Cari Blog Ini

Jumat, 29 Juli 2016

Badr, Saksi Bisu Ketabahan Prajurit Tak Kenal Gentar

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ta’ala, Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah lagi keistimewaan yang melimpah.

Di antara keistimewaan bulan ini adalah Allah subhanahu wata’ala menurunkan pertolongan-Nya kepada kaum muslimin pada Perang Badr Kubra atas musuh-musuh mereka (kaum musyrikin). Hari tersebut dikenal dengan Yaumul Furqan (hari pembeda). Karena dengannya Allah subhanahu wata’ala memisahkan antara hak dan batil.

Allah subhanahu wata’ala menolong rasul-Nya dan kaum muslimin serta menghinakan kaum kufar musyrikin pada hari tersebut.

Semua itu terjadi pada Bulan Ramadhan.

Sebab pertempuran ini adalah sampainya kabar kepada Rasul shallallahu alaihi wasallam bahwa Abu Sufyan telah kembali dari Syam dengan membawa iring-iringan kafilah dagang Quraisy. Sehingga Rasul shallallahu alaihi wasallam memanggil para sahabat untuk bersama-sama menghadang kafilah dagang tersebut dan mengambil barang dagangan mereka. Yang demikian itu adalah hal yang wajar karena beberapa sebab. Di antaranya,

- Quraisy memerangi Rasul shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat.
- Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin.
- Kaum musyrikin telah mengeluarkan kaum muhajirin dari Mekah dan merampas harta meraka.
- Musyrikin Quraisy bangkit melawan dakwah Rasul shallallahu alaihi wasallam.

Sebab-sebab ini sudah cukup membuat Quraisy pantas menerima sesuatu yang direncanakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat untuk merampas barang dagangan mereka.

Berangkatlah Nabi shallallahu alaihi wasallam bersama lebih dari 300 sahabat dengan membawa 2 kuda dan 70 unta. Mereka saling bergantian mengendarainya. 70 orang dari kalangan Muhajirin. Adapun sisanya dari kaum Anshar. Tujuan mereka adalah merampas barang dagangan Quraisy, bukan untuk bertempur. Akan tetapi dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala, Abu Sufyan mengetahui rencana mereka. Sehingga dengan segera ia mengirim utusan kepada Quraisy yang ada di Mekah, meminta bala bantuan untuk melindungi barang dagangan mereka. Abu Sufyan mengambil jalur pantai, tidak melewati jalur biasanya.

Ketika utusan Abu Sufyan datang, Quraisy berangkat disertai para tokoh mereka dan 1000 prajurit yang terdiri dari 100 kavaleri dan 700 unta.

Setelah Abu Sufyan mengetahui keberangkatan pasukan tersebut, ia mengirim utusan untuk mengabarkan lolosnya mereka dari hadangan pasukan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan memberi isyarat tersirat kepada Quraisy agar kembali dan tidak melanjutkan peperangan. Tetapi mereka enggan. Berkatalah Abu Jahl, ”Kami tidak akan kembali sampai kami menginjakkan kaki di Bumi Badr, menetap di sana selama 3 hari, menyembelih unta, berpesta pora, dan mabuk-mabukan agar seluruh bangsa Arab mengetahui siapa kita. Niscaya mereka senantiasa segan kepada kita.”

Di sisi lain, ketika sampai berita kepada Rasul shallallahu alaihi wasallam tentang keberangkatan pasukan Quraisy, beliau pun mengumpulkan para sahabat yang bersamanya untuk bermusyawarah. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari 2 golongan; kafilah dagang atau pasukan perang.”

Bangkitlah salah seorang dari kalangan Muhajirin bernama Miqdad bin Al Aswad seraya berkata, “Wahai Rasulullah, lakukanlah apa yang Allah subhanahu wata’ala perintahkan kepadamu. Demi Allah, kami tidak akan berucap sebagaimana yang pernah diucapkan Bani Israil kepada Musa alaihissalam-pergilah engkau bersama Rabb-mu dan berperanglah kalian berdua. Kami duduk di sini menunggumu-. Sesungguhnya kami akan berperang bersamamu di sebelah kanan dan kirimu serta di arah depan dan belakangmu.”

Kemudian berdirilah seseorang dari kalangan Anshar yang bernama Sa’ad bin Muadz (pemuka Aus). Dia berujar, “Wahai Rasulullah, sepertinya engkau khawatir orang-orang Anshar tidak lagi membantumu selain di negeri mereka (Madinah). Berangkatlah sekehendakmu, sambunglah tali persaudaraan dengan siapapun yang engkau inginkan, dan putuskan tali kekerabatan dengan orang-orang yang engkau kehendaki. Ambillah harta kami sesukamu dan tinggalkan untuk kami sesukamu. Apapun yang engkau ambil dari harta kami lebih kami cintai daripada yang engkau sisakan. Segala kebijakan yang engkau tetapkan akan kami ikuti. Seandainya engkau membawa kami ke dalam sumur yang gelap niscaya kami akan ikut bersamamu. Kami tidak enggan untuk bertemu musuh esok hari. Kami akan tabah ketika berperang dan jujur ketika bertemu musuh. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu apapun yang membuatmu percaya kepada kami.”

Nabi shallallahu alaihi wasallam pun senang dengan perkataan kaum Muhajirin da Anshar –semoga Allah meridhai mereka-. Beliau pun memberikan komando, “Berangkatlah kalian dan bergembiralah seakan-akan aku melihat tempat jatuhnya kepala-kepala mereka (kaum musyrikin).”

Kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam berangkat bersama pasukan menuju Badr dan singgah di mata air yang rendah di daerah tersebut. Berdirilah Al Hubab bin Al Mundzir dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Allah yang menentukan tempat ini atau strategimu? Karena peperangan adalah tipu daya.”

Nabi shallallahu alaihi wasallam mejawab, “Ini adalah strategiku. Bahkan peperangan adalah strategi dan tipu daya.”

Al Hubab pun memberi saran agar terus bergerak dan berhenti di tempat yang paling dekat jaraknya dengan sumber air dibanding posisi musuh. Sehingga kaum muslimin bisa membuat satu kolam yang cukup menampung air untuk kebutuhan mereka dan menutup sumber air lainnya, tinggallah musuh dalam kondisi tidak memiliki persediaan air. Rasul shallallahu alaihi wasallam menganggap baik usulan cerdas tersebut dan melaksanakannya.

Setelah itu kaum muslimin mendirikan tenda untuk tempat tinggal, mendirikan satu markas komando bagi Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan menentukan para pengawal yang dikomandani oleh Sa’ad bin Muadz radhiyallahu anhu.

Wallahua’lambishshawab

The post Badr, Saksi Bisu Ketabahan Prajurit Tak Kenal Gentar (bagian 1) appeared first on Situs Resmi Ma'had As-Salafy.

Read full article at http://mahad-assalafy.com/2016/07/09/badr-saksi-bisu-ketabahan-prajurit-tak-kenal-gentar-bagian-1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar