Cari Blog Ini

Sabtu, 06 September 2014

Tentang JAM KERJA

Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullahu menjelaskan dalam buku beliau ‘Kaifa Yuaddil Muwazhzhofu Al-Amanah’ (Bagaimana seorang pegawai menunaikan amanahnya), bahwa setiap pegawai atau pekerja wajib menggunakan jam-jam kerjanya untuk melaksanakan pekerjaan yang telah diamanahkan kepadanya. Tidak boleh baginya memanfaatkan seluruh waktu-waktu tersebut atau sebagiannya untuk urusan-urusan lain, baik kepentingan pribadi maupun orang lain bila tidak ada kaitannya dengan pekerjaannya. Karena jam kerja bukanlah semata-mata milik pegawai, namun menyangkut kepentingan banyak pihak dan kemaslahatan pekerjaan yang diembannya.

Seorang ulama yang bernama Al-Muammar bin Ali Al-Baghdadi rahimahullahu telah memberikan beberapa untaian nasehat yang memiliki makna sangat dalam dan bermanfaat kepada perdana menteri Nizhamul Muluk. Di antara nasehat yang beliau sampaikan, “Suatu hal yang telah maklum, wahai Shadrul Islam (panggilan untuk perdana menteri tersebut), bahwasannya setiap individu masyarakat (pada asalnya) bebas untuk datang dan pergi. Jika mereka menghendaki, mereka bisa meneruskan dan memutuskan (urusan mereka). Adapun seseorang yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan, maka tidak bebas untuk bepergian karena orang yang berada di atas pemerintahan adalah amir (pemimpin) dan ia pada hakekatnya adalah orang upahan, di mana ia telah menjual waktunya dan mengambil gajinya…” [Dzailut Thabaqat Al-Hanabilah karya Ibnu Rajab]

Sebagaimana seorang pegawai ingin mendapat upahnya secara utuh dan tidak dikurangi gajinya sedikit pun, hendaklah ia tidak mengurangi jam kerjanya untuk urusan-urusan yang tidak terkait dengan pekerjaannya. Allah ta’ala telah mencela orang-orang yang berbuat curang yang mana mereka menuntut hak mereka dengan sempurna dan enggan untuk menunaikan hak orang lain secara utuh. Allah ta’ala berfirman:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.(*) (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi.(*) dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.(*) Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan.dibangkitkan.(*) pada suatu hari yang besar.(*) (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” [Q.S. Al-Muthaffifin : 1-6]

###

Asy Syaikh Sholih Al Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:
Peraturan jam kerja resmi yang ditentukan negara, anda dapati sebagian orang datang telat setengah jam, atau pergi/keluar (pulang) dari pekerjaan sebelum jam kerja usai setengah jam sebelumnya, dan terkadang terlambat sampai 1 jam atau bahkan lebih. Maka apakah hukum hal tersebut?

Jawab:
Yang tampak perkara ini tidak membutuhkan kepada jawaban.
Karena yang namanya imbalan  itu wajib menyesuaikan kepada yang dikorbankan.
Maka selama seorang pegawai tidak ridho/rela jika negara mengurangi hak gajinya sedikitpun, demikian pula wajib baginya untuk tidak mengurangi hak negara sedikitpun.
Maka tidak boleh bagi seorang pekerja untuk telat dari jam kerja resmi (yang telah ditetapkan) dan tidak pula mendahului (pergi) sebelum jam kerja resmi usai.

Penanya:
Akan tetapi sebagian orang beralasan bahwasanya di sana tidak ada pekerjaan atau pekerjaannya sedikit.

Asy syaikh rahimahullah:
Yang penting (jadi patokan) kamu itu terikat dengan waktu bukan dengan pekerjaan.
Yakni dikatakan kepadamu: ini gajimu atas kehadiranmu dari jam sekian hingga jam sekian, sama saja apakah di sana ada pekerjaan atau tidak ada pekerjaan.
Maka selama upah gaji itu berkaitan dengan waktu maka hendaknya dia harus menyempurnakan waktu tersebut, yakni menunaikan waktu itu, jika tidak maka yang kita makan dari upah gaji yang kita tidak hadir kerja tersebut adalah batil.
Allahu alam.

Ittiba'us Sunnah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar