Cari Blog Ini

Selasa, 07 Oktober 2014

Tentang OTOPSI JENAZAH DAN BEDAH MAYAT

Islam sebagai agama yang sempurna menetapkan beberapa kaedah untuk menjawab permasalahan yang belum terjadi pada zaman Rosululloh shallallahu alaihi wasallam. Di antara kaedah tersebut adalah:
"Apabila bertentatangan antara dua kemaslahatan maka diambil maslahat yang terbesar demikian juga bila bertentangan antara dua mafsadah maka diambil yang paling ringan." (Al Qowaidul Fiqhiyah karya Asy Syaikh As Sa’di)

Masalah otopsi dan bedah mayat muslim atau dzimmi masuk dalam kaedah ini, karena otopsi banyak mengandung faedah yang sangat besar seperti mengungkap tindakan kriminalitas, mendeteksi sedini mungkin adanya wabah menular sehingga cepat bisa diatasi dan beberapa manfaat lainnya. Juga apa yang lakukan oleh mahasiswa kedokteran untuk melakukan bedah mayat dalam rangka belajar banyak mengandung manfaat untuk ummat. Semua ini walaupun bertentangan dengan maslahat menjaga kehormatan mayat, maka harus dilihat mana yang lebih besar maslahatnya sehingga bisa dihukumi boleh ataukah tidak.

Kalau dilihat secara umum tentang keharusan menjaga kelangsungan hidup manusia maka praktek bedah dengan tujuan seperti ini diperbolehkan. Wallahu A’lam.

Jika ada yang bertanya, "Kenapa tidak digunakan jasad binatang saja?" Maka dijawab, "Ada perbedaan yang besar antara organ tubuh manusia dengan organ tubuh binatang yang dengannya tidak mungkin dijadikan dasar dalam belajar kedokteran, sebagaimana dengan sangat jelas bagi mahasiswa fakultas kedokteran." Namun kalau jasad yang di bedah itu mayat yang tidak ma’shum, maka itulah yang lebih selamat.

Ada baiknya kita nukilkan teks fatwa Haiah Kibarul Ulama’ no. 47 tanggal 20/8/1396 H tentang pandangan Hai’ah terhadap praktek otopsi dan pembedahan mayat muslim untuk tujuan kemaslahatan medis:
Setelah ditelaah ternyata masalah ini mengandung tiga unsur, yaitu:
- Otopsi mayat untuk mengetahui sebab kematian saat terjadi tindakan kriminalitas,
- Otopsi mayat untuk mengetahui adanya wabah penyakit agar bisa diambil tindakan preventif secara dini,
- Otopsi mayat untuk belajar ilmu kedokteran.
Setelah dibahas dan saling mengutarakan pendapat, maka majelis memutuskan sebagai berikut:
Untuk masalah pertama dan kedua, majelis berpendapat tentang diperbolehkannya untuk mewujudkan banyak kemaslahatan dalam bidang keamanan, keadilan dan tindakan preventif dari wabah penyakit. Adapun mafsadah merusak kehormatan mayat yang diotopsi bisa tertutupi kalau dibandingkan dengan kemaslahatannya yang sangat banyak. Maka majlis sepakat menetapkan diperbolehkan melakukan otopsi mayat untuk dua tujuan ini, baik mayat itu ma’shum ataukah tidak. Adapun yang ketiga yaitu yang berhubungan dengan tujuan pendidikan medis, maka memandang bahwa syariat islam datang dengan membawa serta memperbanyak kemaslahatan dan mencegah serta memperkecil mafsadah dengan cara melakukan mafsadah yang paling ringan serta maslahat yang paling besar, juga karena tidak bisa diganti dengan membedah binatang, dan karena pembedahan ini banyak mengandung maslahat seiring dengan perkembangan ilmu medis, maka majlis berpendapat bahwa secara umum diperbolehkan untuk membedah mayat muslim. Hanya saja karena memang islam menghormati seorang muslim baik hidup maupun mati sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Aisyah bahwa Rosululloh shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Mematahkan tulang mayit sama seperti mematahkanya ketika hidup."
Juga melihat bahwa bedah itu menghinakan kehormatan jenazah muslim, padahal itu semua bisa dilakukan terhadap jasad orang yang tidak ma’shum *), maka majlis berpendapat bahwa bedah tersebut boleh. Hanya saja dilakukan terhadap mayat yang tidak ma’shum bukan terhadap mayat orang yang ma’shum.
Wallahul Muwaffiq.

Faidah dari:
Ustadz Abu Sufyan Sedayu Gresik

*) Makna ma’shum adalah: yang memiliki jaminan perlindungan.

###

FATWA SAMAHATUSY SYAIKH ABDUL AZIZ BIN ABDILLAH BIN BAZ RAHIMAHULLAH

Tanya:
Saya mendapati pada Fakultas Kedokteran di Kairo sebuah Ruangan Bedah Mayat yang di dalamnya terdapat beberapa mayat laki laki, wanita dan mayat anak anak yang dibedah dan dipotong-potong anggota tubuhnya untuk kegiatan praktikum. Apakah hal itu dibolehkan menurut syariat karena adanya suatu kebutuhan?
Terkhusus lagi laki laki membedah mayat wanita dan wanita membedah mayat laki laki. Bolehkah memotong anggota tubuh dan organ manusia?

Jawab:
Apabila mayat tersebut memiliki jaminan perlindungan pemerintah semasa hidupnya --baik Muslim maupun kafir, pria maupun wanita, maka tidak boleh--. Karena hal itu menyakiti dan melanggar kehormatannya.
Telah datang dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda :
كسر عظم الميت ككسره حيا
Mematahkan tulang mayit sama seperti mematahkannya ketika ia hidup.
Adapun jika mayat tersebut tidak memiliki jaminan perlindungan pemerintah seperti orang yang murtad atau kafir harby (orang kafir yang memerangi kaum muslimin) maka sejauh ini aku tidak mengetahui adanya larangan untuk kepentingan kedokteran. Waallahu alam.

Tanya:
Apa hukum otopsi jenazah yang diragukan sebab kematiannya?

Jawab:
Jika ada alasan yang syari tidak mengapa.

Sumber:
Kitab Al-Fatawa al-Mutaalliqah bith-thibbi Wa ahkamil-mardha
Kumpulan fatwa yang ditulis oleh Asy-Syaikh Allamah Doktor Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafidzahullah

Alih Bahasa:
Al-Ustadz Abu Abdillah Al-watesy (Jember) حفظه الله

WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | alfawaaid .net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar