Saya shalat di rumah bersama keluarga saya. Sebab, imam di masjid melakukan lahn (kesalahan dalam qiraah) al-Qur’an hingga jelas-jelas mengubah maknanya. Hafalan saya lebih banyak dan lebih sesuai dengan kaidah-kaidah qiraah. Selain itu, pada diri saya tidak ada kemaksiatan sebagaimana yang ada pada imam tersebut—dan Allah Subhanahu wata’ala sajalah yang menyucikan hamba-Nya yang Dia kehendaki. Dia dan jamaahnya bersikeras atas keimamannya karena mereka fanatik kepadanya dan tidak menyukai saya. Sebab, mereka berbeda kabilah dengan saya.
Di samping itu juga karena pengingkaran saya terhadap kesalahan mereka. Saya sendiri sebenarnya seorang yang ditugaskan menjadi imam sebuah masjid jami’ di desa lain, hanya saja saya tidak bisa hadir setiap waktu shalat bersama jamaah saya. Bolehkah saya shalat menjadi makmum di belakang imam tersebut? Bolehkah saya mengajukan keberatan (kepada pemerintah) tentang mereka?
Jawab:
Menunaikan shalat lima waktu secara berjamaah hukumnya wajib kecuali apabila ada uzur yang menghalanginya, seperti sakit dan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya Anda menunaikannya secara berjamaah di masjid yang Anda ditugaskan menjadi imamnya. Hal ini lebih pantas karena dengan demikian berarti Anda menunaikan dua kewajiban: kewajiban sebagai imam yang menjadi tugas Anda dan kewajiban menunaikan shalat berjamaah. Apabila berat bagi Anda, biarkanlah tugas menjadi imam ini diemban oleh orang lain yang bisa menunaikannya sesuai dengan yang dituntut. Shalatlah di masjid yang dekat dengan rumah Anda sebagai makmum, selama imamnya tidak melakukan lahn yang mengubah makna (ayat). Jika lahn yang dilakukannya mengubah makna, hendaknya dia dinasihati. Jika tidak mau menerima dan tetap bersikeras menjadi imam bersamaan dengan adanya lahn yang mengubah makna, hendaknya dilaporkan kepada pejabat yang bertanggung jawab mengurusi keimaman masjid pada Kementerian Agama agar diperiksa.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al- Lajnah, 7/351—352)
Sumber: Asy Syariah Edisi 087
Tidak ada komentar:
Posting Komentar