Cari Blog Ini

Rabu, 10 September 2014

Tentang MEMAKAI TUTUP KEPALA

Ada sebuah wejangan yang berharga yang disampaikan oleh Syaikh Robi’ kepada anak-anak beliau dari kalangan penuntut ilmu dalam sebuah pertemuan di perpustakaan yang ada di rumah beliau di Makkah al Mukarromah. Pesan asy-Syaikh hafizhahullaah:

“Selamat datang kepada kalian semua. Dan sebelum pembahasan hadits dimulai, aku sampaikan sebuah nasehat terlebih dahulu kepada para ikhwan dan anak-anakku.
Aku melihat banyak kepala yang tersingkap (tidak memakai penutup), ini adalah gaya hidup yang diambil dari orang Barat. Dan wajib atas salafy untuk menyelisihi musuh-musuh Allah, salafy adalah orang yang menegakkan agama di atas penyelisihan terhadap mereka, dan menentang adat dan sikap taklid kepada orang Barat yang merusak. Maka janganlah kita taklid kepada mereka pada hal-hal yang nampak ini dan hal-hal yang lainnya.
Banyak muslimin yang menyerupai orang Barat, Yahudi, Nasrani, Komunis dan Syiah dengan penyerupaan yang sempurna. Hingga engkau temukan pada sebagian negara, tidak bisa dibedakan antara muslim dengan Yahudi dan Nasrani dari segi pakaian.
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari golongannya.”
Maka janganlah menyerupai musuh-musuh Allah ‘Azza wa Jalla dalam berbagai hal, jangan menyerupai mereka dalam aqidah, ibadah, adat kebiasaan, dan sebagainya. Baarokallaahufiik. Ini adalah masalah yang wajib diperhatikan oleh salafiyun secara khusus.
Dan jangan pula mengikuti orang-orang yang awam dan jahil. Wajib bagi salafiyun untuk menyelisihi mereka yang masih jahil dan mengajari mereka cara hidup yang islami dalam masalah ini dan masalah yang lainnya.
Masalah kedua,
Aku menyangka, wallaahu a’lam dan aku berharap sangkaanku ini salah, banyak pemuda salafy yang menggampangkan (bermudah-mudahan) terhadap sunnah. Dalam hal sholat sunnah setelah sholat-sholat wajib, apakah kalian sudah sholat sunnah setelah maghrib? Karena begitu cepatnya kalian hadir di tempat ini. Sudahkah kalian sholat sunnah maghrib? Aku bertanya pada kalian. Ha…!?
Janganlah kalian menggampangkan sunnah, janganlah kalian menggampangkan sunnah. Janganlah kalian menggampangkan sholat sunnah ba’da maghrib, jangan pula ba’da isya’. Janganlah menyia-nyiakan sunnah-sunnah yang lain. Janganlah kalian menggampangkannya karena sikap menggampangkan sunnah akan menggiring pada sikap menggampangkan yang wajib.
Maka jagalah sunnah-sunnah ini karena ini adalah tutup penghalang terhadap wajah syaithan, baarokallaahu fiikum, dan pencegah yang menghalangi syaithan dari menguasai kita untuk menggampangkan hal-hal yang fardhu dan wajib. Semoga Allah memberi taufik pada kalian dan meluruskan kesalahan kalian.
Wajib atas kalian untuk berpegang pada sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa sunnah, agama tidak akan sempurna. Gigitlah dengan gigi geraham. Hati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.
Aku minta setiap salafy berjanji untuk berpegang teguh dengan sunnah, petunjuk dan akhlaq Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Seorang muslim tidak disyari’atkan untuk membiarkan kepalanya tanpa penutup kecuali ketika haji dan umroh. Adapun selain itu, tidak. Baarokallaahufiikum, selain itu, tidak disyariatkan.
Semoga Allah memberi taufik kepada kalian dan mengokohkan kami dan kalian di atas sunnah.“

Dikirim oleh: Abu Ishaq Hidayat-
hafizhohullah- dari Solo.

WA Salafy Lintas Negara

###

Al Ustadz Abdul Haq Balikpapan hafizhahullah

Tanya:
Apa hukum orang yang tidak memakai peci dalam shalat? Apakah hal itu mengurangi kesempurnaan shalat?

Jawab:
Ma'asyaral muslimin rahimakumulah, satu hal yang dianjurkan bahkan diperintahkan didalam mengerjakan shalat adalah akhdzu zinah, mengambil perhiasan, tajammul, berhias. Bahkan termasuk syarat sahnya shalat adalah menutup aurat. Meskipun sebagian para ulama, mereka menyebutkan bahwa ungkapan mengambil perhiasan, berhias ketika seorang hendak mengerjakan shalat, itu lebih afdhal. Kenapa? Karena yang diperintahkan di dalam islam ketika seorang hendak shalat, itu bukan hanya sekedar menutup auratnya, tapi juga sekaligus berhias semampunya.
Sebagaimana firman Allah Jalla Wa 'Alla:
خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Hendaklah kalian mengambil perhiasan-perhiasan kalian pada saat kalian mendatangi masjid (QS Al-A'raf: 31)
Untuk ibadah, untuk shalat. Mau shalat jama'ah jum'at, cari pakaian yang paling bagus, tidak mesti mahal, kasih wewangian semampunya. Demikian pula termasuk zinah, hal-hal yang mendukungnya. Seorang tampak rapih ketika memakai peci, atau di Arab sana imamah, atau qutrah (yang biasa dikenakan diatas kepala tanpa diikat, seperti kerudung di Indonesia), termasuk zinah (perhiasan).
Sehingga tentunya seorang muslim selama dia mampu dan bisa untuk berhias, seperti memakai peci untuk shalat, maka itu yang sepatutnya. Wallahu ta'ala a'lamu bishawab.

TIS

###

SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Pertanyaan:
ﻳﻘﻮﻝ ﻟﺒﺲ ﺍﻟﻌﻤﺎﻣﺔ ﻫﻞ ﻫﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﻦ ﺍﻟﻤﺆﻛﺪﺓ؟
Apakah mengenakan imamah merupakan sunnah muakkadah (yang ditekankan)?

Jawaban:
ﻟﺒﺲ ﺍﻟﻌﻤﺎﻣﺔ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﻦ ﻻ ﺍﻟﻤﺆﻛﺪﺓ ﻭﻻ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻛﺪﺓ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻛﺎﻥ ﻳﻠﺒﺴﻬﺎ ﺍﺗﺒﺎﻋﺎ ﻟﻠﻌﺎﺩﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺰﻣﻦ ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻟﻢ ﻳﺄﺕ ﺣﺮﻑ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻳﺄﻣﺮ ﺑﻬﺎ ﻓﻬﻲ ﻣﻦ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺇﻥ ﺍﻋﺘﺎﺩﻫﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻠﻴﻠﺒﺴﻬﺎ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻟﺌﻼ ﻳﺨﺮﺝ ﻋﻦ ﻋﺎﺩﺓ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻟﺒﺎﺳﻪ ﺷﻬﺮﺓ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻌﺘﺪﻫﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻼ ﻳﻠﺒﺴﻬﺎ ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﺮﺍﺟﺢ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻤﺎﻣﺔ
Mengenakan imamah bukan termasuk sunnah, bukan sunnah muakkadah bukan pula sunnah yang lainnya.
Dikarenakan Nabi shallallahu alaihi wasallam dahulu beliau memakai imamah karena mengikuti kebiasan manusia pada saat itu.
Oleh karena inilah, tidak ada satu hurufpun dari sunnah Rasul memerintahkan memakainya.
Imamah adalah termasuk salah satu dari kebiasan yang dahulu manusia membiasakan diri memakainya.
Maka seseorang memakainya agar tidak keluar dari kebiasaan masyarakat, sehingga memakainya untuk menjaga reputasi.
Jika masyarakat tidak menjadikan kebiasaan, maka tidaklah dianjurkan memakainya.
Ini adalah pendapat yang rojih (terpilih) dalam hukum memakai imamah.

Fatawa Nur 'ala Darb Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah

WA Fawwaz Al Madkhaly

Tidak ada komentar:

Posting Komentar