Cari Blog Ini

Minggu, 31 Juli 2016

HUKUM ADOPSI ANAK

HUKUM ADOPSI ANAK

salafymedia.com/blog/hukum-adopsi-anak/

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, shalawat dan salam bagi RasulNya, keluarga beliau serta sahabatnya, wa ba’du.
Komite Tetap Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa telah membaca pertanyaan dari sekertaris pelaksana Dewan Punjab untuk Kesejahteraan Anak, yang ditujukan kepada Ketua Bagian Riset Ilmiah, Fatwa dan Dakwah, yang dilimpahkan kepadanya dari Sekertaris Jenderal Majlis Ulama Besar no. 86/2 tanggal 15/1/1392H, yang isinya meminta penjelasan lebih jauh tentang aturan serta kaidah-kaidah berkenaan dengan hak anak adopsi dalam masalah waris?

Jawaban
Pertama : Adopsi anak sudah dikenal sejak zaman jahiliyah sebelum ada risalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dahulu anak adopsi dinasabkan kepada ayah angkatnya, bisa menerima waris, dapat menyendiri dengan anak serta istrinya, dan istri anak adopsi haram bagi ayah angkatnya (pengadopsi). Secara umum anak adopsi layaknya anak kandung dalam segala urusan. Nabi pernah mengadopsi Zaid bin Haritsah bin Syarahil Al-Kalbi sebelum beliau menjadi Rasul, sehingga dipanggil dengan nama Zaid bin Muhammad. Tradisi ini berlanjut dari zaman jahiliyah hinga tahun ketiga atau ke empat Hijriyah.
Kedua : Kemudian Allah memerintahkan anak-anak adopsi untuk dinasabkan ke bapak mereka (yang sebenarnya) bila diketahui, tetapi jika tidak diketahui siapa bapak yang asli, maka mereka sebagai saudara seagama dan loyalitas mereka bagi pengadopsi juga orang lain. Allah mengharamkan anak adopsi dinasabkan kepada pengadopsi (ayah angkat) secara hakiki, bahkan anak-anak juga dilarang bernasab kepada selain bapak mereka yang asli, kecuali sudah terlanjur salah dalam pengucapan. Allah mengungkapkan hukum tersebut sebagai bentuk keadilan yang mengandung kejujuran dalam perkataan, serta menjaga nasab dari keharmonisan, juga menjaga hak harta bagi orang yang berhak memilikinya.

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ ۖ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama-nama bapak mereka, itulah yang lebih baik dan adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadaap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Ahzab : 4-5]

مَنْ اِدَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ، أَوْ اِنْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَ الِيْهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ الْمُتَتَابَعَةُ

“Barangsiapa yang disebut bukan kepada bapaknya atau berafiliasi bukan kepada walinya, maka baginya laknat Allah yang berkelanjutan” [Hadits Riwayat Abu Daud]
Ketiga : Dengan keputusan Allah yang membatalkan hukum adopsi anak (yaitu pengakuan anak yang tidak sebenarnya alias bukan anak kandung) dengan keputusan itu pula Allah membatalkan tradisi yang berlaku sejak zaman jahiliyah hingga awal Islam berupa.
Membatalkan tradisi pewarisan yang terjadi antara pengadopsi (ayah angkat) dan anak adopsi (anak angkat) yang tidak mempunyai hubungan sama sekali. Dengan kewajiban berbuat baik antara keduanya serta berbuat baik terhadap wasiat yang ditinggalkan setelah kematian (ayah angkat) pengadopsi selama tidak lebih dari sepertiga bagian dari hartanya. Hukum waris serta golongan yang berhak menerimanya telah dijelaskan secara terperinci dalam syari’at Islam. Dalam rincian tersebut tidak disebutkan adanya hak waris di antara keduanya. Dijelaskan pula secara global perintah berbuat baik dan sikap ma’ruf dalam bertindak.

وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا

“Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama)” [Al-Ahzab : 6]
Allah membolehkan pengadopsi (ayah angkat) nikah dengan bekas istri anak angkat setelah berpisah darinya, walaupun diharamkan di zaman jahiliyah. Hal tersebut dicontohkan oleh Rasulullah sebagai penguat keabsahannya sekaligus sebagai pemangkas adat jahiliyah yang mengharamkan hal tersebut.

لَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا

“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya). Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” [Al-Ahzab : 37]
Nabi menikahi Zaenab binti Jahsy atas perintah Allah setelah suaminya Zaid bin Haritsah menceraikannya.
Keempat : Dari uraian diatas, maka menjadi jelas bahwa pembatalan terhadap hukum adopsi bukan berarti menghilangkan makna kemanusiaan serta hak manusia berupa persaudaraan, cinta kasih, hubungan sosial, hubungan kebajikan dan semua hal berkaitan dengan semua perkara yang luhur, atau mewasiatkan perbuatan baik.

1. Seseorang boleh memanggil kepada yang lebih muda darinya dengan sebutan “wahai anakku” sebagai ungkapan kelembutan, kasih sayang, serta perasaan cinta kasih sayang kepadanya, agar ia merasa nyaman dengannya dan mendengarkan nasehatnya atau memenuhi kebutuhannya. Boleh juga memanggil orang yang usianya lebih tua dengan panggilan, “wahai ayahku” sebagai penghormatan terhadapnya, mengharap kebaikan serta nasehatnya, sehingga menjadi penolong baginya, agar budaya sopan santun merebak dalam masyarakat, simpul-simpul antar individu menjadi kuat hingga satu sama lain saling merasakan persaudaraan seagama yang sejati.
Syari’at Islam telah menganjurkan untuk bertolong menolong dalam rangka kebajikan dan ketakwaan serta mengajak semua manusia berbuat baik dan menebarkan kasih sayang.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Maidah : 2]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَوَادِهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْؤُ تَدَاعَى لَهُ سَائِرَ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam masalah kecintaan dan kasih sayang serta pertolongan di antara mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu organ mengeluh kesakitan, niscaya seluruh tubuh ikut panas dan tak dapat tidur” [Hadits Riwayat Ahmad dan Muslim]

اِلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Seorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya bagaikan suatu bangunan sebagiannya menopang sebagian yang lain” [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i]
Termasuk dalam hal tersebut mengurusi anak yatim, fakir miskin, tuna karya dan anak-anak yang tidak mempunyai orang tua, yaitu dengan mangasuh dan berbuat baik kepadanya. Sehingga di masyarakat tidak terdapat orang yang terlantar dan tak terurus. Karena ditakutkan umat akan tertimpa akibat buruk dari buruknya pendidikan serta sikap kasarnya, ketika ia merasakan perlakuan kasar serta sikap acuh dari masyarakat.
Kewajiban pemerintah Islam adalah mendirikan panti bagi orang tidak mampu, anak yatim, anak pungut, anak tidak berkeluarga dan yang senasib dengan itu. Bila keuangan Baithul Mal tidak mencukupi, maka bisa meminta bantuan kepada orang-orang mampu dari kalangan masyarakat, sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

أَيُّمَا مُؤْ مِنٍ تَرَكَ مَالاَ فَلْيَرِثَهُ عَصَبَتُهُ مَنْ كَانُوا، وَإِنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعَل فَلْيَأْ تِنِيْ فَاَنَا مَوْلاَهُ

“Siapapun seorang mukmin mati meninggalkan harta pusaka, hendaknya diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak, siapapun mereka. Tetapi jika meninggalkan utang atau kerugian hendaklah dia mendatangiku, karena aku walinya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
Inilah yang disepakati bersama, semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad , keluarga serta sahabatnya.
[Komisi Tetap Untuk Fatwa, Fatawa Islamiyah 4/497]

Sabtu, 30 Juli 2016

Cara mengusir jin dari kediaman kita

```💥Penjelasan tentang keadaan JIN dan cara mengusirnya agar tidak ada di kediaman kita -biidznillah- 💥```

*Oleh Al Ustadz Abul Fida' As Silasafy (mukim poso) hafizhahullah wa ro'ahu*

Jangan jadikan rumah seperti kuburan
1. Perbanyak qiroatul quran
2. Dzikrulloh
3. Makmurkan koskosan dengan ibadah, terutama perbanyak baca surat Al Baqarah , karena syaithan akan lari dari rumah yg di bacakan surat Al Baqarah
4. Hilangkan semua gambar mahluk bernyawa (foto keluarga maupun diri sendiri dan juga boneka)
5. Ucapkan salam ketika masuk rumah kos
6. Setiap menjelang maghrib semua pintu dan jendela di tutup

in sya Alloh dengan di makmurkannya ibadah jin lama lama akan lari.
*TERUTAMA* permantap *TAUHID* dan *KETAKWAAN* para penghuni kos

📢 _Apakah jin bisa menampakkan diri dalam bentuk kuntilanak, pocong, dll?_

➡Naam bisa biidznillah , sebagian ulama menjelaskan yang sering menmpakan diri adalah tukang sihirnya para jin , wallohu a'lam

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah  mengatakan,:

     ”Didalam Al Qur’an disebutkan bahwa mereka (jin) mampu melihat manusia dari tempat yang manusia tidak bisa melihat mereka. Ini adalah kebenaran yang menunjukkan bahwa mereka bisa melihat manusia dalam suatu keadaan yang mereka tidak bisa dilihat oleh manusia. Dan mereka tidaklah bisa dilihat oleh seorang pun dari manusia pada suatu keadaan akan tetapi terkadang mereka bisa dilihat oleh orang-orang shaleh atau pun orang-orang yang tidak shaleh namun mereka semua tidaklah bisa melihat jin di setiap keadaan.

(Majmu’ al Fatawa juz VII hal 15)

Dengan izin Alloh, jin memiliki kemampuan beralih rupa atau bentuk, ke bentuk manusia dan hewan. Mereka pernah mendatangi kaum musyrikin dalam wujud Suraqah bin Malik untuk menjanjikan kemenangan bagi mereka. Demikian pula, sejumlah sahabat, di antaranya Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, pernah didatangi mereka dalam wujud orang tua yang ingin mencuri zakat yang sedang dijaganya. Mereka dapat beralih rupa menjadi unta, keledai, sapi, anjing atau kucing.
      Seringnya mereka berubah bentuk menjadi anjing hitam dan kucing. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, bahwa lewatnya anjing hitam di depan orang yang shalat memutuskan shalat orang itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebabnya :

الْكَلْبُ الأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

“Karena anjing hitam itu setan”.

      Jin. Juga sering berubah menjadi hewan, lalu menampakkan diri kepada manusia. Karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh ular yang muncul di dalam rumah, sebab dikhawatirkan itu merupakan jelmaan jin yang telah masuk Islam. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Sa ‘id Al Khudri, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ بِالْمَدِينَةِ جِنًّا قَدْ أَسْلَمُوا فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهُمْ شَيْئًا فَآذِنُوهُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنْ بَدَا لَكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فَاقْتُلُوهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ

“Sesungguhnya di Madinah ini ada segolongan jin yang telah masuk Islam. Jika kalian melihat satu dari mereka, maka mintalah kepada mereka untuk keluar (dalam jangka waktu) tiga hari. Jika ia tetap menampakkan diri kepada kalian setelah itu, maka bunuhlah ia, karena sesungguhnya dia itu setan”.

     Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecualikan untuk ular tertentu. Dari Abu Lubabah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ تَقْتُلُوا الْجِنَّانَ إِلاَّ كُلَّ أَبْتَرَ ذِي طُفْيَتَيْنِ فَإِنَّهُ يُسْقِطُ الْوَلَدَ وَيُذْهِبُ الْبَصَرَ فَاقْتُلُوهُ

“Janganlah kalian (langsung) membunuh ular (di dalam rumah), kecuali setiap ular yang terpotong (pendek) ekornya dan memiliki dua garis di punggungnya, karena ular jenis ini dapat menggugurkan kandungan dan membutakan mata. Maka bunuhlah ia”.
Wallohu a'lam bish showab

🍃 *WA PIS (Pesona Ikhwan Salafy)* 🍃

Jumat, 29 Juli 2016

Buah Pahit Maksiat

Pembaca Rahimakumullah,

 

Tatkala seorang hamba bermaksiat kepada Allah, baik dengan ucapan, perbuatan, maupun amalan hati, jangan pernah dia merasa bahwa perbuatannya itu tiada berefek apa-apa,  bahkan jika dia mau sedikit saja merenungkan akibat perbuatannya tersebut, niscaya akan nampak jelas baginya kerusakan demi kerusakan yang ditimbulkan olehnya.

 

Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah telah menyebutkan kerusakan-kerusakan tersebut secara ringkas dalam butir–butir kesimpulan dalam kitabnya yang terkenal “Al-Fawaid”, sebagai berikut:

 

1.       Minimnya taufik dan pendapat yang mencocoki kebenaran

 

2.       Menyamarkan al-haq bagi pelakunya

 

3.       Merusak hati

 

4.       Menjadikan pelakunya tidak dikenal

 

5.       Menyia-nyiakan waktu

 

6.       Membuat lari orang-orang di sekelilingnya

 

7.       Membuat pelakunya liar antara dirinya dengan Rabbnya

 

8.       Menghalangi terkabulnya do’a

 

9.       Menghilangkan berkah pada umur dan rizki

 

10.   Menghalangi pelakunya dari ilmu dan meliputkan pakaian kerendahan kepadanya

 

11.   Direndahkan musuh

 

12.   Menyempitkan dada

 

13.   Pelakunya akan diuji dengan teman-teman dekat yang jelek, yang merusak hati dan menyia-nyiakan waktu

 

14.   Lamanya rasa duka dan kesusahan yang diderita akibat kemaksiatan

 

15.   Mempersulit mata pencaharian

 

16.   Memperburuk keadaan hidup

 

Inilah, wahai pembaca sekalian, sekelumit efek negatif dan buah pahit yang akan menimpa pelaku kemaksiatan dan orang-orang yang lalai dari mengingat-Nya, sebagaimana kebakaran itu akibat dari api dan tumbuhnya tetumbuhan itu disebabkan oleh air, demikian pula buah-buah pahit ini akan dipanen pelaku kemaksiatan, wal ‘iyadzu billah.

 

Sebaliknya lawan dari hal tersebut di atas, buah-buah positif, akan terhasilkan dari ketaatan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

 

Oleh karena itu, pikirkanlah matang-matang akibatnya sebelum berkata dan bertindak, sebelum menjadi penyesalan besar pada hari yang tiada bermanfaat lagi taubat dan penyesalan.

Wallahu a’lam bish shawab. Wabillahit taufiq.

The post Buah Pahit Maksiat appeared first on Situs Resmi Ma'had As-Salafy.

Read full article at http://mahad-assalafy.com/2016/07/02/buah-pahit-maksiat/

Dahulukan Petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam Daripada Selainnya

Allah Azza wa Jalla berfirman,

 

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau adzab yang pedih.” (An-Nur : 63)

 

Berkata Ibnu Rajab Rahimahullah :

 

“Sehingga wajib atas setiap orang yang telah sampai kepadanya perintah (ketetapan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan diapun telah memahaminya pula, untuk menjelaskan ketetapan tersebut kepada umat ini, menasehati mereka, serta memerintahkan mereka agar mengikuti ketetapan tersebut, meskipun harus menyelisihi/bertentangan dengan pendapat/ketentuan tokoh besar yang ada di tengah-tengah umat ini. Karena sesungguhnya ketetapan/perintah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam itu jauh lebih berhak untuk diagungkan dan diikuti daripada pendapat tokoh besar manapun yang menyelisihi ketetapan beliau dalam sebagian permasalahan, sengaja atau tidak sengaja. Dari sinilah para shahabat dan orang-orang sesudah mereka menegaskan bantahan mereka terhadap semua yang menyelisihi sunnah yang sahih, bahkan tidak jarang mereka bersikap keras dalam bantahan tersebut, bukan karena benci kepada pelakunya, tapi karena dia (yang salah itu) adalah orang yang dicintai di tengah-tengah mereka, diagungkan oleh jiwa-jiwa mereka. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam jauh lebih mereka cintai, dan perintah/ketetapan beliau jauh di atas semua perintah makhluk lainnya. Sehingga apabila perintah beliau bertentangan dengan perintah manusia selain beliau, maka perintah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam lebih utama untuk didahulukan dan diikuti. Dan penghormatan terhadap orang yang menyelisihi ketetapan beliau itu meskipun kesalahannya itu diampuni tidaklah menghalangi seseorang untuk lebih mengagungkan dan mengikiti perintah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Bahkan orang yang menyelisihi dan kesalahannya diampuni tersebut tidak akan marah bila seseorang menyelisihi ketentuannya, apabila sudah jelas ketetapan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam yang bertentangan dengannya.

 

(Dinukil dari Ta’liq terhadap Iqamatul Himam hal 93)

 

Berkata Al-Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah:

 

“Janganlah kamu taqlid kepadaku, dan jangan pula taqlid kepada Malik, Asy–Syafi’i, Al–Auza’i  ataupun Ats–Tsauri. Ambillah dari sumber mana mereka mengambilnya.”

 

(HR. Ibnu Abi Hatim dalam Adab Syafi’i –hal 92-, Abul Qasim As Samarqandi dalam Al-Amali sebagaimana dalam Al-Muntaqa Abu Hafzh Al-Muaddid(234/1), Abu Nua’aim dalam Al-Hilyah (9/106) dan Ibnu ‘Asakir (15/10/1), dengan sanad yang shahih).

 

Berkata AlImam AsySyafi’i Rahimahullah:

 

“Apabila kamu lihat saya mengatakan satu pendapat, padahal yang shahih dari Nabi adalah menyelisihinya, maka ketahuilah bahwa akal saya sudah hilang.”

 

Allah Azza wa Jalla berfirman:

 

“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya, amat sedikit di antara kalian yang mengingat.“ (AlA’raf: 3)

 

Maka ayat di atas telah jelas bagi orang yang beriman kepada apa yang Allah turunkan dari langit-Nya berupa kitab suci yang tidak ada keraguan padanya, yang bisa mengobati seseorang dari penyakit-penyakit hati dari penyimpangan atau keraguan dan sebagai petunjuk menuju jalan yang lurus yaitu Al-Qur’an, terkandung padanya perintah untuk kembali kepada Al-Qur’an  dan mengikutinya dan larangan untuk mengedepankan ucapan selain darinya.

(Dikutip dari Terjemahan Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Maktabah Al–Ghuraba’ dengan sedikit penambahan)

The post Dahulukan Petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam Daripada Selainnya appeared first on Situs Resmi Ma'had As-Salafy.

Read full article at http://mahad-assalafy.com/2016/07/03/dahulukan-petunjuk-nabi-shallallahu-alaihi-wasallam-daripada-selainnya/

Hukum Mengangkat Tangan Ketika Takbir Shalat Id

Para ulama berbeda pendapat, apakah mengangkat tangan ketika takbir-takbir tambahan (selain takbiratul ihram) dalam shalat ‘id itu termasuk sunnah atau bukan.

Pendapat Pertama

Disyari’atkan mengangkat kedua tangan ketika takbir.

Ini adalah pendapat jumhur ulama, di antaranya Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, dan salah satu pendapat dari madzhab Maliki.

Dan di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah An-Nawawi, Al-Juzajani, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Ibnul Qayyim, Ath-Thahawi, Asy-Syaikh bin Baz, Asy-Syaikh Al-Fauzan, dan juga Al-Lajnah Ad-Da’imah.

Dalilnya:

Al-Imam Ahmad, Ibnul Mundzir, Al-Baihaqi, dan yang lainnya berdalil dengan hadits dari Ibnu ‘Umar, bahwa dia berkata:

كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إذا قام إلى الصلاة رفع يديه حتى إذا كانتا حذو منكبيه كبر ، ثم إذا أراد أن يركع رفعهما حتى يكونا حذو منكبيه ، كبر وهما كذلك ، فركع ، ثم إذا أراد أن يرفع صلبه رفعهما حتى يكونا حذو منكبيه، ثم قال سمع الله لمن حمده ، ثم يسجد ، ولا يرفع يديه في السجود ، ويرفعهما في كل ركعة وتكبيرة كبرها قبل الركوع حتى تنقضي صلاته

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hendak shalat, beliau mengangkat kedua tangannya, sampai ketika keduanya sejajar dengan pundaknya, beliau bertakbir. Kemudian ketika hendak ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar pundaknya, dan beliau pun bertakbir dalam keadaan kedua tangannya tetap pada posisi demikian. Kemudian beliau ruku’. Kemudian ketika hendak bangkit dari ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar kedua pundaknya, kemudian mengatakan : sami’allahu liman hamidah. Kemudian beliau sujud, dan beliau tidak mengangkat kedua tangannya ketika sujud. Dan beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap rakaat dan takbir yang dilakukan sebelum rukuk sampai selesai shalat beliau.”

[HR. Ahmad dalam Musnadnya, Abu dawud dalam Sunannya, Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa’, Ibnul Mundzir Ad-Daraquthni dalam sunannya, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, dan yang lainnya, sanadnya shahih].

Adapun sisi pendalilannya adalah keumuman lafzah:

Dan beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap rakaat dan takbir yang dilakukan sebelum rukuk sampai selesai shalat beliau

Dan takbir-takbir tambahan (pada shalat ‘id) dilakukan sebelum rukuk.

Qiyas bahwasanya takbir-takbir tersebut dilakukan ketika berdiri, maka ini seperti takbiratul ihram dan takbir ketika hendak ruku’.

Atsar dari ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau mengangkat kedua tangannya ketika takbir-takbir shalat jenazah dan shalat id. [HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra(III/293)].

Atsar dari ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau dahulu juga mengangkat kedua tangannya ketika takbir-takbir shalat jenazah.

Adapun sisi pendalilan dari atsar ini adalah bahwa takbir-takbir shalat id diqiyaskan dengan takbir-takbir shalat jenazah.

Atsar dari ‘Atha’ bin Abi Rabah rahimahullah, bahwa dahulu beliau juga mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir dan orang-orang yang di belakangnya (para makmum) juga mengangkat tangan-tangan mereka.

Al-Imam Maliki bin Anas berkata: “Angkat kedua tanganmu pada setiap takbir.”

Yahya bin Ma’in berkata: “Aku berpendapat (disyari’atkannya) mengangkat kedua tangan pada setiap takbir.”

Ibnu Qudamah berkata: “Jadi kesimpulannya adalah disukai untuk mengangkat kedua tangan.”

Ibnul Qayyim berkata: “Ibnu ‘Umar yang beliau adalah seorang yang benar-benar berupaya untuk mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir.”

Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz berkata tentang hadits Ibnu ‘Umar tersebut: “Cukuplah hadits tersebut sebagai dalil disyari’atkannya mengangkat kedua tangan.”

 Pendapat Kedua,

Tidak disyari’atkan mengangkat kedua tangan ketika takbir.

Ini adalah pendapat dari madzhab Maliki, Ibnu Hazm Azh-Zhahiri.

Dalilnya:

Tidak ada sunnah yang shahihah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir.

Al-Imam Malik berkata: “Tidak disyari’atkan mengangkat kedua tangan sekalipun pada setiap takbir shalat idul fithri dan idul adha kecuali pada takbir yang pertama (yakni takbiratl Ihram).”

Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan atsar yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa beliau dahulu juga mengangkat kedua tangannya ketika takbir-takbir shalat jenazah.

Beliau berkata ketika menyanggah pendapat yang menshahihkan atsar tersebut: “Adapun penshahihan sebagian ulama yang mulia terhadap atsar yang menyebutkan diyari’atkannya mengangkat kedua tangan sebagaimana dalam ta’liq beliau terhadap Fathul Bari [III/190] adalah merupakan kesalahan yang nyata sebagaimana hal ini tidak tersamarkan lagi di kalangan orang yang mengetahui bidang ini (ilmu hadits).”

Beliau juga berkata: “Tidak disunnahkan mengangkat kedua tangan karena yang demikian tidak pernah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan apa yang diriwayatkan dari ‘Umar dan anaknya (Ibnu ‘Umar) tidak menjadaikan amalan ini sebagai amalana yang sunnah.”

Beliau juga berkata: “Kami tidak mendapatkan dalam sunnah satu dalil pun yang menunjukkan disyari’atkannya mengangkat kedua tangan selain dari takbir pertama (takbiratul ihram), dan ini adalah madzhab Al-Hanifiyyah, dan pendapat yang dipilih oleh Asy-Syaukani, dan Ibnu Hazm juga memilih madzhab ini.”

Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad berkata: “Aku tidak mendapati satu dalil pun yang menunjukkan disyari’atkan mengangkat kedua tangan pada takbir-takbir shalat id.”

 Apa yang harus kita lakukan?

Jawabannya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan:

إن رفع فلا حرج وإن لم يرفع فلا حرج

“Jika mengangkat kedua tangan, maka ini tidak mengapa. Dan jika tidak mengangkat kedua tangan, maka inipun juga tidak mengapa.” (Durus Al-Haram Al-Makki 1424 H)

Wallahu a’lam bish shawab.

The post Hukum Mengangkat Tangan Ketika Takbir Shalat Id appeared first on Situs Resmi Ma'had As-Salafy.

Read full article at http://mahad-assalafy.com/2016/07/05/hukum-mengangkat-tangan-ketika-takbir-shalat-id/

Badr, Saksi Bisu Ketabahan Prajurit Tak Kenal Gentar

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ta’ala, Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah lagi keistimewaan yang melimpah.

Di antara keistimewaan bulan ini adalah Allah subhanahu wata’ala menurunkan pertolongan-Nya kepada kaum muslimin pada Perang Badr Kubra atas musuh-musuh mereka (kaum musyrikin). Hari tersebut dikenal dengan Yaumul Furqan (hari pembeda). Karena dengannya Allah subhanahu wata’ala memisahkan antara hak dan batil.

Allah subhanahu wata’ala menolong rasul-Nya dan kaum muslimin serta menghinakan kaum kufar musyrikin pada hari tersebut.

Semua itu terjadi pada Bulan Ramadhan.

Sebab pertempuran ini adalah sampainya kabar kepada Rasul shallallahu alaihi wasallam bahwa Abu Sufyan telah kembali dari Syam dengan membawa iring-iringan kafilah dagang Quraisy. Sehingga Rasul shallallahu alaihi wasallam memanggil para sahabat untuk bersama-sama menghadang kafilah dagang tersebut dan mengambil barang dagangan mereka. Yang demikian itu adalah hal yang wajar karena beberapa sebab. Di antaranya,

- Quraisy memerangi Rasul shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat.
- Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin.
- Kaum musyrikin telah mengeluarkan kaum muhajirin dari Mekah dan merampas harta meraka.
- Musyrikin Quraisy bangkit melawan dakwah Rasul shallallahu alaihi wasallam.

Sebab-sebab ini sudah cukup membuat Quraisy pantas menerima sesuatu yang direncanakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat untuk merampas barang dagangan mereka.

Berangkatlah Nabi shallallahu alaihi wasallam bersama lebih dari 300 sahabat dengan membawa 2 kuda dan 70 unta. Mereka saling bergantian mengendarainya. 70 orang dari kalangan Muhajirin. Adapun sisanya dari kaum Anshar. Tujuan mereka adalah merampas barang dagangan Quraisy, bukan untuk bertempur. Akan tetapi dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala, Abu Sufyan mengetahui rencana mereka. Sehingga dengan segera ia mengirim utusan kepada Quraisy yang ada di Mekah, meminta bala bantuan untuk melindungi barang dagangan mereka. Abu Sufyan mengambil jalur pantai, tidak melewati jalur biasanya.

Ketika utusan Abu Sufyan datang, Quraisy berangkat disertai para tokoh mereka dan 1000 prajurit yang terdiri dari 100 kavaleri dan 700 unta.

Setelah Abu Sufyan mengetahui keberangkatan pasukan tersebut, ia mengirim utusan untuk mengabarkan lolosnya mereka dari hadangan pasukan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan memberi isyarat tersirat kepada Quraisy agar kembali dan tidak melanjutkan peperangan. Tetapi mereka enggan. Berkatalah Abu Jahl, ”Kami tidak akan kembali sampai kami menginjakkan kaki di Bumi Badr, menetap di sana selama 3 hari, menyembelih unta, berpesta pora, dan mabuk-mabukan agar seluruh bangsa Arab mengetahui siapa kita. Niscaya mereka senantiasa segan kepada kita.”

Di sisi lain, ketika sampai berita kepada Rasul shallallahu alaihi wasallam tentang keberangkatan pasukan Quraisy, beliau pun mengumpulkan para sahabat yang bersamanya untuk bermusyawarah. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari 2 golongan; kafilah dagang atau pasukan perang.”

Bangkitlah salah seorang dari kalangan Muhajirin bernama Miqdad bin Al Aswad seraya berkata, “Wahai Rasulullah, lakukanlah apa yang Allah subhanahu wata’ala perintahkan kepadamu. Demi Allah, kami tidak akan berucap sebagaimana yang pernah diucapkan Bani Israil kepada Musa alaihissalam-pergilah engkau bersama Rabb-mu dan berperanglah kalian berdua. Kami duduk di sini menunggumu-. Sesungguhnya kami akan berperang bersamamu di sebelah kanan dan kirimu serta di arah depan dan belakangmu.”

Kemudian berdirilah seseorang dari kalangan Anshar yang bernama Sa’ad bin Muadz (pemuka Aus). Dia berujar, “Wahai Rasulullah, sepertinya engkau khawatir orang-orang Anshar tidak lagi membantumu selain di negeri mereka (Madinah). Berangkatlah sekehendakmu, sambunglah tali persaudaraan dengan siapapun yang engkau inginkan, dan putuskan tali kekerabatan dengan orang-orang yang engkau kehendaki. Ambillah harta kami sesukamu dan tinggalkan untuk kami sesukamu. Apapun yang engkau ambil dari harta kami lebih kami cintai daripada yang engkau sisakan. Segala kebijakan yang engkau tetapkan akan kami ikuti. Seandainya engkau membawa kami ke dalam sumur yang gelap niscaya kami akan ikut bersamamu. Kami tidak enggan untuk bertemu musuh esok hari. Kami akan tabah ketika berperang dan jujur ketika bertemu musuh. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu apapun yang membuatmu percaya kepada kami.”

Nabi shallallahu alaihi wasallam pun senang dengan perkataan kaum Muhajirin da Anshar –semoga Allah meridhai mereka-. Beliau pun memberikan komando, “Berangkatlah kalian dan bergembiralah seakan-akan aku melihat tempat jatuhnya kepala-kepala mereka (kaum musyrikin).”

Kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam berangkat bersama pasukan menuju Badr dan singgah di mata air yang rendah di daerah tersebut. Berdirilah Al Hubab bin Al Mundzir dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Allah yang menentukan tempat ini atau strategimu? Karena peperangan adalah tipu daya.”

Nabi shallallahu alaihi wasallam mejawab, “Ini adalah strategiku. Bahkan peperangan adalah strategi dan tipu daya.”

Al Hubab pun memberi saran agar terus bergerak dan berhenti di tempat yang paling dekat jaraknya dengan sumber air dibanding posisi musuh. Sehingga kaum muslimin bisa membuat satu kolam yang cukup menampung air untuk kebutuhan mereka dan menutup sumber air lainnya, tinggallah musuh dalam kondisi tidak memiliki persediaan air. Rasul shallallahu alaihi wasallam menganggap baik usulan cerdas tersebut dan melaksanakannya.

Setelah itu kaum muslimin mendirikan tenda untuk tempat tinggal, mendirikan satu markas komando bagi Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan menentukan para pengawal yang dikomandani oleh Sa’ad bin Muadz radhiyallahu anhu.

Wallahua’lambishshawab

The post Badr, Saksi Bisu Ketabahan Prajurit Tak Kenal Gentar (bagian 1) appeared first on Situs Resmi Ma'had As-Salafy.

Read full article at http://mahad-assalafy.com/2016/07/09/badr-saksi-bisu-ketabahan-prajurit-tak-kenal-gentar-bagian-1/

Kamis, 28 Juli 2016

Great Rewards for Easy Actions

Would you like. . . . ? Great Rewards for Easy Actions
Translated By Abbas Abu Yahya

1 – Would you like to be close to Allaah?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( أقرب ما يكون العبد من ربه و هو ساجد فأكثروا الدعاء ))

‘The closest the slave of Allaah is to his Lord is when he is in Sajda (prostration), so make Dua a lot.’

[Collected by Muslim]

2 – Would you like the reward of Hajj?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

 (( العمرة فى رمضان تعدل حجة أو حجة معى ))

‘Umrah in Ramadan is equivalent to Hajj or Hajj with me.’

[Collected by Bukhari and Muslim]

3 – Would you like a home in Paradise?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( من بنى مسجداً لله بنى الله لة فى الجنه مثلة ))

‘Whoever built a Masjid for Allaah, then Allaah builds for him in Paradise likewise. ‘

[Collected by Muslim]

4 – Would you like to achieve the pleasure of Allaah Subhanahu wa Ta’ala? 

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

 (( إن الله ليرضى عن العبد يأكل الأكلة فيحمده عليها و يشرب الشربة فيحمده عليها ))

‘Indeed Allaah is pleased with the slave of Allaah who eats a morsel of food and praises Allaah for it and drinks a sip and praises Allaah for it.’

[Collected by Muslim]

5 – Would you like your Dua’ to be responded to?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( الدعاء بين الأذان و الإقامة لا يرد ))

‘The Dua’ made between the Adhan and the Iqama is not rejected.’

[Collected by Abu Dawood, Tirmidhi, Ibn Hibban authenticated by Albaani in ‘Saheeh al-Jamia’ no. 3408]

6 – Would you like the reward for fasting the complete year written for you?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

صوم ثلاثة أيام من كل شهر يعدل صوم الدهر كله))))

‘Fasting three days from every month is equivalent to fasting the whole year.’

[Collected by Bukhari and Muslim]

7 – Would you like to have good deeds the size of mountains?
The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( من شهد الجنازة حتى صلى عليها فلة قيراط و من شهدها حتى تدفن فلة قيراطان قيل و ما القيراطان ؟ قال مثل الجبلين العظيمين ))

‘Whoever attends a funeral prayer until he prayed for the deceased then he will have a Qiraat (mountain of gold) of reward and whoever attends the funeral until the burial will have two Qiraat of reward.’

It was asked what are two Qiraat?  The Prophet said: ‘The like of two great mountains.’

[Collected by Bukhari and Muslim]

8 – Would you like to accompany the Prophet in Paradise?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( أنا و كافل اليتيم كهاتين فى الجنه و أشار بإصبعية السبابة و الوسطى ))

‘I and the guardian of an orphan are like these two in Paradise,’ and he indicated by placing his index finger and forefinger together.’

[Collected by Bukhari]

8 – Would you like that your actions continue after your death?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا ثلاث : صدقة جارية , أو علمٍ ينتفع به , أو ولد صالح يدعو له

‘If a person dies his actions are discontinued except for three: continuous charity, or knowledge which is benefited by, or a righteous son (child) who supplicates for him.’

[Collected by Bukhari]

9 – Would you like a gem from the gems of Paradise?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

 (( لا حول ولا قوه الا بالله ))

‘There is no power or might except with Allaah.’

La hawla wa la quwwata illa billaa

[Collected by Bukhari and Muslim]

10 – Would you like the reward of praying the whole night?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( من صلى العشاء فى جماعة كأنما قام نصف الليل و من صلى الصبح فى جماعة كأنما صلى الليل كلة ))

‘Whoever prays Isha prayer in congregation then it is as if he prayed half the night, and whoever prayed the morning prayer in congregation then it is as if he prayed the whole night.’

[Collected by Muslim]

11 – Would you like to read a third of the Qur’aan in a minute?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( قل هو الله أحد تعدل ثلث القرأن ))

‘Say Allaah is only one is equivalent to a third of the Qur’aan.’

[Collected by Muslim]

12 – Would you like that your scales are heavy with good deeds?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa sallam– said:

(( كلمتان خفيفتان على اللسان حبيبتان الى الرحمن ثقيلتان فى الميزان)(

There are two words which are gentle on the tongue, beloved to ar-Rahmaan and heavy on the scales: –

: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ.

‘Far is Allaah from imperfection and praise is for Him, Far is Allaah The Sublime from imperfection

Subhana Allaahi wa Bihamdihi, Subhana Allaahil Atheem

[Collected by Bukhari and Muslim]

 

13 – Would you like that Allaah increases your provisions?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( من سرة أن يبسط فى رزقة أو ينسأ له فى أثرة فليصل رحمه ))

‘Whoever is pleased that his provision is increased or that his life is lengthened then he should keep good relations with his relatives.’

[Collected by Bukhari]

14 – Would you like that Allah would love to meet you?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( من أحب لقاء الله أحب الله لقائة ))

‘Whoever loves to meet Allaah,  then Allah loves to meet him.’

[Collected by Bukhari]

15 – Would you like that Allaah protects you?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( من صلى الصبح فهو في ذمة الله ))

‘Whoever prays the morning prayer then he is under the protection of Allaah.’

[Collected by Muslim]

16 – Would you like Salat sent upon you ten-fold?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

من صلّى عليّ واحدة صلى الله عليه بها عشراً

‘Whoever sends Salat upon me once, then Allaah sends Salam upon him ten-fold.’

[Collected by Muslim, Abu Dawood, Nisa’ee, Tirmidhi & Ibn Hibban. Albaani graded it Saheeh in ‘Saheeh Targheeb wa Tarheeb’ 2/288/1656]

17 – Would you like that Allaah raises your status?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( و ما تواضع أحد لله إلا رفعه الله عز و جل ))

‘No one humbled himself for Allaah except that Allaah -Azza wa Jal –raises his status.’

[Collected by Muslim]

 

18 – Would you like to be distanced between yourself and hell fire by seventy years?

The Messenger of Allaah –sallAllaahu alayhi wa Salam– said:

(( من صام يوماً فى سبيل الله باعد الله بينة و بين النار سبعين خريفاً ))

‘Whoever fasted a day for the sake of Allaah, then Allaah distances between him and the Hell fire seventy years.’

[Collected by Bukhari and Muslim]

Tentang SYAIKH RABI

Tukpencarialhaq:
💥💥 *ASY-SYAIKH RABI',  MUJAHID YANG DIBENCI AHLUL BID'AH*❗❗

❄( _Pujian Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi rahimahullah terhadap Asy-Syaikh Rabi' al-Madkhali hafizhahullah_)❄

بسم الله الرحمن الرحيم

📚 Kumpulan Jawaban Pertanyaan

❓Fadhilatul 'Allamah Ahmad bin Yahya an-Najmi* rahimahullah pernah ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut:

"Apakah benar bahwasanya Asy-Syaikh Rabi' adalah salah satu murid anda?"

📌 Maka beliau-rahimahullah-menjawab:

" *_Asy-Syaikh Rabi' dahulu pernah belajar di ma'had. Dan aku termasuk pengajar beliau di ma'had itu. Akan tetapi Asy-Syaikh Rabi' lebih baik dariku. Karena beliau adalah seorang mujahid dalam menghidupkan sunnah, mematikan bid'ah, dan membantah ahlul bid'ah. Dan beliau mencurahkan dirinya dalam perkara ini._*

🍏 Thuwailibul 'Ilmisy Syar'i (TwIS)

✒👣 Catatan Kaki:

*Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi rahimahullah adalah Mufti bagian selatan Kerajaan Arab Saudi. Beliau dilahirkan pada tahun 1346 H/1928. Diantara guru beliau adalah al-Imam Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah. Beliau wafat pada tahun 1429 H/ 25 Agustus 2008

https://twitter.com/benmimi040/status/757717259687235584?s=08

🔆👣🔆👣🔆👣🔆👣🔆
⚔🛡Anti Terrorist Menyajikan Bukti & Fakta Yang Nyata
📇 Klik ➡JOIN⬅ Channel Telegram: http://bit.ly/tukpencarialhaq

👍💡 *KEDUDUKAN ASY-SYAIKH RABI' BIN HADI HAFIZHAHULLAH DISISI AL-ALLAMAH IBNU 'UTSAIMIN RAHIMAHULLAH*

📸
📌_Gambar scan tulisan tangan Asy-Syaikh Muhammad rahimahullah_

📝 Beliau رحمه الله berkata:

" *Asy-Syaikh Rabi' orang yang terpercaya lagi ma'ruf(dikenal) di sisiku*"

✏ Ditulis oleh Muhammad Shalih al-'Utsaimin 18/4/1417

🍏 Thuwailibul 'Ilmisy Syar'i(TwIS)

🗓Kamis, 23 Syawwal 1437 H/ 28 Juli 2016

=============================

🇸🇦 Arabic

الشيخ (ربيع بن هادي المدخلي)
ثقة معروف عندي
كتبه محمد الصالح العثيمين
١٤١٧/٤/١٨
‎@Arafatbinhassan https://t.co/qXOQB5qkBB

Lihat Tweet @Oonly_Oone_: https://twitter.com/Oonly_Oone_/status/757926188153184256?s=09

🔆👣🔆👣🔆👣🔆👣🔆
⚔🛡Anti Terrorist Menyajikan Bukti & Fakta Yang Nyata
📇 Klik ➡JOIN⬅ Channel Telegram: http://bit.ly/tukpencarialhaq

Ahli bid’ah pun mengetahui dan mengakui bahwa kebenaran bersama Dakwah Salafiyah

*************************
🔥💯 ALLAHU AKBAR!! PARA TOKOH AHLI BID’AH PUN MENGETAHUI DAN MENGAKUI BAHWA KEBENARAN BERSAMA DAKWAH SALAFIYAH!!!
_________________________

💺 قال العلامة المجاهد ربيع بن هادي المدخلي -حفظه اللّه-:

☝️✅ أعتقد أنّ كثيراً من علماء السوء معاندون، -لكن لا نستطيع أن نعيّن- يعرفون أن الحق مع أهل الدعوة السلفيّة!! يعرفون أن الحق معهم، وقد اعترف عدد من كبار الصوفية بأن الحق مع السلفيين.

🌠 وذكر الشيخ تقي الدين الهلالي -رحمه اللّه- عن اثنين من كبار الصوفية الأشعرية أنهم يعتقدون أن السلفيّين هم أهل السنة.

✨ يقولون عن السلفيّين: هم على الحق ونحن على الباطل!

👊👎 ولما قيل لهم: فلماذا لا تأخذون بهذا المنهج؟! قالوا: وكيف نترك الناس؟! يعني: وراءهم أناس يقبِّلون أيديهم وأرجلهم ويقدِّمون لهم الأموال الطائلة؛ فكيف يتركونهم؟!!

✳️ يعني هم مثل اليهود » إشترواْ بئا يٰت الله ثمنا قليلاً«

☝️☑️ فالذي أعتقده أنّ كثيراً منهم في البلدان الإسلامية يعرفون أن الحقّ مع أهل السنة والحديث والسلفيّين، ولكن من أجل المصالح والمآرب والمناصب والأغراض الدنيوية يعاندون ويستكبرون مع الأسف…..

💥 وكثير من الناس من أهل الأهواء يعرف الحق ولكن يحاربه لأغراض وأسباب دنيوية! !

📚 المصدر: شرح عقيدة السلف أصحاب الحديث صـ ١٧ ط. مجالس الهدى للانتاج والتوزيع.

————–
💺 al-‘Allamah al-Mujahid Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata:

☝️✅ Saya meyakini bahwa kebanyakan ulama suu’ (jelek) lagi penentang -walaupun kami tidak mampu untuk menunjuk person- mereka mengetahui bahwasanya kebenaran bersama pengemban dakwah salafiyyah !! Sungguh mereka benar-benar mengetahui bahwasanya kebenaran itu bersama pengemban dakwah salafiyyah. Dan sungguh sekelompok dari kalangan tokoh Shufi mengakui bahwa kebenaran itu bersama as-Salafiyyin.

🌠 Dan asy-Syaikh Taqiyuddin al-Hilali rahimahullah menyebutkan dari dua tokoh kelompok Shufi Asy’ari yang mana kedua tokoh ini meyakini bahwa as-Salafiyyin mereka itulah Ahlus Sunnah.

✨ Bahkan tokoh-tokoh ini berkata tentang as-Salafiyyin, “Mereka memang berjalan diatas kebenaran, sementara kami diatas kebathilan!”

👊👎 Namun, manakala mereka ditanya, “Kalau begitu mengapa kalian tidak mengambil (berjalan) dengan manhaj (Salaf) ini?!” Niscaya mereka akan menjawab, “Bagaimana kami akan meninggalkan manusia?!” Maksudnya, di belakang mereka ini banyak orang yang mencium tangan dan kakinya, juga mempersembahkan harta-harta kekayaannya kepadanya. Bagaimana mungkin akan meninggalkan mereka?!!

✳️ Oleh karena itu keadaan tokoh-tokoh ini semisal dengan tindakan orang-orang Yahudi (sebagaimana dalam firman Allaah-pen):

اشتروا بئايٰت اللّه ثمنا قليلاً.

“Mereka menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit”

☝️☑️ Oleh karenanya saya meyakini bahwa kebanyakan dari tokoh-tokoh kelompok sesat yang ada di berbagai negara islam meyakini bahwasanya kebenaran itu bersama Ahlus Sunnah, Ahlul Hadits dan as-Salafiyyin, namun karena adanya mashlahat, jabatan, kedudukan dan kepentingan-kepentingan duniawi lainnya, jadilah mereka menentang dan sombong. Sungguh sangat disayangkan…..

💥 Demikian pula banyak manusia dari kalangan ahli ahwa’ yang mengetahui kebenaran, akan tetapi mereka memeranginya karena kepentingan-kepentingan dan sebab-sebab duniawiyah!!

••••••••••••••••••••
📚 Sumber: Syarhu ‘Aqidatis Salaf Ash-habil Hadits, hlm. 17; cet. Majalisul Huda lil Intaj wat Tauzi’

📝 Alih Bahasa:
أبو ربيعة الونوجري

🌎 WA Forum Riyadhul Jannah Wonogiri.

📠 publikasi ulang :
📚 FORUM SALAFY BANJARNEGARA

Selasa, 26 Juli 2016

TRANSKRIP TERJEMAHAN TAUSHIYAH SYAIKH KHOLID ADZ DZHAFIRIY KEPADA IKHWAH SALAFY SINGAPURA (RAMADHAN 1437 H)

BAGIAN 1

Penerjemah: Al Ustadz Abu Utsman Kharisman.

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam semesta. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad bin Abdillah, dan kepada keluarga, maupun para Sahabatnya seluruhnya.
Amma Ba’du.

Hayyaakumullah (semoga Allah menghidupkan antum sekalian dalam kebaikan). Saudaraku di Singapura, aku meminta kepada Allah agar Dia mengumpulkan kita dalam kebaikan di dunia, dan di Jannah (Surga) yang penuh dengan kenikmatan di akhirat. Sebagai bentuk anugerah dan pemulyaan yang diberikan olehNya (Allah) Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.

Sebagaimana kalian ketahui, kita telah memasuki 10 hari terakhir Ramadhan. Padanya terdapat kebaikan-kebaikan, pahala yang banyak, keutamaan-keutamaan yang telah masyhur, dan kekhususan – kekhususan yang agung.

Di antara kekhususan hari-hari terakhir ini, Nabi shollallahu alaihi wasallam lebih bersemangat untuk beribadah dibandingkan di selainnya. Sebagaimana dalam hadits Aisyah radhiyallahu anha:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersemangat untuk ibadah di sepuluh hari terakhir (Ramadhan) lebih banyak tidak seperti di (waktu-waktu) yang lain (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Aisyah radhiyallahu anha juga menyatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Nabi shollallahu alaihi wasallam jika memasuki sepuluh (hari terakhir Ramadhan), beliau mengencangkan ikat sarung, menghidupkan malam, dan membangunkan keluarganya (Muttafaqun alaih : riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Hadits-hadits ini menunjukkan akan demikian besarnya keutamaan sepuluh hari terakhir ini. Nabi shollallahu alaihi wasallam lebih bersemangat dibandingkan di waktu-waktu lain. Semangat ini mencakup semua bentuk ibadah. Bukan khusus pada qiyaamul lail. Itu adalah semangat dalam sholat, baik yang nafilah (sunnah) ataupun yang wajib. Bersemangat terhadap al-Quran dalam membaca dan berusaha memahami maknanya. Bersemangat dalam berdzikir (mengingat) Allah Azza Wa Jalla. Bersemangat dalam shodaqoh, dan berbagai macam ibadah lain.

Nabi shollallahu alaihi wasallam menghidupkan malam-malam ini dengan qiro’ah (al-Quran), dzikir, qiyaamul lail. Mengingat Allah Azza Wa Jalla dengan lisan dan anggota tubuhnya. Hal itu karena kemuliaan malam-malam ini yang diberkahi. Di antara kemuliaannya adalah di dalamnya terdapat Lailatul Qodr. Barangsiapa yang melakukan qiyaamul lail di Lailatul Qodr dengan iman dan berharap pahala, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Maka semestinya kita, wahai saudara-saudaraku fillah, benar-benar bersemangat dalam mengisi hari yang tersisa pada Ramadhan. Telah berlalu sepertiga Ramadhan. Demikian juga sepertiga yang kedua. Tidaklah tersisa bagi kita kecuali sepertiga yang terakhir. Bisa jadi 10 hari atau 9 hari. Hendaknya kita benar-benar memanfaatkan malam-malam penuh keberkahan ini dengan ibadah.

Ini adalah kesempatan dalam usia kita. Itu adalah ghanimah (bagaikan harta rampasan perang, pent) bagi orang yang diberi taufiq oleh Allah Azza Wa Jalla. Tidak semestinya bagi orang beriman yang berakal untuk melewatkan kesempatan berharga ini bagi dirinya dan keluarganya. Tidaklah itu kecuali malam-malam yang terbatas (sedikit jumlahnya). Bisa jadi dengan rahmat Allah, (malam-malam yang sedikit itu) menjadi sebab kebahagiaan baginya di dunia dan akhirat.

Sesungguhnya termasuk kerugian besar dan banyak ketika kebanyakan muslimin melewatkan waktu-waktu yang berharga ini dengan hal-hal yang tidak berguna. Mengisi waktunya dengan hal-hal yang batil dan main-main. Syaithan menguasai dan menyesatkannya dari jalan Allah.

Termasuk di antara kekhususan hari-hari ini adalah disyariatkannya I’tikaf di masjid-masjid, dengan berkonsentrasi menjalankan ketaatan kepada Allah di masjid. Nabi shollallahu alaihi wasallam beri’tikaf. Para Sahabat juga beri’tikaf bersama beliau dan juga sepeninggal beliau. Nabi pernah beri’tikaf di 10 awal Ramadhan. Beliau pernah beri’tikaf juga di 10 hari pertengahan Ramadhan. Kemudian Nabi bersabda:

إِنِّي اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الْأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الْأَوْسَطَ ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِي إِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ

Sesungguhnya aku pernah beri’tikaf di sepuluh (malam) pertama (Ramadhan) mencari malam-malam ini (Lailatul Qodr). Kemudian aku beri’tikaf di sepuluh (malam) yang pertengahan. Kemudian didatangkan kepadaku dan dikatakan: sesungguhnya (Lailatul Qodr) terdapat pada sepuluh (malam) yang terakhir (H.R Muslim dari Abu Said al-Khudriy)

Hendaknya anda sekalian beri’tikaf… beri’tikaf.
Aisyah radhiyallahu anha menyatakan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam beri’tikaf di 10 (malam) terakhir Ramadhan hingga Allah mewafatkan beliau. Kemudian para istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau (H.R al-Bukhari dan Muslim)

I’tikaf, sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Ahmad: “tidak diketahui adanya perbedaan pendapat dari para Ulama bahwasanya i’tikaf itu disunnahkan”

Di antara kekhususan malam-malam 10 hari terakhir ini adalah adanya Lailatul Qodr, yang tidak Allah berikan kepada umat lain. Namun Allah anugerahkan kepada umat ini dengan berlimpahnya kebaikan dari-Nya.
Allah berfirman dalam Kitab-Nya:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Quran) pada Lailatul Qodr (Q.S al-Qodr ayat 1)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)

Sesungguhnya Kami turunkan dia (al-Quran) pada malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kami memberikan peringatan. Pada malam itu ditetapkan (takdir) segala perkara yang penuh hikmah (Q.S ad-Dukhkhon ayat 3-4)

Tentang Lailatul Qodr, Allah turunkan satu surat secara utuh.
Allah Yang Maha Suci berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2)

Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Quran) pada Lailatul Qodr (malam kemuliaan). Tahukah kalian, apakah Lailatul Qodr tersebut?! (Q.S al-Qodr ayat 1-2)
(Firman Allah : Tahukah kalian, apakah Lailatul Qodr tersebut?) pertanyaan ini adalah bentuk pengagungan terhadap malam tersebut.

Dinamakan dengan Lailatul Qodr karena kemuliaan dan keagungannya. Dinamakan demikian juga karena ditetapkan takdir. Karena pada malam itu Allah menetapkan takdir yang akan berlaku selama setahun, berdasarkan Hikmah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Kemudian Allah berfirman:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Lailatul Qodr (malam kemuliaan) lebih baik dari seribu bulan (Q.S al-Qodr ayat 3)
(Lebih baik dari seribu bulan itu) dalam hal keutamaan, kemuliaan, dan banyaknya pahala. Barangsiapa yang melakukan qiyaamul lail pada waktu itu dengan iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Malaikat dan ar-Ruuh turun di waktu itu. Malaikat adalah hamba-hamba Allah yang tidak pernah sombong (enggan) dalam beribadah kepada Allah, (terus menerus beribadah) tidak pernah capek. Malaikat turun pada Lailatul Qodr ke bumi dengan membawa kebaikan, keberkahan, dan rahmat. Ar-Ruuh (yang disebutkan dalam ayat itu) adalah Jibril. Ia disebut (tersendiri) karena kemuliaan dan keutamaannya.

سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Keselamatan pada (malam itu) hingga terbitnya fajar (Q.S al-Qodr ayat 5)
(disebutkan) keselamatan pada waktu itu karena Lailatul Qodr adalah malam keselamatan bagi kaum mukminin dari segala hal yang dibenci. (Juga) karena banyaknya orang yang dibebaskan dari Neraka dan selamat dari adzabnya hingga terbitnya fajar. Hal itu menunjukkan bahwa Lailatul Qodr berakhir dengan terbitnya fajar sehingga berakhirlah (masa beraktifitas di) malam itu.

<< file audio taushiyah tersebut bisa diunduh di: https://drive.google.com/file/d/0B8vJBR38HOyQT0RwMndWWU5KNms/view?pref=2&pli=1 >>

Read full article at http://salafy.or.id/blog/2016/07/03/transkrip-terjemahan-taushiyah-syaikh-kholid-adz-dzhafiriy-kepada-ikhwah-salafy-singapura-ramadhan-1437-h-bag1/

BAGIAN 2

Penerjemah: Al Ustadz Abu Utsman Kharisman.

Termasuk di antara keutamaan Lailatul Qodr adalah sebagaimana hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang melakukan qiyaamul lail pada Lailatul Qodr dengan iman dan berharap (pahala), akan diampuni dosanya yang telah lalu (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

(Melakukan qiyaamul lail pada Lailatul Qodr) dengan keimanan kepada janji Allah dan keimanan terhadap (hal-hal) yang Allah persiapkan berupa pahala bagi orang yang menegakkannya. (Juga diikuti perasaan) berharap pahala.

Maka hendaknya seorang yang beriman berada dalam kondisi ini. Ia memanfaatkan malam-malam ini untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Ia manfaatkan malam-malam ini untuk kembali kepada al-Maulaa (Allah) Subhaanahu Wa Ta’ala dengan bertaubat kepada-Nya.

Rabb kita Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi tidak butuh terhadap ibadah – ibadah kita. Dia memanggil para hamba-Nya tiap malam:

هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ هَلْ مِنْ تَائِبٍ هَلْ مِنْ سَائِلٍ هَلْ مِنْ دَاعٍ

Apakah ada (hambaKu) yang akan memohon ampunan (sehingga Aku akan ampuni). Apakah ada (hambaKu) yang bertaubat (sehingga Aku terima taubatnya). Apakah ada orang yang meminta (sehingga Aku beri). Apakah ada yang berdoa (sehingga Aku kabulkan)(H.R Muslim dari Abu Hurairah)

Rabb kita Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi adalah Yang Maha Kaya (tidak butuh segala sesuatu, pent).

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ

Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla membentangkan Tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di waktu siang. Dan Dia membentangkan Tangan-Nya di waktu siang untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di waktu malam (H.R Muslim dari Abu Musa)

Maka wajib bagi kita untuk mengikhlaskan ibadah-ibadah kita kepada Allah. Janganlah melakukan kesyirikan. Kita harus menghindar dari kesyirikan dan berbagai macam bentuknya. Kita wajib mengikhlaskan Dien hanya untuk Allah.

   فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

Beribadahlah kepada Allah dengan mengikhlaskan Dien untuk-Nya (Q.S az-Zumar ayat 2)

Kita wajib menjauhi kebid’ahan dan hawa nafsu dan kita harus berpegang teguh dengan Sunnah al-Musthofa (Nabi) shollallahu alaihi wasallam dan petunjuk dari Salafus Shalih (para pendahulu yang sholih).

…وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

…Dan orang yang mengikuti selain jalannya orang-orang beriman, niscaya akan Kami biarkan dia ke arah berpalingnya (tidak Kami beri taufiq), dan Kami akan memasukkannya ke Jahannam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali (Q.S anNisaa’ ayat 115)

Demikianlah yang harus kita lakukan – saudaraku di jalan Allah – , pada (waktu –waktu yang diharapkan) kebaikan maupun keberkahannya. Kita hendaknya  memanfaatkannya untuk mencari keridhaan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Berbekal dengan amal sholih, taqorrub (upaya mendekatkan diri) kepada Allah Azza Wa Jalla. Khususnya pada malam-malam yang diberkahi ini.

Jibril pernah datang kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. Para Sahabat melihat Nabi naik ke atas mimbar. Pada tingkatan pertama beliau mengucapkan Aamiin. Beliau kemudian naik ke tingkatan kedua, mengucapkan Aamiin. Kemudian beliau naik ke tingkatan ketiga dan mengucapkan Aamiin. Para Sahabat bertanya tentang perbuatan beliau tersebut. Di antara ucapan Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah: Jibril baru saja mendatangi aku dan berkata:

وَرَغِمَ أَنْفُ امْرِئٍ أَدْرَكَ رَمَضَانَ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ

Sungguh celaka seseorang yang mendapati Ramadhan, namun tidak diampuni (H.R Ahmad, atTirmidzi, dan lainnya)

Jibril mendoakan (keburukan) untuknya. Orang tersebut tidak memanfaatkan Ramadhan untuk bertaubat dan kembali kepada Allah, al-Maulaa Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.

(Setelah mendengar doa Jibril itu) Nabi mengucapkan Aamiin. Jibril berdoa sedangkan Nabi mengaminkan. Cukuplah itu sebagai hukuman dan kerusakan (bagi orang tersebut).

Orang yang beruntung itu  – wahai saudaraku di jalan Allah – adalah yang memanfaatkan (waktu-waktu) kebaikan dan keberkahan sebelum berakhirnya usia atau waktu tersebut. (Manfaatkanlah waktu) sebelum masa tuamu. Manfaatkan waktu sehatmu sebelum datangnya sakit. Sebelum kematianmu. Demikanlah yang seharusnya dilakukan seorang mukmin.

…قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

…Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api Neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Di Neraka tersebut terdapat Malaikat yang keras dan mengerikan, yang tidak bermaksiat kepada Allah dan mengerjakan hal yang diperintahkan (kepadanya) (Q.S atTahriim ayat 6)

Aku meminta kepada Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi agar memberikan taufiq kepada kita menuju petunjuk, dan agar Dia menolong kita agar berpegang teguh dengan Sunnah dan jalan Salafus Sholih.

Dan aku meminta kepada Allah agar memberikan tambahan kebaikan (fadhilah) kepada kita.

Wallaahu A’lam.

Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, dan jazaakumullahu khayran atas kesediaan mendengarkan (taushiyah) ini.

<< file audio taushiyah tersebut bisa diunduh di: https://drive.google.com/file/d/0B8vJBR38HOyQT0RwMndWWU5KNms/view?pref=2&pli=1 >>

Read full article at http://salafy.or.id/blog/2016/07/04/transkrip-terjemahan-taushiyah-syaikh-kholid-adz-dzhafiriy-kepada-ikhwah-salafy-singapura-ramadhan-1437-h-bag2/

Sabtu, 23 Juli 2016

MEMPERPANJANG SUJUD DENGAN BERDOA

📗 MEMPERPANJANG SUJUD DENGAN BERDOA, BERLEBIHANKAH?

❓Pertanyaan :
Bismillah. Afwan ustadz mohon jawabanya; apakah termasuk berlebihan kalau kita dalam setiap sujud dalam sholat, terkhusus sholat sunnah, kita perpanjang sujudnya dengan berdo'a? Jazakallahu khairan.

✅ Jawaban :
Jika ia sebagai makmum, maka panjangnya masa sujud mengikuti Imam. Jangan memperlambat utk bersegera bertakbir mengikuti Imam saat bangkit dari sujud karena alasan memperbanyak doa. Semestinya, saat Imam bertakbir bangkit dari sujud, makmum selanjutnya bersegera bertakbir mengikutinya

فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا

Jika Imam bertakbir, maka bertakbirlah (H.R alBukhari dan Muslim)

Bahkan, jika ia sampai terlewat satu rukun dari Imam dgn sengaja, maka bisa batal sholatnya, sebagaimana dijelaskan Syaikh Ibn Utsaimin. Misalkan, saat Imam bangkit dari sujud menuju duduk di antara dua sujud, makmum masih sujud karena memperpanjang berdoa dlm sujud, bahkan ketika Imam kembali sujud berikutnya, makmum masih sujud, maka hal ini bisa membatalkan sholat makmum.  Jika itu dilakukan makmum dgn sengaja dan Imam sudah thuma'ninah.

Jika ia sebagai Imam, maka ia perlu memperhatikan kondisi makmum. Jangan terlalu memperpanjang yg menyebabkan makmum kesulitan.

َ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ مِنْهُمْ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ

"Jika seseorang dari kalian memimpin shalat orang banyak, hendaklah dia meringankannya. Karena di antara mereka ada orang yang lemah, orang yang sakit dan orang berusia lanjut. Namun bila dia shalat sendiri silahkan dia panjangkan sesukanya." (H.R al-Bukhari)

Jika ia sholat Sunnah sendirian, silakan ia perpanjang sesukanya (termasuk memperbanyak doa dalam sujud). Namun, adakalanya sholat Sunnah memang dianjurkan utk diringkas, seperti sholat Sunnah sebelum sholat Subuh

َّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

Adapun  sujud, maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, sehingga layak dikabulkan untuk kalian (H.R Muslim)

Wallahu A'lam

👆Dijawab oleh Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman hafidzahullahu ta'ala, dan dikutip dari Grup WA al-I'tishom

〰〰〰〰〰〰〰
📚🔰Salafy Kendari || http://bit.ly/salafy-kendari