اتخاذ ما ترونه مناسبًا، وإفادتنا بما ترونه حتى نتمكن من إجابة السائلين عن حكمها، وبث ذلك بين المستفيدين منه
Kami menanti keputusan yang anda pandang sesuai setelah mengkaji masalah ini dan memberikan faedah kepada kami berkenaan apa yang anda lihat hingga memungkinkan bagi kami memberikan jawaban kepada orang-orang yang bertanya tentang hukum perkara tersebut dan menyebarkannya di tengah-tengah orang yang mau mengambil faedah darinya.
وبعد دراسة اللجنة للاستفتاء أجابت بأن عمل الشكل المذكور وكتابة العبارة المذكورة على الملابس والميداليات ونحوها ليس من هدي سلف الأمة الذين هم أفضل القرون وأشد تعظيمًا وحبًّا للرسول صلى الله عليه وسلم ممن جاء بعدهم، كما أن فيه تشبهًا بأهل الفسق الذين يتخذون مثل هذه الرموز دلالة على حبهم وعشقهم المحرم لغيرهم، ويتفانون فيه من غير التفات لحكم الشريعة المطهرة فيه، كما أن الشكل المذكور يُفهم منه أيضًا: أن حب رسول الله صلى الله عليه وسلم كحب غيره من المخلوقين، وهذا غلط كبير؛ لأن محبة رسول الله صلى الله عليه وسلم واجبة شرعًا، ولا يتم الإيمان إلا بها، أما محبة غيره فقد تكون مشروعة، وقد تكون محرمة، وبناء على ما تقدم فإن كتابة العبارة
(الجزء رقم : 24، الصفحة رقم: 92)
المذكورة وبيعها وشرائها واستعمالها لا يجوز.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Dan setelah studi al-Lajnah lil Istifta’, maka Al-Lajnah menjawab:
Bahwa mengenakan model dan menuliskan ungkapan yang telah disebutkan pada pakaian, medali, dan yang semisalnya bukanlah bagian dari bimbingan salaful ummah yang merupakan generasi terbaik dan paling besar pengagungan dan rasa cintanya kepada Rasulullah dari pada mereka yang datang setelahnya.
Selain itu, terdapat bentuk tasyabbuh kepada para pelaku kefasikan yang menjadikan semisal lambang-lambang tersebut sebagai tanda kecintaan mereka yang diharamkan kepada selainnya, dan mereka mendedikasikan diri-diri mereka tanpa menoleh pada hukum syariat yang suci.
Selain itu, juga dipahami dari bentuk yang telah disebutkan bahwa kecintaan kepada Rasulullah sama dengan kecintaan kepada para makhluk selain beliau. Ini merupakan kesalahan besar, karena kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam adalah wajib secara syar’i dan keimanan itu tidak akan sempurna kecuali dengannya.
Adapun kecintaan kepada selain Rasulullah, maka bisa jadi disyariatkan dan bisa jadi diharamkan.
Oleh karena itu berdasarkan apa yang telah disebutkan, maka menulis ungkapan tersebut, menjual, membeli, dan mengenakannya tidaklah diperbolehkan.
Allah sajalah yang memberikan taufik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya. (Juz no. 24 hal. 91)

Sumber: http://www.alifta.net/Fatawa

* Alih bahasa : Syabab Forum Salafy

Jumat, 11 September 2015

Tentang PIJAT

SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Pertanyaan :
Bagaimana menurut pendapatmu tentang apa yang dilakukan oleh sebagian pemudi dengan sebagian yang lain, atau sebagian pemuda dengan sebagian yang lain, sebagian mereka memijat sebagian yang lain, dengan cara : seseorang tidur telungkup -misalnya- dan yang lain menggosok punggungnya dan dua sisi pinggangnya, lehernya, pundaknya, dua betisnya dan terkadang sampai ke pahanya, terkadang yang demikian itu dilakukan diatas pakaian dan terkadang pemijatan dilakukan langsung dengan menyentuh kulit.
Dan terkadang yang memijat menggunakan minyak untuk memijat, khususnya yang demikian ini banyak terjadi di asrama-asrama kampus dan universitas oleh kedua jenis tersebut (para pemuda & pemudi) ?
Berilah kami fatwa,semoga anda termasuk orang yang mendapatkan pahala.

Jawaban :
Apabila dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya, atau oleh seorang istri terhadap suaminya, maka yang seperti ini tidaklah mengapa. Karena bagaimanapun urusannya, dia diperbolehkan walaupun tergerak syahwatnya dalam keadaan seperti ini kemudian ia melampiaskannya, karena dia dengan istrinya.
Adapun apabila dilakukan dengan selain keduanya, maka terdapat fitnah, kalau seandainya seorang pemudi melakukannya dengan pemudi yang lain tidakkah ia takut akan bangkit syahwatnya ? Tentu iya.
Dan kalau seandainya dilakukan oleh seorang wanita dengan wanita yang lain, dikhawatirkan pula akan tergerak syahwatnya, karena wanita itu memiliki keinginan sebagaimana lelaki memiliki keinginan. Maka aku tidak memandang hal ini diperbolehkan kecuali dilakukan oleh seorang suami dengan istrinya.
Demikian pula kalau kita andaikan misalnya, seorang lelaki lanjut usia yang memiliki anak-anak perempuan, dan ia meminta mereka untuk memijat punggungnya, maka yang seperti ini tidak mengapa, karena tergeraknya syahwat dalam kasus ini jauh sekali kemungkinannya, sehingga bersama dengan kebutuhannya dan jauhnya kemungkinan munculnya syahwat,kami katakan : tidak mengapa insya Allah.

Silsilah Liqoo'us Syahri (66)

Diterjemahkan dari faidah yang dikirim dalam majmu'ah mudaarisah syurutush sholah

Penerjemah : Ummu Hudzaifah As Samarindiyyah -hafidzahallah-

turut menyebarkan: syarhus sunnah lin nisaa`

Diposting ulang oleh Nisaa` As-Sunnah.

Tentang MENJAUHKAN DIRI DARI NAMA-NAMA DAN SIMBOL-SIMBOL YANG MENJADI IDOLA ATAU IKON ORANG-ORANG KAFIR

NASEHAT UNTUK BERHATI-HATI DALAM HAL BERPAKAIAN

Saat ini sering kita jumpai di kalangan Ummat Islam khususnya Ahlussunnah Salafiyyin apalagi Tholabatul 'ilm masih menggunakan pakaian, baik itu baju, sandal, juga karpet, sticker dll yang menggunakan simbol-simbol pengagungan terhadap sesembahan, nama idola dan nama kota kaum kuffar (kafir), seperti: nike, ronaldo, texas, chicago dll.
Sudah seharusnya seorang muslim dan mukmin meninggalkan hal tersebut dan baro'ah (berlepas diri) dari mereka.

Disampaikan oleh:
Al-Ustadz Luqman bin Muhamnad Ba'Abduh hafizhahullahu

Kajian kitab Ushul Iman ll
Masjid Ma'had As-Salafy Jember ll
25 Dzulqo'dah 1436 H ll 9 Sept 2015

Majmu'ah Manhajul Anbiya

Selasa, 08 September 2015

Tentang MEMBACA SURAT AL-MULK DI MALAM HARI

Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu menyatakan:
مَنْ قَرَأَ {تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ} كُلَّ لَيْلَةٍ مَنَعَهُ اللهُ بِهَا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَكُنَّا فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُسَمِّيهَا الْمَانِعَةَ
Barangsiapa yang membaca Tabarokalladzi bi yadihil mulku (surat al-Mulk) tiap malam, Allah akan mencegahnya dari adzab kubur. Kami (para Sahabat) di masa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menamakannya (surat) al-Maani’ah (yang mencegah dari adzab kubur). (H.R anNasaai, dihasankan Syaikh al-Albaniy)

FAEDAH dari Ustadz Abu Utsman Kharisman hafizhahullah:

- Waktu malam adalah sejak Maghrib hingga Subuh.
- Bagaimana jika kita lupa membacanya di waktu malam? Saat teringat keesokannya, bisa kita baca sebelum masuk waktu Dzhuhur.
مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ أَوْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الظُّهْرِ كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنَ اللَّيْلِ
Barangsiapa yang tertidur dari kebiasaan dzikir/baca qur’annya, kemudian dia baca antara waktu sholat Subuh dengan sholat Dzhuhur, maka tercatat seakan-akan ia membacanya di waktu malam. (H.R Muslim)

Tentang BERWUDU DI DALAM WC ATAU TOILET

Apa hukum berwudhu di dalam toilet? Apakah tetap membaca basmalah saat berwudhu di dalam toilet?

Jawab:

Berwudhu di dalam toilet/WC tidak mengapa, tetapi lebih baik berwudhu di luar toilet jika memungkinkan. Hal itu karena disyariatkannya membaca basmalah sebelum berwudhu, sementara berzikir dalam toilet hukumnya dimakruhkan dalam rangka mengagungkan dan memuliakan Allah.

Dalam hal seseorang berwudhu dalam toilet, ada perbedaan pendapat di antara ulama apakah disyariatkan baginya membaca basmalah atau tidak.

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berfatwa dalam Majmu’ al-Fatawa (10/32),
“Berzikir dengan kalbu disyariatkan setiap saat dan di mana saja berada, baik di dalam toilet maupun di tempat lainnya. Yang makruh hanyalah berzikir dengan lisan dalam toilet dan semacamnya dalam rangka mengagungkan Allah, kecuali membaca basmalah sebelum berwudhu. Maka dari itu, basmalah tetap dibaca (dengan lisan) jika terpaksa berwudhu dalam toilet, karena hukumnya wajib menurut sebagian ulama dan sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan) menurut jumhur (mayoritas) ulama.”

Adapun asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata dalam asy-Syarhul Mumti’ (1/130, cet. Muassasah Asam),
“Jika seseorang dalam toilet, al-Imam Ahmad mengatakan, ‘Jika dia bersin, hendaklah memuji Allah dengan kalbunya’, sehingga lahir kesimpulan dari riwayat ini bahwa yang berwudhu dalam toilet membaca basmalah dengan kalbunya.”
Beliau juga berfatwa sama dalam Majmu’ ar-Rasail (11/110) bahwa yang berwudhu dalam toilet membaca basmalah dengan kalbunya.

Yang benar dalam masalah hukum membaca basmalah sebelum wudhu adalah pendapat jumhur, bahwa hukumnya hanya sunnah muakkadah. Berdasarkan hal ini, sepertinya yang rajih (kuat) bagi yang berwudhu di dalam toilet adalah membaca basmalah dengan kalbunya.

Wallahu a’lam.

http://asysyariah.com/berwudhu-di-toilet/

###

Tanya:
Apa hukumnya berwudhu di dalam kamar mandi?

Jawab:
Oleh Al Ustadz Abu Karimah Askari hafizhahullah

Boleh, tidak ada larangan berwudhu di dalam kamar mandi. Dari luar baca basmallah, baca do'a masuk kamar mandi, di dalam berwudhu tidak mengapa insya Allah. Yang jelas, seorang merasa aman dari percikan-percikan najis.

TIS

Minggu, 06 September 2015

Tentang NEGARA SAUDI

Raja Salman bin Abdul Aziz Alu Su’ud hafizhahullah mengatakan: “Negara Saudi tegak di atas dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan berdasarkan geografis, atau kesukuan, atau ideologi (pemikiran manusia). Jadi dia tegak di atas akidah Islam sejak lebih dari 270 tahun yang lalu, ketika Al-Imam Muhammad bin Su’ud dan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahumallah- saling berbaiat untuk menyebarkan Islam dan menegakkan syari’at Allah.”

Raja Salman bin Abdul Aziz Alu Su’ud hafizhahullah mengatakan:
“Siapa saja yang memiliki sikap adil bisa menelaah surat-surat Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan tulisan-tulisan beliau, agar jelas baginya bahwa tidak ada sesuatu yang baru yang diada-adakan pada dakwah beliau yang dituduh menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah serta menyelisihi manhaj Salaf. Padahal dakwah beliau hanyalah mengajak untuk kembali kepada prinsip-prinsip yang benar bagi aqidah Islam yang bersih yang hal itu merupakan asas dakwah beliau dan titik tonggaknya.”

Raja Salman bin Abdul Aziz Alu Su’ud hafizhahullah mengatakan: “Di Mina pada tahun 1365 H atau 1946 M ketika menyambut para kepala negara dan utusan yang sedang melaksanakan ibadah haji, Raja Abdul Aziz menjelaskan asas yang menjadi dasar negara ini dengan beliau mengatakan, ‘Mereka menuduh kami Wahhabiyun, padahal hakekatnya kami adalah Salafiyyun yang menjaga agama kami. Kami mengikuti Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya -shallallahu alaihi was sallam’ Jadi inilah dasar negara Saudi sejak didirikannya.”

(Fawaid dari Syaikh Fawwaz Al-Madkhaly hafizhahullah via whatsapp)

http://mohammadbazmool.blogspot.sg/2015_01_25_archive.html?m=1

Jumat, 04 September 2015

Tentang WANITA MENYEMIR RAMBUT

ASY SYEIKH UBAID AL JABIRI HAFIDZOHULLAH

Tanya:
Apa hukum mewarnai rambut dengan beberapa warna selain hitam?

Jawab:
Apabila mewarnai rambut dengan warna yang lain selain hitam, agar bisa berhias dihadapan suaminya kalo dia sudah menikah maka tidak mengapa inSya Allah.

Sumber: http://ar.miraath.net/fatwah/6021

Alih bahasa: Abu Arifah Muhammad Bin Yahya Bahraisy

Berbagi ilmu agama

WA Al Istifadah
WALIS

Tentang MEMILIKI BANYAK ANAK PEREMPUAN

SYAIKH ABDUL AZIZ BIN ABDILLAH BIN BAZ ROHIMAHULLOH

Pertanyaan :
ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ ﻓﺼﺒﺮ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻭﺳﻘﺎﻫﻦ ﻭﻛﺴﺎﻫﻦ ﻛﻦ ﻟﻪ ﺣﺠﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ، ﻫﻞ ﻳﻜﻦ ﺣﺠﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻟﻮﺍﻟﺪﻫﻢ ﻓﻘﻂ ﺃﻡ ﻣﻌﻪ ﺍﻷﻡ ﻭﻋﻨﺪﻱ ﻭﻟﻠﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ؟
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu ia bersabar atas mereka dan memberi mereka makan serta pakaian, maka mereka akan menjadi hijab baginya dari api neraka”
Apakah mereka menjadi hijab dari api neraka bagi ayahnya saja? ataukah ibunya juga? Alhamdulillah saya memiliki tiga orang anak.

Jawaban :
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﺑﺈﺳﻨﺎﺩ ﺻﺤﻴﺢ ﻋﻦ ﻋﻘﺒﺔ ﺑﻦ ﻋﺎﻣﺮ ﻗﺎﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ: ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ ﻓﺼﺒﺮ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻭﺃﻃﻌﻤﻬﻦ ﻭﺳﻘﺎﻫﻦ ﻭﻛﺴﺎﻫﻦ ﻣﻦ ﺟﺪﺗﻪ ﻛﻦ ﻟﻪ ﺣﺠﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ، ﻭﻫﺬﺍ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻓﻀﻞ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﺸﺌﻮﻧﻬﻦ؛ ﺭﻏﺒﺔً ﻓﻴﻤﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺈﻥ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺃﺳﺒﺎﺏ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﺍﻟﺴﻼﻣﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ . ﻭﻳﺮﺟﻰ ﻟﻤﻦ ﻋﺎﻝ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﻣﻦ ﺍﻷﺧﻮﺍﺕ ﻭﺍﻟﻌﻤﺎﺕ ﻭﺍﻟﺨﺎﻻﺕ ﻭﻏﻴﺮﻫﻦ ﻣﻦ ﺫﻭﻱ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﻓﺄﺣﺴﻦ ﺇﻟﻴﻬﻦ ﻭﺃﻃﻌﻤﻬﻦ ﻭﺳﻘﺎﻫﻦ ﻭﻛﺴﺎﻫﻦ ﺃﻥ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﻣﻦ ﺍﻷﺟﺮ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺣﻖ ﻣﻦ ﻋﺎﻝ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ، ﻭﻓﻀﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﺳﻊ ﻭﺭﺣﻤﺘﻪ ﻋﻈﻴﻤﺔ، ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻣﻦ ﻋﺎﻝ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺃﻭ ﺍﺛﻨﺘﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﻦ ﻓﺄﺣﺴﻦ ﺇﻟﻴﻬﻦ ﻳﺮﺟﻰ ﻟﻪ ﺍﻷﺟﺮ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﻭﺍﻟﺜﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﺰﻳﻞ، ﻛﻤﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻋﻤﻮﻡ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﻭﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﻓﻲ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻷﻗﺎﺭﺏ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ، ﻭﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻔﻀﻞ ﻓﻲ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﻓﺎﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﺑﻮﻳﻦ ﺃﻭ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﺃﻭ ﺍﻷﺟﺪﺍﺩ ﺃﻭ ﺍﻟﺠﺪﺍﺕ ﺃﻋﻈﻢ ﻭﺃﻛﺜﺮ ﺃﺟﺮﺍً؛ ﻟﻌﻈﻢ ﺣﻖ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﻭﺟﻮﺏ ﺑﺮﻫﻤﺎ ﻭﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻴﻬﻤﺎ، ﻭﻻ ﻓﺮﻕ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺑﻴﻦ ﻛﻮﻥ ﺍﻟﻤﺤﺴﻦ ﺃﺑﺎً ﺃﻭ ﺃُﻣًّﺎ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻣﻨﺎﻁ ﺑﺎﻟﻌﻤﻞ، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad shohih dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata: aku mendengar Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ ﻓﺼﺒﺮ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻭﺃﻃﻌﻤﻬﻦ ﻭﺳﻘﺎﻫﻦ ﻭﻛﺴﺎﻫﻦ ﻣﻦ ﺟﺪﺗﻪ ﻛﻦ ﻟﻪ ﺣﺠﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ
“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu ia bersabar atas mereka dan memberi mereka makan dan minum serta pakaian dari hasil usahanya, maka mereka akan menjadi hijab baginya dari api neraka pada hari kiamat.” [HR. al-Imam Ahmad dalam musnad asy-Syamiyyin dari hadits ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani no. 61762 dan Ibnu Majah dalam kitab al-Adab, bab Birrul Walid wal Ihsan ilal Banat no. 3659]
Hadits ini menunjukkan keutamaan berbuat baik kepada anak perempuan dan mengurusi kondisi mereka, dengan mengharap ganjaran di sisi Alloh azza wa jalla. Sesungguhnya hal tersebut adalah diantara sebab seseorang dimasukkan ke surga dan diselamatkan dari neraka.
Dan diharapkan pula bagi orang yang mengasuh/menanggung selain anak perempuan kandung, seperti saudara perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, dan yang selainnya yang membutuhkan, lalu ia berbuat baik kepada mereka dengan memberinya makan, minum dan pakaian, diharapkan mereka juga akan mendapatkan ganjaran seperti yang disebutkan oleh Nabi shollallohu alaihi wa sallam tentang orang yang mengasuh tiga orang anak perempuan. Dan keutamaan Alloh itu luas dan rahmat-Nya sangatlah besar.
Demikian pula orang yang mengasuh seorang atau dua orang anak perempuan atau selain itu, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, diharapkan mereka juga akan mendapatkan ganjaran dan pahala yang besar, sebagaimana hal tersebut ditunjukkan oleh keumuman ayat-ayat dan hadits-hadits tentang berbuat baik kepada orang faqir dan miskin dari kalangan kerabat dan selain mereka.
Dan jika keutamaan ini adalah dalam hal berbuat baik kepada anak perempuan, maka sesungguhnya berbuat baik kepada kedua orang tua atau salah seorang dari mereka atau kakek atau nenek, ganjarannya akan lebih besar dan lebih banyak karena besarnya hak orang tua dan wajibnya berbakti dan berbuat baik kepada keduanya. Dan tidak ada bedanya dalam hal tersebut apakah yang berbuat baik itu sebagai ayah ataukah ibu atau yang selainnya, karena hukumnya (ganjarannya) tergantung pada perbuatannya. Wallohu waliyyut taufiiq.

www.binbaz.org.sa/node/3425

Syabab Ashhabus Sunnah
www.ittibaus-sunnah.net
ASHHABUS SUNNAH

WA Al Istifadah
WALIS

Tentang BERDOA KETIKA BERHUBUNGAN SUAMI ISTRI

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma menyampaikan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sabda beliau, “Seandainya salah seorang dari kalian ketika mendatangi istrinya mengucapkan:
بِسمِ اللهِ اللُّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيطاَنَ مَا رَزَقتَناَ
“Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezkikan pada kami,”
lalu Allah tetapkan lahirnya anak dari hubungan keduanya, niscaya setan tidak akan membahayakan si anak selama-lamanya. (HR. Al-Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 3519)

Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata tentang bahaya yang disebutkan dalam hadits, “Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah setan tidak dapat merasuki anak yang lahir tersebut (terjaga dari kesurupan jin –pent.). Ada yang mengatakan setan tidak akan menusuk anak tersebut saat lahirnya sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang hal ini[1]. Tidak ada seorangpun yang membawa pengertian bahaya dalam hadits di atas kepada keumuman yang berupa penjagaan dari seluruh kemadaratan, was-was dan penyimpangan[2].” (Al-Ikmal, 4/610)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah menyebutkan adanya berbagai pendapat tentang maksud penjagaan si anak dari bahaya yang ditimbulkan setan seperti dinyatakan dalam hadits. Ada yang memaknakan, setan tidak apat menguasai si anak karena berkah tasmiyah (ucapan bismillah). Bahkan si anak termasuk dalam sejumlah hamba-hamba yang Allah nyatakan:
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, tidak ada kekuasaanmu atas mereka (engkau tidak bisa menguasai mereka) terkecuali orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang sesat/menyimpang.” (Al-Hijr: 42)
Ada pula yang mengatakan setan tidak akan menusuk perut si anak. Namun pendapat ini jauh dari kebenaran, karena bertentangan dengan zahir hadits yang menyebutkan:
كُلَّ بَنِي آدَمَ يَطْعُنُ الشَّيطَانُ فِي جَنْبَيهِ بِإِصْبِعَيْهِ حِينَ يُولَدُ، غَيرَ عِيسَى بْنِ مَريَمَ ذَهَبَ يَطعُنُ فَطَعَنَ فِي الْحِجَابِ
Ada yang berpendapat, setan tidak dapat membuatnya kesurupan. Ada pula yang berpandangan, setan tidak dapat membahayakan tubuh si anak. Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah berkata, “Dimungkinkan setan tidak dapat memadaratkan si anak pada agamanya juga.” Akan tetapi pendapat ini juga dipermasalahkan, karena tidak ada manusia yang maksum (terjaga dari dosa). Kata Ad-Dawudi tentang makna setan tidak akan memadaratkan si anak adalah, “Setan tidak dapat memfitnah si anak dari agamanya hingga ia keluar dari agamanya kepada kekafiran. Bukan maksudnya si anak terjaga dari berbuat maksiat.”
Ada pula yang berpandangan, setan tidak akan memadaratkan si anak dengan menyertai ayahnya menggauli ibunya, sebagaimana riwayat dari Mujahid, “Seorang lelaki yang berhubungan intim dengan istrinya dan ia tidak mengucapkan bismillah, setan akan meliliti saluran kencingnya lalu ikut menggauli istrinya bersamanya. Mungkin ini jawaban yang paling dekat.” Dalam hadits ini ada beberapa faedah. Di antaranya, hadits ini mengisyaratkan setan itu terus menyertai anak Adam, tidak terusir darinya kecuali dengan berzikir kepada Allah.” (Fathul Bari, 9/285-286)

Catatan kaki:

[1] Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
كُلَّ بَنِي آدَمَ يَطعُنُ الشَّيطَانُ فِي جَنْبَيهِ بِإِصْبِعَيْهِ حِينَ يُولَدُ، غَيرَ عِيسَى بْنِ مَريَمَ ذَهَبَ يَطعُنُ فَطَعَنَ فِي الْحِجَابِ
“Setiap anak Adam ditusuk oleh setan dengan dua jemarinya pada dua rusuk si anak Adam saat ia dilahirkan kecuali Isa ibnu Maryam. Setan ingin menusuknya ternyata setan menusuk pada hijab/tabir penghalang.” (HR. Al-Bukhari no. 3286)
Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu juga, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ماَ مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلاَّ يَمَسُّهُ الشَّيطَانُ حِيْنَ يُوْلَدُ فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيطَانِ، غَيرَ مَريَمَ وَابْنِهَا. ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيرَةَ: وِإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِl
“Tidak ada seorang pun dari anak Adam yang lahir melainkan setan menyentuhnya (menusuknya) saat ia lahir. Maka bayi yang baru lahir itu pun menjerit karena tusukan setan tersebut, selain Maryam dan putranya. Kemudian Abu Hurairah membaca ayat: “Dan sesungguhnya aku melindungkan dia (Maryam) dan anak turunannya kepada-Mu dari setan yang terkutuk.” (Ali ‘Imran: 36)
Disebabkan tusukan setan inilah, bayi yang baru lahir menangis karena rasa sakit yang didapatkannya. (Fathul Bari, 9/573)

[2] Maksudnya tidak ada satu ulama pun yang berpendapat si anak terjaga dari seluruh bahaya sehingga tak satupun bahaya dapat menyentuhnya.

Dikutip dari Majalah Asy-Syariah Online edisi 057. Penulis: al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah حفظه الله. Link artikel: http://asysyariah.com/membentengi-rumah-dari-setan-bagian-3/

Tentang AMAR MARUF NAHI MUNKAR KEPADA LAWAN JENIS YANG BUKAN MAHRAM

SYAIKH IBNU UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Pertanyaan:
Baarokallohu fiikum,
Ukhti Ummu Abdillah dari Kuwait bertanya: Kalau ada dari kerabat laki-lakiku yang dia bukan mahramku dalam keadaan dia tidak shalat, saya tidak pernah berbincang dengan dia dan saya hanya memberi salam saja kalau masuk ke rumah mereka dengan mengatakan “Assalamu’alaikum”. Saya tidak duduk-duduk dengannya dan tidak berbincang dengannya. Saya malu dengan dia sampai-sampai saya tidak pernah bertanya “Bagaimana keadaanmu dan keadaan anak-anakmu?” Apakah saya berdosa jika saya tidak menasihati dia untuk menjaga shalat dikarenakan keadaanku sebagaimana yang aku sebutkan, yaitu aku malu dengannya? Jazaakumullahu khoir.

Jawaban:
Wajib bagi setiap muslim secara umum untuk saling menasihati antara sesama mereka.
Akan tetapi, seorang wanita yang menasihati laki-laki sangat dikhawatirkan timbulnya fitnah.
Kalau dibuka celah seperti ini, maka nasihat tersebut, jika berasal dari wanita yang lemah agamanya, akan menjurus ke perkara yang lebih jauh, yaitu adanya perbincangan wanita dan pria (yang bukan mahram) dengan alasan ingin menasihati.
Akan tetapi, laki-laki yang anda sebutkan sebagai kerabat Anda, tetapi dia bukan mahram dan Anda biasa berkunjung ke rumahnya dan memberi salam kepada mereka jika masuk ke rumahnya, maka aku berharap tidak ada fitnah ketika Anda menasihatinya. Jika memang menasihatinya dengan cara berbicara langsung tidak menimbulkan fitnah, maka ini baik. Akan tetapi, jika memungkinkan untuk menulis untuknya tulisan yang berisi nasihat untuk melakukan kebaikan dan engkau mengingatkan dia dengan ancaman Allah jika dia meninggalkan shalat, maka ini lebih baik.
Adapun seseorang yang meninggalkan shalat, maka dia haruslah di-hajr (boikot) dan tidak diberi salam dan tidak boleh berkunjung kepadanya kecuali dalam rangka memberi nasihat dikarenakan seseorang yang meninggalkan shalat -semoga Allah melindungi kita- adalah murtad dari Islam dan tidak ada penghormatan baginya.

Sumber: http://binothaimeen.net/content/10634

Alih bahasa : Syabab Forum Salafy

http://forumsalafy.net/pendapat-syaikh-utsaimin-tentang-murtadnya-orang-yang-meninggalkan-shalat/

Tentang SALON DAN SPA KHUSUS MUSLIMAH

PERTANYAAN
Bismillah.
Semoga Ustadzah dalam keadaan sehat.
Ana pernah diberitahu bahwa seorang muslimah tidak boleh ke SPA (tempat perawatan kecantikan tubuh bagi wanita) untuk mengelakkan dari fitnah.l
Tapi kalau di Singapura ini, ada satu SPA yang khusus untuk muslimah, pekerjanya semua wanita Melayu Islam.
Apakah boleh kami pergi untuk mendapat perawatan sepenuhnya di SPA?
Ana mengetahui lebih baik perawatan tersebut dilakukan di rumah, tetapi kalau di SPA berbagai macam perawatan bisa kita dapatkan, seperti mandi susu, lulur dan sebagainya.
Mohon penjelasan Ustadzah hafizhakillah.

JAWABAN
Mandi SPA di salon kecantikan ada sedikitnya dua fitnah:
1. Kemungkinan, yang keluar masuk tempat SPA bukan semuanya wanita baik-baik, bisa juga dan besar kemungkinan wanita yang menjual diri menjadi pelanggan tetap di SPA. Bagaimana mungkin wanita berhijab ikut masuk ke tempat tersebut?
Maka fitnahnya besar.
2. Jika salon SPA khusus wanita muslimah, ternyata masih ada maksiat yang melanggar syari'at, yakni ketika mandi lulur dan semisalnya, bukankah pekerjanya menggosok dan menyentuh hampir seluruh tubuh kita?
Bahkan di daerah yang tidak boleh dilihat dan disentuh, -afwan- seperti daerah panggul bagian bawah, bukankah ini aurat? Tidak boleh dilihat apalagi disentuh dan bahkan digosok-gosok?
Itulah fitnahnya, bahkan itulah maksiatnya.
Jangankan kita yang masih hidup, bukankah memandikan jenazah tidak boleh tampak auratnya?
Juga tidak boleh menggosok dengan tangan telanjang sehingga langsung menyentuh kulit jenazah, tapi harus memakai 'glove' (meskipun yang terakhir ini ada khilaf).
Maka apalagi memandikan orang yang masih hidup, tentu larangannya lebih kuat.
Allahu a'lam wa barakallahu fiik.

Kamis, 5 Dzulqa'dah 1436 H / 20 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

Tentang MEMBELI BARANG YANG DILELANG BANK ATAU PEGADAIAN

PERTANYAAN
Bismillah. Assalamu'alaikum Ustadzah. Allah yahfazhuk.
Ana ingin bertanya, bolehkah kita membeli barang yang telah dilelang oleh Pegadaian?
Jazaakumullah khairan.

JAWABAN
Wa'alaikumussalam warahmatullah.
Tidak boleh berhubungan mu'amalah dengan Pegadaian, juga termasuk tidak boleh membeli barang yang dilelang di Pegadaian, karena Pegadaian sarat dengan RIBA.
Barakallahu fiik.

Kamis, 5 Dzulqa'dah 1436 H / 20 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

Tentang MENINGGALKAN SALAT BERJAMAAH DI MASJID KARENA SEKOLAH ATAU KULIAH

ASY SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Tanya:
Saya adalah salah seorang pelajar yang dikirim untuk menempuh pendidikan di Amerika Serikat, dan sesuatu yang diketahui bersama bahwa hari Jum’at adalah hari belajar, dan pada hari ini berbenturan antara jam pelajaran dengan shalat Jum’at yang ditegakkan di masjid di sebuah kota kecil, yaitu jam setengah dua. Dan tidak memungkinkan bagiku untuk menggabungkan antara jam pelajaran dengan shalat Jum’at pada waktu yang bersamaan, dan perlu diketahui bahwa di sana tidak ada pengganti untuk pelajaran ini, dan ini merupakan pelajaran pokok dalam program ini. Dan saya pernah memmperoleh ijin dari guru mata pelajaran ini, akan tetapi dia mengatakan padaku, “Lain kali saya tidak akan mengijinkanmu, karena hal ini mempengaruhi tingkat belajarmu.”
Apa yang harus saya lakukan? Berikanlah faedah kepadaku, mudah-mudahan Allah memberikan faedah kepadamu.

Jawab:
Saya berpendapat, apabila dia mendengar adzan maka wajib baginya untuk menghadiri shalat Jum’at berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum´at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(QS: Al-Jumuah Ayat: 9)
Apabila Allah Ta’ala memerintahkan untuk meninggalkan jual beli padahal jual beli terkadang termasuk kebutuhan yang sangat mendesak, ataupun menurut pendapat yang paling shahih merupakan kebutuhan manusia, demikian pula dalam kegiatan belajar ini, dia harus meninggalkannya kemudian menghadiri shalat Jum’at.
Adapun apabila masjidnya jauh, maka ia tidak diharuskan mendatanginya apabila memberatkan baginya untuk mendatangi tempat shalat Jum’at.

Sumber:
Majmu’ Fatawa wa Rasa-il asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 16/52

Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Ma’had Ibnul Qoyyim, Balikpapan

Kamis, 03 September 2015

Tentang MENJADI MUAZIN

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
من أذن اثنتي عشرة سنة وجبت له الجنة
“Barangsiapa yang adzan selama 12 tahun, maka wajib baginya (masuk) Jannah.”
(H.R. Ibnu Majah 728 dengan sanad yang shahih)

Berkata asy-Syaikh al-Albani mengomentari hadits tersebut:
وإن مما يؤسف له أن هذه العبادة العظيمة، والشعيرة الإسلامية، قد انصرف أكثر علماء المسلمين عنها في بلادنا، فلا تكاد ترى أحدًا منهم يؤذن في مسجد ما إلا ما شاء الله، بل ربما خجلوا من القيام بها، بينما تراهم يتهافتون على الإمامة، بل ويتخاصمون
Dan diantara perkara yang sangat disesalkan, bahwa ibadah yang agung ini dan termasuk syi’ar Islam, telah berpaling darinya mayoritas ulama kaum muslimin di negeri-negeri kita.
Maka hampir-hampir engkau tidak akan melihat seorangpun diantara mereka adzan di masjid manapun kecuali yang Allah kehendaki.
Bahkan terkadang mereka malu untuk menegakkannya (adzan). Sementara mereka saling berebut untuk menjadi imam. Bahkan saling bertengkar (diantara mereka)! (as-Silsilah ash-Shahihah 1-4/10)

Sumber artikel: KHAS

Alih Bahasa: WA TwIS

Tentang SUAMI BERDOA DAN SALAT DUA RAKAAT MENGIMAMI ISTRI KETIKA PERTAMA KALI MENDATANGINYA

Abdullah ibnu ‘Amr ibnul ‘Ash radhiyallahu 'anhuma mengabarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا، فَليَقُلْ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيرَهَا وَخَيرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِن شَرِّهَا وَمِن شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيهِ؛ وَإِذَا اشْتَرَى بَعِيرًا فَلْيَأخُذ بِذَرْوَةِ سَنَامِهِ وَلْيَقُلْ مِثْلَ ذَلِكَ
“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, hendaknya ia mengucapkan ; Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan dia di atasnya. Apabila ia membeli seekor unta, hendaklah ia memegang puncak punuk untanya dan hendaknya ia mengucapkan doa semisal di atas.”

Abu Dawud berkata, “Abu Said menambahkan:
ثُمَّ لِيَأخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيَدْعُ باِلْبَرَكَةِ فِي الْمَرأَةِ وَالْخَادِمِ
“Kemudian hendaknya ia memegang ubun-ubun istrinya dan mendoakan keberkahan pada istri atau si budak.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan dalam Shahih Abi Dawud)

Disenangi bagi seorang pengantin menunaikan shalat dua rakaat bersama istrinya saat ia masuk menemui istrinya sebagai upaya menjaga kehidupan rumah tangganya kelak dari setiap perkara yang tidak disenangi. Hal ini dinukilkan dari salaf. Salah satunya dari Syaqiq, ia berkata, “Datang seseorang bernama Abu Hariz. Ia mengabarkan, “Aku telah menikahi seorang gadis perawan yang masih muda dan aku khawatir ia akan membenciku.” Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:
إِنَّ الْإِلْفَ مِنَ اللهِ وَالْفِرْكَ مِنَ الشَّيْطَانِ، يُرِيدُ أَنْ يُكَرِهَّ إِلَيْكُمْ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكُم. فَإِذَا أَتَتْكَ فَأْمُرْهَا أَنْ تُصَلِّيَ وَرَاءَكَ رَكْعَتَينِ
“Sesungguhnya kedekatan itu dari Allah dan kebencian itu dari setan. Setan ingin membuat kalian benci terhadap apa yang Allah halalkan kepada kalian. Maka bila engkau mendatangi istrimu, suruhlah dia shalat dua rakaat di belakangmu.”

Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud ada tambahan:
وَقُلْ: اللَّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي أَهْلِي وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ، اللَّهُمَّّ اجْمَعْ بَينَنَا مَا جَمَعْتَ بِخَيرٍ وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيرٍ
“Dan ucapkanlah: Ya Allah, berilah berkah untukku pada keluarga/isteriku dan berilah berkah untuk mereka pada diriku. Ya Allah, kumpulkanlah kami selama Engkau mengumpulkannya dengan kebaikan dan pisahkanlah kami jika memang Engkau memisahkannya kepada kebaikan. (HR. Ibnu Abu Syaibah danAbdurrazzaq dalam Mushannafnya 6/191/10460-10461. Sanadnya shahih kata Al-Imam Al-Albani rahimahullah. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabsrani, 3/21/2, dengan dua sanad yang shahih. Lihat Adabuz Zafaf hal. 96)

Dikutip dari Majalah Asy-Syariah Online edisi 057. Penulis: al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah حفظه الله. Link artikel: http://asysyariah.com/membentengi-rumah-dari-setan-bagian-3/

Rabu, 02 September 2015

Tentang BIRO JODOH

FATWA LAJNAH DAIMAH
Pertanyaan Pertama dari Fatwa No. 17930

Pertanyaan:
ما حكم إعلان البنات عن أنفسهن في الجرائد والمجلات مع مواصفاتهن لمن يرغب خطبتهن والزواج منهن؟
Bagaimana hukumnya para wanita yang mengiklankan diri di koran dan majalah, disertai penjelasan ciri-ciri mereka untuk menarik minat pelamar yang ingin menikahi mereka?


Jawaban:
إعلان المرأة في الجرائد والمجلات عن رغبتها في الزواج وذكر مواصفاتها- يتنافى مع الحياء والحشمة والستر، ولم يكن من عادة المسلمين، فالواجب تركه. وأيضا هذا العمل يتنافى مع قوامة وليها عليها، وكون خطبتها عن طريقه وموافقته
Wanita yang mengiklankan diri di koran atau majalah, dan mengungkapkan keinginan menikah disertai penyebutkan ciri-ciri berarti tidak memiliki sifat malu dan kesopanan, serta tidak menutup aurat. Ini bukan kebiasaan orang-orang Islam dan wajib dihindari. Ini juga bertentangan dengan hak wewenang walinya, karena melamar wanita hanya sah dilakukan melalui jalur dan persetujuan walinya.

(Nomor bagian 18; Halaman 41)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Anggota:
Bakar Abu Zaid
Abdul Aziz Alu asy Syaikh
Shalih Al Fauzan
Abdullah bin Ghadyan

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Tentang MENCIUM MUSHAF AL QURAN

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah

Dalam keyakinan kami, perbuatan mengecup mushaf tersebut hukumnya masuk dalam keumuman hadits:
ﺇِﻳَّﺎﻛُﻢْ ﻭَﻣُﺤْﺪَﺛﺎَﺕِ ﺍﻟْﺄُﻣُﻮْﺭِ، ﻓَﺈِﻥَّ ﻛُﻞَّ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٍ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ، ﻭَﻛُﻞُّﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔٌ
"Hati-hati kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap yang diada-adakan merupakan bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” (Shahih At-Targhib wat Tarhib, 1/92/34)
Dalam hadits yang lain disebutkan dengan lafadz:
ﻭَﻛُﻞُّ ﺿَﻼَﻟَﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ
"Dan setiap kesesatan itu di dalam neraka.” (Shalatut Tarawih, hal. 75)

Kebanyakan orang memiliki anggapan khusus atas perbuatan semisal ini. Mereka mengatakan bahwa perbuatan mengecup mushaf tersebut tidak lain kecuali untuk menampakkan pemuliaan dan pengagungan kepada Al-Qur`anul Karim. Bila demikian, kita katakan kepada mereka, “Kalian benar. Perbuatan itu tujuannya tidak lain kecuali untuk memuliakan dan mengagungkan Al-Qur`anul Karim! Namun apakah bentuk pemuliaan dan pengagungan seperti itu dilakukan oleh generasi yang awal dari umat ini, yaitu para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, demikian pula para tabi’in dan tabi’ut tabi’in?” Tanpa ragu jawabannya adalah sebagaimana kata ulama salaf, “Seandainya itu adalah kebaikan, niscaya kami lebih dahulu mengerjakannya.”

Di sisi lain, kita tanyakan, “Apakah hukum asal mengecup sesuatu dalam rangka taqarrub kepada Allah 'Azza wa Jalla itu dibolehkan atau dilarang?” Berkaitan dengan masalah ini, kita bawakan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya, agar menjadi peringatan bagi orang yang mau ingat dan agar diketahui jauhnya kaum muslimin pada hari ini dari pendahulu mereka yang shalih. Hadits yang dimaksud adalah dari ’Abis bin Rabi’ah, ia berkata, “Aku melihat Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu mengecup Hajar Aswad dan berkata:
ﺇِﻧِّﻲ ﻟَﺄَﻋْﻠَﻢُ ﺃَﻧَّﻚَ ﺣَﺠَﺮٌ ﻻَ ﺗَﻀُﺮُّ ﻭَﻻَ ﺗَﻨْﻔَﻊُ، ﻓَﻠَﻮْﻻَ ﺃَﻧِّﻲ ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻳُﻘَﺒِّﻠُﻚَ ﻣَﺎ ﻗَﺒَّﻠْﺘُﻚَ
"Sungguh aku tahu engkau adalah sebuah batu, tidak dapat memberikan mudarat dan tidak dapat memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencium/mengecupmu niscaya aku tidak akan menciummu.” (Shahih At-Targhib wat Tarhib, 1/94/41)

Apa makna ucapan ‘Umar Al-Faruq radhiyallahu 'anhu, “Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencium/mengecupmu niscaya aku tidak akan menciummu.” Dan kenapa ‘Umar mencium/mengecup Hajar Aswad yang dikatakan dalam hadits yang shahih:
ﺍﻟْﺤَﺠَﺮُ ﺍﻟْﺄَﺳْﻮَﺩُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ
"Hajar Aswad (batu) dari surga.” (Shahihul Jami’, no. 2174)

Apakah ‘Umar menciumnya dengan falsafah yang muncul darinya sebagaimana ucapan orang yang berkata, “Ini adalah Kalamullah maka kami menciumnya”? Apakah ‘Umar mengatakan, “Ini adalah batu yang berasal dari surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa maka aku menciumnya. Aku tidak butuh dalil dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menerangkan pensyariatan menciumnya!” Ataukah jawabannya karena memurnikan ittiba’ (pengikutan) terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang yang menjalankan Sunnah beliau sampai hari kiamat? Inilah yang menjadi sikap ‘Umar hingga ia berkata, “Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencium/mengecupmu niscaya aku tidak akan menciummu….” Dengan demikian, hukum asal mencium seperti ini adalah kita menjalankannya di atas sunnah yang telah berlangsung, bukannya kita menghukumi dengan perasaan kita, “Ini baik dan ini bagus.”

Ingat pula sikap Zaid bin Tsabit, bagaimana ia memperhadapkan tawaran Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu 'anhuma kepadanya untuk mengumpulkan Al-Qur`an guna menjaga Al-Qur`an jangan sampai hilang. Zaid berkata, “Bagaimana kalian melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?!”

Sementara kaum muslimin pada hari ini, tidak ada pada mereka pemahaman agama yang benar. Bila dihadapkan pertanyaan kepada orang yang mencium mushaf tersebut, “Bagaimana engkau melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?”, niscaya ia akan memberikan jawaban yang aneh sekali. Di antaranya, “Wahai saudaraku, ada apa memangnya dengan perbuatan ini, toh ini dalam rangka mengagungkan Al-Qur`an!” Maka katakanlah kepadanya, “Wahai saudaraku, apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengagungkan Al-Qur`an? Tentunya tidak diragukan bahwa beliau sangat mengagungkan Al-Qur`an namun beliau tidak pernah mencium Al-Qur`an.”

Atau mereka akan menanggapi dengan pernyataan, “Apakah engkau mengingkari perbuatan kami mencium Al-Qur`an? Sementara engkau mengendarai mobil, bepergian dengan pesawat terbang, semua itu perkara bid’ah (maksudnya kalau mencium Al-Qur`an dianggap bid’ah maka naik mobil atau pesawat juga bid’ah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah naik mobil dan pesawat).” Ucapan ini jelas salahnya karena bid’ah yang dihukumi sesat secara mutlak hanyalah bid’ah yang diada-adakan dalam perkara agama. Adapun bid’ah (mengada-adakan sesuatu yang baru yang belum pernah ada di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) dalam perkara dunia, bisa jadi perkaranya dibolehkan, namun terkadang pula diharamkan dan seterusnya. Seseorang yang naik pesawat untuk bepergian ke Baitullah guna menunaikan ibadah haji misalnya, tidak diragukan kebolehannya. Sedangkan orang yang naik pesawat untuk safar ke negeri Barat dan berhaji ke barat, tidak diragukan sebagai perbuatan maksiat. Demikianlah.

Adapun perkara-perkara ta’abbudiyyah (peribadatan) jika ditanyakan, “Kenapa engkau melakukannya?” Lalu yang ditanya menjawab, “Untuk taqarrub kepada Allah!” Maka aku katakan, “Tidak ada jalan untuk taqarrub kepada Allah 'Azza wa Jalla kecuali dengan perkara yang disyariatkan-Nya.” Engkau lihat bila salah seorang dari ahlul ilmi mengambil mushaf untuk dibaca, tak ada di antara mereka yang menciumnya. Mereka hanyalah mengamalkan apa yang ada di dalam mushaf Al-Qur`an. Sementara kebanyakan manusia yang perasaan mereka tidak memiliki kaidah, menyatakan perbuatan itu sebagai pengagungan terhadap Kalamullah namun mereka tidak mengamalkan kandungan Al-Qur`an. Sebagian salaf berkata, “Tidaklah diadakan suatu bid’ah melainkan akan mati sebuah sunnah.”

Ada bid’ah lain yang semisal bid’ah ini. Engkau lihat manusia, sampai pun orang-orang fasik di kalangan mereka namun di hati-hati mereka masih ada sisa-sisa iman, bila mereka mendengar muadzin mengumandangkan adzan, mereka bangkit berdiri. Jika engkau tanyakan kepada mereka, “Apa maksud kalian berdiri seperti ini?” Mereka akan menjawab, “Dalam rangka mengagungkan Allah 'Azza wa Jalla!” Sementara mereka tidak pergi ke masjid. Mereka terus asyik bermain dadu, catur, dan semisalnya. Tapi mereka meyakini bahwa mereka mengagungkan Rabb mereka dengan cara berdiri seperti itu. Dari mana mereka dapatkan kebiasaan berdiri saat adzan tersebut?! Tentu saja mereka dapatkan dari hadits palsu:
ﺇِﺫَﺍ ﺳَﻤِﻌْﺘُﻢُ ﺍﻟْﺄَﺫَﺍﻥَ ﻓَﻘُﻮْﻣُﻮْﺍ
"Apabila kalian mendengar adzan maka berdirilah.” (Adh-Dha’ifah, no. 711)
Hadits ini sebenarnya ada asalnya, akan tetapi ditahrif oleh sebagian perawi yang dhaif/lemah atau para pendusta. Semestinya lafadznya: ﻗُﻮْﻟُﻮﺍ (ucapkanlah), mereka ganti dengan: ﻗُﻮْﻣُﻮْﺍ (berdirilah), meringkas dari hadits yang shahih:
ﺇِﺫَﺍ ﺳَﻤِﻌْﺘُﻢُ ﺍﻟْﺄَﺫَﺍﻥَ، ﻓَﻘُﻮْﻟُﻮْﺍ ﻣِﺜْﻞَ ﻣَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺛُﻢَّ ﺻَﻠُّﻮْﺍ ﻋَﻠَﻲَّ
"Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah semisal yang diucapkan muadzin, kemudian bershalawatlah untukku.” (Hadits riwayat Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya no. 384)

Lihatlah bagaimana setan menghias-hiasi bid’ah kepada manusia dan meyakinkannya bahwa ia seorang mukmin yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah Subhanahu wa Ta'ala. Buktinya bila mengambil Al-Qur`an, ia menciumnya dan bila mendengar adzan ia berdiri karenanya. Akan tetapi apakah ia mengamalkan Al-Qur`an? Tidak! Misalnya pun ia telah mengerjakan shalat, tapi apakah ia tidak memakan makanan yang diharamkan? Apakah ia tidak makan riba? Apakah ia tidak menyebarkan di kalangan manusia sarana-sarana yang menambah kemaksiatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala? Apakah dan apakah? Pertanyaan yang tidak ada akhirnya. Karena itulah, kita berhenti dalam apa yang Allah 'Azza wa Jalla syariatkan kepada kita berupa amalan ketaatan dan peribadatan. Tidak kita tambahkan walau satu huruf, karena perkaranya sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
ﻣَﺎ ﺗَﺮَﻛْﺖُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻣِﻤَّﺎ ﺃَﻣَﺮَﻛُﻢُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﻪِ ﺇِﻻَّ ﻭَﻗَﺪْ ﺃَﻣَﺮْﺗُﻜُﻢْ ﺑِﻪِ
"Tidaklah aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allah perintahkan kepada kalian kecuali pasti telah aku perintahkan kepada kalian.” (Ash Shahihah, no. 1803)

Maka apakah amalan yang engkau lakukan itu dapat mendekatkanmu kepada Allah 'Azza wa Jalla? Bila jawabannya, “Iya.” Maka datangkanlah nash dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang membenarkan perbuatan tersebut. Bila dijawab, “Tidak ada nashnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Berarti perbuatan itu bid’ah, seluruh bid’ah itu sesat dan seluruh kesesatan itu dalam neraka.

Mungkin ada yang merasa heran, kenapa masalah yang kecil seperti ini dianggap sesat dan pelakunya kelak berada di dalam neraka? Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah memberikan jawabannya dengan pernyataan beliau, “Setiap bid’ah bagaimanapun kecilnya adalah sesat.”

Maka jangan melihat kepada kecilnya bid’ah, tapi lihatlah di tempat mana bid’ah itu dilakukan. Bid’ah dilakukan di tempat syariat Islam yang telah sempurna, sehingga tidak ada celah bagi seorang pun untuk menyisipkan ke dalamnya satu bid’ah pun, kecil ataupun besar. Dari sini tampak jelas sisi kesesatan bid’ah di mana perbuatan ini maknanya memberikan ralat, koreksi, dan susulan (dari apa yang luput/tidak disertakan) kepada Rabb kita 'Azza wa Jalla dan juga kepada Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam. Seolah yang membuat dan melakukan bid’ah merasa lebih pintar daripada Allah 'Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Na’udzu billah min dzalik. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab."

(Dinukil dan disarikan oleh Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dari kitab Kaifa Yajibu ‘Alaina an Nufassir Al-Qur`an Al-Karim, hal. 28-34)

###

Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah

Pertanyaan:
Apa hukum mencium mushhaf al quran, tatkala jatuh dari suatu tempat?

Jawaban:
Kami tidak mengetahui dalil tentang pensyariatan untuk menciumnya.
Akan tetapi jika seseorang menciumnya, MAKA TIDAK MENGAPA.
Dikarenakan diriwayatkan dari seorang shahabat yang mulia Ikrimah bin Abi Jahl radhiyallahu, bahwasanya dahulu juga beliau mencium mushhaf al quran, seraya beliau mengatakan: "Ini adalah kalam Rabbku."
Maka tidak mengapa untuk mencium mushhaf al quran, akan tetapi bukan perbuatan yang disyariatkan. Dikarenakan tidak ada dalil tentang pensyariatannya.
Akan tetapi seandainya seseorang menciumnya, dalam rangka pengagungan dan pemuliaan, tatkala al quran tersebut jatuh dari tangannya atau dari suatu tempat, MAKA TIDAK MENGAPA yang demikian itu, insya Allah.

Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (9/289)

Forum Salafy Purbalingga

Tentang SALAT DI SHAF PERTAMA

Dari Abu Hurairoh Radiyallohu anhu bahwasanya Rasululloh Sholallohu alaihi wasalam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاسْتَهَمُوا
Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang ada pada adzan dan shaf pertama, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan mengundi, pastilah mereka akan mengundinya.
(HR. Bukhari 615, 652, 2689, Muslim 437)

Pada hadis lainnya Rasululloh Sholallohu alaihi wasalam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para Malaikat itu akan bershalawat kepada orang-orang yang berada pada shof pertama.
(HR. Ibnu Majah 825, Imam Ahmad 18152, dan dishohihkan Syaikh Al Albani pada kitab Shohih Ibnu Majah)

Forum Ilmiyah Karanganyar

Tentang MEMBERI PERHATIAN KEPADA ISTRI

Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz

Untaian Zamrud Buat IstriIstri mana yang tidak akan tersanjung bahagia jika seuntai perhiasan dikadokan sebagai hadiah oleh suaminya? Apalagi, untaian itu bukan sembarang untaian. Zamrud kehijau-hijauan asli dari kawasan tambang Kolombia, Amerika Latin. Ini bukan emas atau perak. Ini zamrud, lambang dari keindahan perhiasan.

Di tambah lagi watak wanita yang sangat menyukai perhiasan, tentu kado tersebut akan sangat berkesan. Jangankan seuntai zamrud, gelang perak atau cincin emas saja akan membuat hati seorang istri berbunga-bunga. Atau tidak usahlah emas dan perak, sebuah jepit rambut berwarna pink yang dibeli suami saat keluar kota, pasti memiliki nilai tersendiri ketika diserahkan sebagai oleh-oleh.

“Harganya memang tidak seberapa. Namun, jepit rambut ini adalah bukti bahwa aku selalu mengingat dirimu saat aku jauh darimu”, sapa sang suami.

Masalahnya, tidak semua suami mampu mengkadokan seuntai zamrud, gelang perak atau sebuah cincin emas. Juga tidak setiap saat seorang suami pergi keluar kota sehingga berkesempatan membeli oleh-oleh untuk sang istri. Padahal setiap istri selalu berangan-angan untuk disenangkan hatinya oleh suami. Jadi, langkah apa yang harus dilakukan seorang suami?

Di salah satu ayat surat AzZukhruf, Allah menegaskan tentang sifat dasar kaum wanita. Allah berfirman,
أَوَ مَن يُنَشَّؤُا فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ
Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. (QS. 43:18)

Ayat ini menjelaskan bahwa kaum wanita adalah makhluk yang selalu akrab dan senang dengan perhiasan sejak ia dilahirkan. Salah satu fungsinya adalah untuk mempercantik diri secara dzahir. Sifat wanita lainnya adalah keterbatasan di dalam mengungkapkan dan mengutarakan isi hati. Sekuat dan setegar apapun seorang wanita di dalam menghadapi kerasnya kehidupan, tetap saja ia harus memperoleh kelembutan dan perhatian. (Tafsir As Sa’di)

Jangan sakiti hati istrimu! Perlakukanlah dia dengan cinta dan kasih sayang. Berlemah lembutlah kepadanya!

Sebuah Ruang di Sudut Hati Istri

Sadarilah, wahai Suami…

Istri sebagai seorang wanita adalah makhluk yang membutuhkan kelembutan. Jalan terakhir yang bisa dilakukan oleh seorang istri –seringnya demikian- hanyalah menangis dan mencucurkan air mata. Pada dasarnya, seorang wanita lebih cenderung untuk menyimpan dan memendam rasa dari pada harus mengungkapkannya.

Tahukah Anda, wahai Suami? Apakah yang tersembunyi di sudut relung hati seorang istri?

Di sudut relung hati seorang istri ada sebuah ruang kecil dan tersembunyi. Ukuran ruang tersebut memang secara dzahir tidak terlalu besar. Namun, saat Anda benar-benar memasuki ruang tersebut ada sebuah alam ketentraman dan kebahagiaan yang bisa ia rasakan. Dari ruang tersebut memancar cahaya keceriaan yang tak kunjung padam selama Anda sebagai suami selalu menjaga agar sumber cahaya tersebut tetap menyala.

Andai ruang kecil di sudut relung hati istri, mampu Anda isi dan penuhi dengan nyala “perhatian”, pasti ia akan merasa menjadi istri yang beruntung. Bagi seorang istri, perhatian dari suaminya melebihi nilai zamrud, emas, perak dan perhiasan lainnya. Perhatian suami adalah seuntai perhiasan yang selalu di harap-harapkan oleh seorang istri.

Tidak perlu Anda bertanya lagi kepada istri Anda tentang hal ini! Sebab, ia hanya akan menjawab dengan anggukan penuh malu.

Nabi Muhammad adalah figur seorang suami yang sangat sempurna di dalam memberikan perhatian kepada istri. Bila saja kita memiliki kesempatan untuk sebentar saja menilik kehidupan rumah tangga beliau, tentu taman-taman indah akan terbentang luas di hadapan kita. Untuk merinci atau menyebutkan contoh-contoh perhatian Nabi Muhammad kepada istri seyogyanya memang dikhususkan dalam sebuah tulisan tersendiri.

Namun, cukuplah kiranya pesan dari Nabi Muhammad berikutini. Beliau bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَ أَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ
“Orang terbaik di antara kalian adalah orang yang terbaik di dalam bersikap kepada keluarganya. Dan saya adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku”. Hadist Ibunda Aisyah riwayat Tirmidzi (2/323) dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah 1/513.

Nah, wahai Suami, baarakallahufiik.

Berbentuk apakah perhatian yang bisa dilakukan untuk istri? Sangat banyak dan beragam jawabannya. Mudah-mudahan sepenggal tips berikut bisa Anda renungkan dan pikirkan dengan baik.

Menjadi Pendengar Terbaik Baginya

Sesuai kodratnya seorang istri mengemban tugas yang tidak ringan. Oleh sebab itu, seorang suami berkewajiban untuk membantu meringankan beban tersebut. Caranya?

Luangkan waktu untuk istri Anda! Ya, berilah waktu khusus untuk istri Anda agar dia bisa mengalirkan beban-bebannya yang sekian lama mengendap di hatinya. Kondisikan istri Anda agar mau berbagi cerita tentang aktifitas hari ini yang telah ia lakukan. Dan, Anda harus siap untuk menjadi seorang pendengar yang baik.

Waktu mungkin bukan masalah. Namun, memilih waktu yang tepat tentu semakin membuat istri Anda semakin merasa dicintai dan diperhatikan. Pilihlah waktu di malam hari, saat anak-anak Anda telah tertidur lelap dalam mimpi.

Berilah kesempatan untuk istri Anda bercerita tentang kondisi rumah dan anak-anak hari ini. Pengalaman menarik apa yang dirasakan saat berbelanja ke warung pagi tadi. Tanyakan kepada istri tentang apa yang bisa Anda lakukan untuknya. Buatlah istri Anda merasakan kenyamanan dan ketentraman saat ia bercerita di hadapan Anda. Sebab, tugas suami adalah menghadirkan ketentraman jiwa untuk sang istri.

Sadarilah bahwa salah satu tanda keharmonisan sebuah keluarga adalah komunikasi terbuka antara suami dan istri. Istri tidak pernah merasa khawatir dan cemas jika ia berterus terang. Ia menganggap suaminya sebagai penganyom dan pelindung. Sangat berbahaya sekali, jika istri menganggap Anda sebagai seorang penyidik atau interogator sehingga ia selalu merasa takut jika berbicara di hadapan Anda.

Al Imam Al Bukhari di akhir pembahasan tentang waktu-waktu shalat, membuat sebuah judul bab “Begadang bersama tamu dan keluarga”. Sebab, pada dasarnya begadang malam tidak boleh dilakukan kecuali dalam urusan agama. Namun, karena besarnya hak tamu dan keluarga, Islam lantas membolehkannya.

Sahabat Ibnu Abbas pernah bercerita (Shahih Bukhari),
بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ فَتَحَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَهْلِهِ سَاعَةً ثُمَّ رَقَدَ
“Aku pernah menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Rasulullah). Malam itu, Rasulullah berbincang-bincang dengan keluarga beliau (Maimunah) beberapa waktu. Setelah itu barulah beliau tidur.”

Apakah Anda Merasakan Lelah Juga?

Mungkin Anda bisa saja bertanya? Sebagai suami, saya pun merasakan lelah dan capek. Seharian saya mencari nafkah, dari pagi hingga petang. Malam hari tentu lebih baik saya gunakan tidur untuk beristirahat.

Nah, di titik inilah Anda sebagai seorang suami akan diuji.

Di dalam mencari nafkah, menjalankan rutinitas dalam sebuah profesi, tentu Anda dituntut untuk melayani orang lain, bukan? Dokter, pelayan toko, pedagang, pegawai, karyawan, guru, polisi, tentara, pengelola warung makan atau silahkan saja sebut profesi-profesi lain. Bukankah di setiap profesi tersebut, Anda harus bias memberikan pelayanan kepada masing-masing obyek profesi?

Lalu, jika Anda bisa memberikan pelayanan dan perhatian kepada orang lain, kenapa Anda tidak melakukannya kepada istri Anda sendiri? Selelah apapun Anda, berilah kesempatan istri untuk berbagi cerita.

Bayangkanlah, wahai Suami!

Di sebuah malam. Anak-anak Anda telah nyenyak bermimpi. Secangkir teh panas dan beberapa potong gorengan tersaji di meja makan sederhana. Anda sedang mendengarkan istri Anda bercerita tentang aktifitas hari ini. Tentang anak-anak dan pekerjaan rumah lainnya. Atau apapun cerita yang bisa diungkapkan oleh istri Anda.

Sesekali Anda memberikan tanggapan dengan penuh kelembutan dan canda. Buatlah ia tertawa untuk menggantikan lelahnya! Tataplah wajahnya dengan penuh kasih sayang. Tunjukkan bahwa Anda benar-benar serius mendengarkan ceritanya. Buktikan bahwa Anda adalah seorang suami yang mampu merangkai “perhatian” dalam sebuah untaian indah. Mengalahkan untaian zamrud kehijau-hijauan.

Semoga, istri-istri kita merasakan nyenyak dalam tidurnya dan bermimpi indah terselimuti oleh perhatian suaminya. Amin yaa Arham arRahimin.

Tentang BEKERJA DI BINATU (LAUNDRY)

TANYA :
Saya bekerja di tempat penyetrikaan pakaian. Terkadang saya harus menyetrika busana wanita dengan model terbuka atau gaun panjang yang juga tidak menutup aurat. Apakah saya berdosa jika tetap melakukannya, dan ikut menanggung dosanya? Ataukah itu tidak menjadi tanggung jawab saya?

JAWAB :
Apabila persoalannya seperti yang telah Anda sebutkan, maka tidak sepatutnya Anda melakukan laundry pada pakaian tersebut. Sebab, hal itu masuk dalam kategori saling membantu dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Allah Ta'ala berfirman, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta’- Fatwa Nomor 6007

TWI

WA Al Istifadah
WALIS

Selasa, 01 September 2015

Tentang MENJADI SAHABAT SEJATI

Tidaklah dikatakan sahabat sejati seseorang yang tidak menunaikan hak-hak yang harus ditunaikan.
Di antara hak tersebut, oleh al Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi رحمه الله dalam kitab beliau, Mukhtashar Minhajil Qashidun, yang secara ringkas adalah,

Pertama, memenuhi keperluan sahabat, baik ketika diminta maupun tidak, sesuai dengan kadar kemampuan, disertai kelapangan dada dan keceriaan di dalam menunaikannya.

Kedua, menahan lisan dari mengucapkan hal-hal yang tidak disukai sahabat, kecuali apabila memang harus berbicara, seperti ketika amar makruf dan nahi munkar.

Ketiga, mendoakan sahabat dengan kebaikan, baik ketika ia masih hidup maupun telah meninggal, sebagaimana berdoa kebaikan untuk diri sendiri.

Keempat, mencintai sahabat dengan tulus hingga si sahabat mencapai ajalnya, dilanjutkan dengan mencintai anak-anak, karib kerabatnya.

Kelima, senantiasa memberikan keringanan dan berupaya untuk tidak memberikan beban berat kepada sahabat.

Demikian beberapa hal yang hendaknya ditunaikan di dalam menjaga persahabatan sejati.

Wallahu a'lam bish shawab.

Dikutip dari:
Majalah Muslimah Qonitah, Edisi 22 (Mengecap Manisnya Iman dalam Berteman)