Hewan yang Hidup Di Dua Alam
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari)
Ada beberapa jenis hewan yang menjadi perselisihan para ulama karena kemampuan hewan tersebut hidup di dua alam: air dan darat. Apakah dia tergolong hewan air yang dihalalkan bangkainya, ataukah tergolong hewan darat yang tidak dihalalkan selain dengan cara disembelih, atau tidak dihalalkan sama sekali karena tergolong hewan buas yang dilarang untuk dikonsumsi.
Di antara hewan yang termasuk jenis ini: katak, penyu, kepiting, buaya, lumba-lumba, bebek, angsa, dan yang lainnya. Para ulama berselisih pendapat dalam hal menyikapi hewan-hewan ini.
1. Pendapat mazhab Hanbali mengatakan bahwa setiap hewan laut yang hidup di darat tidak dihalalkan tanpa disembelih secara syar’i, seperti burung air, penyu, anjing laut, kecuali hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir, seperti kepiting, maka dihalalkan tanpa harus disembelih.
2. Pendapat al-Imam Malik t bahwa hewan-hewan jenis ini dihalalkan secara mutlak
3. Pendapat ulama mazhab Syafi’i, sebagaimana disebutkan oleh an-Nawawi bahwa yang sahih dan menjadi sandaran mazhab Syafi’i adalah dihalalkan semua bangkai hewan laut selain katak. Mereka—atau sebagian mereka—menganggap penyu dan ular bukan jenis hewan laut. Beliau juga mengatakan, burung air seperti itik, angsa, dan yang semisalnya adalah halal, namun tidak dihalalkan bangkainya sehingga harus disembelih secara syar’i.
4. Pendapat mazhab Hanafi, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Badai’ ash-Shana’i, semua hewan yang ada di lautan haram dimakan selain ikan yang secara khusus dihalalkan, kecuali bangkai yang terapung di atas air.
(kitab al-Ath’imah, asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, hlm. 91)
Menurut penelitian, hewan-hewan yang disebutkan sebagai hewan yang hidup di dua alam terbagi menjadi tiga.
1. Hewan yang dihukumi sebagai hewan air, meskipun terkadang dapat hidup di darat dalam waktu yang lama. Termasuk golongan ini adalah anjing laut, ikan lumba-lumba, penyu, dan buaya.
Al-Haththab al-Maghribi al-Maliki t berkata, “Jika hewan laut tidak hidup selain di lautan dan tidak panjang kehidupannya di daratan, tidak ada problem tentang kesucian bangkainya. Akan tetapi, jika kehidupannya di daratan cukup lama, pendapat yang masyhur menyatakan bahwa bangkainya pun suci. Ini adalah pendapat al-Imam Malik t.” (Mawahib al-Jalil, 1/124)
Setelah menyebutkan pendapat para ulama yang mengecualikan beberapa jenis hewan yang diharamkan dari hewan air, al-Allamah Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Yang benar, tidak dikecualikan satu pun dari hewan-hewan laut berdasarkan keumuman hadits ini (yaitu hadits “dan bangkainya halal”), dan berdasarkan firman Allah l (al-Maidah: 96). Hal ini umum mencakup seluruh buruan laut dan tidak dikecualikan satu pun.” (Tas-hil al-Ilmam, syarah Bulughul Maram, Shalih al-Fauzan, 1/20)
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa dia termasuk hewan buas dan memangsa manusia, telah dijawab al-Allamah Ibnu Utsaimin t dengan berkata, “Tidaklah apa yang diharamkan di darat lalu diharamkan pula yang semisalnya di laut. Sebab, laut adalah habitat tersendiri, bahkan di lautan ada selain buaya yang bertaring dan menangkap mangsa dengan taringnya, seperti ikan hiu. Ada pula beberapa hewan aneh yang apabila melihat manusia dia akan segera meloncat di atasnya—sebagaimana yang telah diberitakan kepada saya oleh orang-orang yang biasa menyelam di lautan—sehingga berada di atasnya seperti awan mendung, lalu turun perlahan-lahan dan menelannya. Jika telah ditelan, yang ditelan pun mati….”
Beliau t kemudian berkata, “Kesimpulannya, di antara hewan-hewan pembunuh ada yang hukumnya halal. Oleh karena itu, kami mengatakan bahwa yang sahih, buaya tidak dikecualikan (dari golongan hewan laut lainnya, -pen.).” (asy-Syarhul Mumti’, Ibnu Utsaimin, 15/34—35)
2. Hewan yang dihukumi hewan darat, meskipun terkadang dapat menyelam dan berenang di air, seperti bebek, angsa, dan yang lainnya.
Hukumnya adalah hukum hewan darat, yang apabila tidak termasuk hewan yang diharamkan, ia halal dengan cara disembelih secara syar’i.
3. Hewan yang dapat hidup di mana saja, dalam batas waktu yang tidak tertentu, seperti halnya katak yang bisa hidup di dua alam.
Hewan jenis ini tidak termasuk hewan air, dan nash-nash yang menjelaskan tentang dihalalkannya bangkai hanyalah menjelaskan tentang hewan yang tidak hidup selain di laut/air, wallahu a’lam.
Ibnu Utsaimin t berkata, “Secara kenyataan, katak termasuk hewan yang hidup di darat dan air, jadi tidak termasuk hewan laut. Sebab, hewan laut adalah hewan yang tidak dapat hidup selain di air.” (asy-Syarhul Mumti’, 15/34)
Sebelumnya telah kami jelaskan bahwa katak termasuk hewan yang dilarang untuk dibunuh.
Sumber: Asy Syariah Edisi 080
Tidak ada komentar:
Posting Komentar