Cari Blog Ini

Jumat, 21 Agustus 2015

Tentang MENDAPATKAN TAKBIRATUL IHRAM BERSAMA IMAM

Shalat.

Rukun Islam setelah syahadat. Salah satu hak Allah yang wajib ditunaikan setelah tauhid.

Wajar bila Umar ibnul Khaththab berkata, "Jika kalian melihat seseorang menyia-nyiakan urusan shalat, maka -demi Allah- untuk urusan yang lainnya dari hak Allah lebih mungkin lagi untuk disia-siakan."

Al Hasan ibn Ali berkata juga, "Wahai anak adam bagaimana akan datang kemulian dari agamamu jika urusan shalatmu engkau remehkan?"

Ikhwatii fillah rahimakumullah,
Coba jangan engkau tunjukkan nasehat di atas untuk orang lain, akan tetapi tunjuklah diri kita masing-masing.

Jangan-jangan kita sendiri telah sedikit meremehkan?

Atau, bahkan mungkin lebih!

Coba resapilah perbuatan Said ibn Abdilaziz. Beliau jika terluput dari shalat berjama'ah di mesjid maka beliau pun menangis.

Menangis?

Ya. Sedih dan menyesal karena telah tertinggal jama'ah shalat di mesjid.

Sampai seperti itu?

Ya.

Para salaf sangat menjaga urusan ini.

Imam Waki' memberitakan keadaan shahabatnya Imam al A'masy. Imam Waki' berkata, "Hampir 70th lamanya, beliau (Imam al A'masy) tidak pernah tertinggal takbir yang pertama (takbiratul ihram bersama imam)."

70 tahun!

Sa'id ibn al Musayyab berkata pula tentang keadaan dirinya, "Selama 40th tidaklah aku pernah tertinggal shalat berjama'ah."

40 tahun!

Kok bisa?

Beliau jelaskan, "Tidaklah seorang muadzdzin mengumandangkan adzan kecuali aku telah berada di mesjid."

Ikhwatii fillah rahimakumullah,
Lalu tersisa bagi kita pertanyaan.

Pernahkah walau sekali kita menangis karena luput berjama'ah?

Atau, kira-kira berapa kali kita sudah terluput dari takbiratul ihramnya imam?

Allah musta'an.

Imam Waki' berkata, "Barang siapa yang meremehkan urusan takbir yang pertama (takbiratul ihram) maka cucilah tanganmu darinya (jangan anggap dia)."

Duhai, alangkah kasihannya diri-diri kita ini.

Semoga bermanfaat nasehat ini bagi penulis sendiri dan juga bagi kaum muslimin.

Wallahu 'alam.

[Atsar-atsar dinukil dari Hayatus Salaf, 171-173]

Wa Sedikit Faidah Saja (SFS)

catatankajianku .blogspot .com

###

Bagaimanakah keadaan kita bila dibandingkan dengan para Salaf rahimulloh ta'ala ajma'in

1.
قال سفيان الثوري رحمه الله
مجيئك إلى الصلاة قبل الإقامة توقير للصلاة
Sufyan Atstsaury rahimahullah mengatakan: Kedatanganmu untuk sholat sebelum iqomah adalah bentuk penghormatan kepada sholat tersebut. (Fathul Bari li Ibni Rajab: 3/533)

2.
وقال إبراهيم التيمي رحمه الله
إذا رأيت الرجل يتهاون في التكبيرة الأولى فاغسل يدك منه
Ibrahim At Taimy rahimahullah mengatakan: Jika engkau melihat seseorang yang meremehkan untuk mendapatkan takbiratul ihram, maka berlepas dirilah darinya (yakni tidak ada kebaikan padanya).
(Siyar A'lam an-Nubala: 5/84)

3.
وكان وكيع بن الجراح رحمه الله يقول
من لم يدرك التكبيرة الأولى فلا ترجُ خيره
Waki' Ibnul Jarroh rahimahullah mengatakan: Barangsiapa yang tidak mendapatkan takbiratul ihram, maka jangan engkau harapkan kebaikannya.
(Diriwayatkan al Baihaqi di dalam Syuabul Iman: 3/74)

4.
وقال سفيان بن عيينة رحمه الله \
لا تكن مثل عبد السوء، لا يأتي حتى يُدعَى
Sufyan bin Uyainah rahimahullah mengatakan: Janganlah kamu seperti budak kejelekan, yakni dia tidak mau datang sebelum diundang (iqomah).
(at-Tabshirah li Ibnil Jauzi: 131)

5.
وعن أبي حرملة عن ابن المسيب رحمه الله قال
ما فاتتني التكبيرة الأولى منذ خمسين، وما نظرت في قفا رجل في الصلاة منذ خمسين سنة
Dari Abu Harmalah dari Ibnul Musayyab rahimahullah, beliau menuturkan: Aku tidak pernah ketinggalan takbiratul ihram semenjak 50 tahun. Dan aku tidak pernah melihat tengkuk seseorang dalam sholat semenjak 50 tahun.
(Maksudnya adalah beliau senantiasa sholat di shof pertama)
(as-Siyar: 4/30)

6.
للعبد بين يدي الله موقفان
موقف بين يديه في الصلاة
وموقف بين يديه يوم لقائه
فمن قام بحق الموقف الأول هون عليه في الموقف الآخر، ومن استهان بهذا الموقف ولم يوفه حقه شدد عليه ذلك الموقف
Seorang hamba memiliki 2 kesempatan menghadap Allah.
Pertama: Saat dia salat.
Kedua: Saat pertemuan dengan-Nya di hari kiamat kelak.
Maka barang siapa yang menunaikan hak kesempatan pertama, akan ringan baginya pertemuan yang kedua.
Dan sebaliknya barang siapa yang meremehkan kesempatan pertama, akan berat baginya pada pertemuan yang kedua.
(al Fawaid li Ibnil Qayyim rahimahullah: 273)

Abu Utsman Agung
Forum Ilmiyah Karanganyar

Tentang AZAN KETIKA SAFAR

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullahu Ta’ala ditanya tentang hukum mengumandangkan adzan bagi seorang musafir?

Maka beliau menjawab, “Pada permasalahan ini terjadi perbedaan pendapat (di antara ulama), dan (pendapat) yang benar ialah wajibnya adzan bagi orang yang safar. Hal ini disebabkan:
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Malik bin Al-Huwairits dan shahabatnya, “Apabila telah tiba waktu shalat hendaknya seorang di antara kalian mengumandangkan adzan.” Sedangkan mereka ketika itu merupakan utusan (kaumnya) yang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan akan bersafar kembali kepada keluarga mereka.
Dan juga disebabkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan adzan dan iqomat baik disaat mukim atau sedang safar. Beliau dahulu di saat safar memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan.

Diterjemahkan dari Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin no.80 (12/160)

Sumber: Warisan salaf

Tentang MENYEBARKAN GAMBAR PEMBUNUHAN DAN LUKA YANG DIDERITA OLEH KAUM MUSLIMIN

TIDAK BOLEH MENYEBARKAN GAMBAR PEMBUNUHAN DAN LUKA YANG DI DERITA OLEH KAUM MUSLIMIN ::

Syaikh Sholeh Al-Fauzan hafidzohulloh

✅Pertanyaan:

💬Bolehkah menghasut kaum muslimin agar mereka membantu saudara mereka dengan cara menyebarkan gambar pembunuhan dan luka saudara mereka dari kaum muslimin ?

Jawab:

🌠˝Ini adalah perbuatan yang tidak pantas, tidak boleh menyebarkan gambar gambar luka untuk mengajak kaum muslimin untuk bersedekah kepada saudara saudara mereka, untuk menyampaikan kepada kaum muslimin bahwa saudara mereka membutuhkannya, dan bahwa mereka mendesak kaum muslimin dengan apa yang mendesak mereka akibat dari perbuatan yahudi tanpa menghindari gambar atau luka.

📛Karena dalam masalah ini mengharuskan membuat gambar, dan juga memberatkan diri pada masalah yang tidak diperintahkan oleh Allah ta'ala, melemahkan barisan kaum muslimin, karena ketika ditampilkan gambar seorang muslim yang memerankannya, atau yang terpotong anggota tubuhnya didepan manusia, maka ini termasuk menakut nakuti kaum muslimin dan menakuti mereka dari memusuhi orang kafir.

📌Yang wajib bagi kaum muslimin adalah untuk tidak menampakkan kelemahan, tidak menampakkan penderitaan, dan tidak menampakkan perkara perkara ini. Akan tetapi agak menyembunyikannya sehingga tidak menakut nakuti kaum muslimin.˝

📚[الإجابات المهمة (2/105) للشيخ صالح الفوزان]
منقول

🇸🇦〰〰〰

💥لا يجوز نشر صور قتلى وجرحى المسلمين ] الشيخ صالح الفوزان - حفظه الله -

✅السؤال:

💬هل يجوز حثُّ المسلمين على التبرُّع لإخوانهم بنشر صور القتلى والجرحى من إخوانهم المسلمين؟!

الجواب:

🌠˝هذا العملُ غير مناسب، لا يجوز إقامة الصُّور للجرحى؛ كن يُدعى المسلمون للتصدُّق على إخوانهم، ويُبلَّغون أنَّ إخوانهم مضيَّق عليهم، وأنَّهم يجري عليهم ما يجري من فعْل اليهود دونَ .أن يعرضوا صُورًا، أو يعرضوا جرحى؛

📛لأنَّ هذا فيه استعمال للتصوير، وأيضًا في هذا تكلُّفٌ لم يأمرِ الله تعالى به، وفيه أيضًا تفتيتٌ لعضد المسلمين؛ لأنَّه حينما تُعْرض صور مسلم ممثل به، أو مقطع الأعضاء أمامَ النَّاس، فهذا ممَّا يُرعِب المسلمين، ويُرهبهم مِن فِعْل الأعداء،

📌والواجبُ على المسلمين ألاَّ يُظهروا الضعفَ، وألاَّ يُظهروا الإصاباتِ، وألاَّ يُظهروا هذه الأمورَ، بل يكتمونها حتَّى لا يَفتُّوا في عضد المسلمين؛˝

📚[الإجابات المهمة (2/105) للشيخ صالح الفوزان]
منقول

✍ Halaman Fawwaz bin Ali Al-Madkhali dengan Bahasa Indonesia

◯ ♢ ◯ ♢ ◯ ♢ ◯ ♢ ◯ ♢ ◯
Edisi: 📂 مجموعة الأخوة السلفية ✧[-✪MUS✪-]✧

Tentang BERDIRI MENUNGGU IQAMAT DAN TIDAK MENGERJAKAN SALAT TAHIYATUL MASJID

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah ditanya tentang apa yang biasa dilakukan oleh sebagian orang, yaitu apabila mereka datang ke masjid berdekatan dengan waktu iqomat, mereka hanya berdiri menunggu datangnya Imam dan meninggalkan shalat tahiyyatul masjid. Bagaimanakah hukum perbuatan ini?

Maka beliau menjawab, apabila jarak waktu (iqomat) pendek di mana tidak bisa menyelesaikan shalat tahiyyatul masjid maka tidak ada masalah atas (perbuatan) mereka. Adapun jika mereka tidak mengetahui kapan datangnya Imam maka yang afdhal bagi mereka ialah melakukan shalat tahiyyatul masjid. Kemudian jika ternyata imam datang dan shalat ditegakkan sedangkan engkau berada di raka’at pertama maka putuskan (shalatmu), dan jika engkau berada di raka’at kedua maka sempurnakanlah dengan ringan.

Diterjemahkan dari Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin no.366 (13/15)

Admin Warisan Salaf

Tentang QONAAH DAN MERASA CUKUP

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللهُبِمَا أَتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, dan diberi rezeki yang cukup dan Allah memberikan kepuasan atas apa yang telah dikaruniakan kepadanya.“ (HR. Muslim)

Dan dalam hadits yang lain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِاللَّهُ
“Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah menjaga kehormatan dirinya dan barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberi kecukupan baginya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits yang sohih Rasulullah mengajarkan kepada kita sebuah doa,
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻰ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ ﻭَﺍﻟﺘُّﻘَﻰ ﻭَﺍﻟْﻌَﻔَﺎﻑَ ﻭَﺍﻟْﻐِﻨَﻰ
Allahumma inni as`alukal huda wat tuqo wal ‘afafa wal ghina
(Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina). (HR. Muslim no. 2721)

Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nasir As Sa'di rahimahullah:
Makna الهدى (al huda) adalah: Ilmu yang bermanfaat.
Makna التقى (at tuqo) adalah: Amal yang sholih serta meninggalkan segala bentuk keharaman.
Dan ini adalah perkara yang menunjuk baiknya agama. Dan bisa bertambah sempurna dengan baiknya hati seseorang, tenangnya dia dengan adanya:
- sifat al 'afaf (memaafkan) dari makhluk, dan
- sifat al ghina (merasa cukup) kepada Allah.
Siapa saja yang dia merasa cukup dengan Allah, maka dialah orang yang kaya sesungguhnya meskipun sedikit penghasilannya.
Bukanlah kaya itu dengan banyaknya perbendaharaan, sesungguhnya kaya yang sesunhuhnya adalah kaya hatinya.
Dengan sifat 'afaf dan ghina, akan menyempurnakan kehidupan yang baik, kenikmatan dunia, bagi seorang hamba, serta dia juga merasa cukup (qona'ah) dengan apa yang Allah berikan padanya.
[Bahjah Qulubul Abror: 88]