Cari Blog Ini

Minggu, 02 November 2014

Tentang AKIKAH JANIN YANG GUGUR DAN BAYI YANG MENINGGAL SEBELUM HARI KETUJUH

Fatwa al-Lajnah ad-Daimah

Pertanyaan:
Janin yang gugur dari kandungan yang telah jelas bahwa dia laki-laki atau perempuan, apakah diakikahi atau tidak? Demikian juga bayi yang terlahir apabila meninggal beberapa hari setelah kelahiran sementara belum diakikahi saat dia hidup, apakah diakikahi setelah kematiannya atau tidak? Apabila telah lewat satu bulan, dua bulan, setengah tahun, satu tahun, atau bahkan lebih dari saat lahirnya bayi dan ia belum diakikahi, apakah diakikahi atau tidak?

Jawab:

Mayoritas para ulama berpendapat bahwa akikah adalah sunnah, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari, dan Ashabus Sunan dari Salman bin Amir, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata,
ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻎُ ﻣَﺎﻝِ ﻋَﻘِﻴْﻘَﺔٌ ﻓَﺄُﻫْﺮِﻳﻘُﻮﺍ ﻋَﻨْﻪُ ﺩَﻣًﺎ، ﻭَﺃَﻣِﻴﻄُﻮﺍ ﻋَﻨْﻪُ ﺍﻟْﺄَﺫَﻯ
“Bersama seorang anak itu akikahnya, maka tumpahkan darah untuk (akikahnya) dan hilangkan rambut (kepalanya).”
Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh al-Hasan dari Samurah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﻛُﻞُّ ﻍُ ﻣَﺎﻝٍ ﺭَﻫِﻴْﻨَﺔٌ ﺑِﻌَﻘِﻴﻘَﺘِﻪِ ﺗُﺬْﺑَﺢُ ﻋَﻨْﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺳَﺎﺑِﻌِﻪِ، ﻭَﻳُﺤْﻠَﻖُ، ﻭَﻳُﺴَﻤَّﻰ
“Tiap anak itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih pada hari ketujuh, digundul, dan diberi nama.” (HR. Ahmad dan Ashabussunan, dan dinyatakan sahih oleh at-Tirmidzi)
Demikian pula hadits itu yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﻣَﻦْ ﺃَﺣَﺐَّ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳُﻨْﺴِﻚَ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻩِ ﻓَﻠْﻴَﻔْﻌَﻞْ، ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻎُ ﻣَﺎﻝِ ﺷَﺎﺗَﺎﻥِ ﻣُﻜَﺎﻓِﺌَﺘَﺎﻥِ، ﻭَﻋَﻦِ ﺍﻟْﺠَﺎﺭِﻳَﺔِ ﺷَﺎﺓٌ
“Barang siapa di antara kalian ingin mengakikahi anaknya, lakukanlah. Untuk anak laki-lakinya dua ekor kambing yang seimbang dan untuk anak perempuannya satu ekor kambing.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, dengan sanad yang hasan)

Tidak ada akikah untuk janin yang gugur walaupun telah jelas apakah itu laki-laki atau perempuan, apabila gugur sebelum ditiupkan ruh padanya, karena dia tidak disebut anak atau bayi. Adapun akikah disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran, apabila janin dilahirkan dalam keadaan hidup, lalu mati sebelum hari ketujuh, maka disunnahkan untuk diakikahi pada hari ketujuh dan diberi nama. Apabila lewat hari yang ketujuh dan belum diakikahi, sebagian fuqaha berpendapat bahwa tidak disunnahkan untuk diakikahi setelahnya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan waktunya pada hari ketujuh. Sementara itu, ulama mazhab Hanbali dan sekelompok ahli fikih berpendapat bahwa disunnahkan untuk diakikahi walaupun telah lewat satu bulan, satu tahun, atau lebih, dari kelahirannya, berdasarkan keumuman hadits-hadits dan berdasarkan apa yang diriwayatkan al-Baihaqi dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengakikahi dirinya setelah kenabian, dan ini pendapat yang lebih hati-hati.

Allah Subhanahu wata’ala lah yang memberi taufik. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.

Komisi Tetap untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa
Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz; Wakil: Abdurrazzaq Afifi; Anggota: Abdullah Ghudayyan.

###

Asy Syaikh Shalih Fauzan bin Abdillah al Fauzan hafizhahullah

Soal:
Allah subhanahu wa ta’ala memberi saya rejeki berupa tiga anak perempuan. Hanya saja, mereka meninggal dunia dalam keadaan masih kecil, sementara saya belum sempat mengakikahi mereka. Padahal saya pernah mendengar bahwa syafaat anak-anak kecil dikaitkan dengan akikah. Maka dari itu, apakah sah saya mengakikahi mereka setelah meninggalnya? Apakah saya gabungkan akikah mereka dalam satu sembelihan atau masing-masing di sembelihkan sembelihan sendiri?

Jawaban:
Akikah untuk anak yang baru lahir hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang di tekankan), menurut pendapat jumhur (mayoritas) ahlul ilmi (ulama). Akan tetapi, hukum ini berlaku untuk anak-anak yang masih hidup, tanpa ada keraguan di dalamnya, karena hal ini adalah sunnah yang pasti dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun akikah untuk anak-anak yang sudah meninggal (yang belum diakikahi saat hidupnya), tidak tampak disyariatkan bagi Anda. Sebab, akikah itu disembelih hanya sebagai tebusan bagi anak yang lahir, untuk tafaul (berharap/optimis) akan keselamatannya, dan untuk mengusir setan dari si anak, sebagaimana hal ini di tetapkan olel al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, Tuhfah al-Maudud fi Ahkam al-Maulud. Tujuan-tujuan ini tidak ada pada anak-anak yang sudah meninggal.
Adapun hal yang diisyaratkan oleh penanya bahwa akikah masuk dalam (syarat) syafaat anak yang lahir bagi ayahnya apabila ayah mengakikahinya, hal ini tidaklah benar dan telah didhaifkan (dilemahkan) oleh Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau menyebutkan bahwa rahasia dalam akikah itu adalah:
1. Akikah menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam tatkala beliau menebus putranya, Ismail ‘alaihis salaam.
2. Akikah bertujuan untuk mengusir setan dari anak yang lahir, sementara makna hadits,
كل غلام رهينة بعقيقته
“Setiap anak tergadai dengan akikahnya.” (HR Ahmad (5/12), Abu Dawud no. 2837, at-Tirmidzi no. 1522, dan yang lainnya, dinyatakan shahih dalam shahih al-Jami’ no. 4541)
Maknanya, si anak tergadai pembebasannya dari setan dengan akikahnya. Apabila si anak tidak diakikahi, niscaya dia tetap sebagai tawanan bagi setan. Jika diakikahi dengan akikah yang syar’i, dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala hal itu akan menjadi sebab terbebasnya dia dari tawanan setan.
Demikian makna yang dihikayatkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.
Bagaimanapun, apabila si penanya ingin mengakikahi anak-anak perempuannya yang sudah meninggal dan menganggap baik hal tersebut, silahkan dia lakukan. Akan tetapi, yang rajih (kuat) menurut saya, hal tersebut tidaklah disyariatkan.
Kapan waktu yang afdhal (lebih utama) untuk mengakikahi anak yang lahir dan hidup?
Yang afdhal adalah hari ketujuh. Inilah waktu yang paling utama sebagaimana di sebutkan dalam nash/dalil. Namun, seandainya di tunda dari hari ketujuh, tidaklah apa-apa. Tidak ada batasan untuk akhir waktunya. Hanya saja sebagian ahlul ilmi memandang apabila anak telah dewasa, berarti waktu akikah telah gugur. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa tidak ada akikah untuk orang yang sudah dewasa. Sementara itu, jumhur ulama berpandangan tidak ada larangan untuk hal tersebut meskipun yang di akikahi sudah dewasa.” (Majmu’ Fatawa Fadhilatudy Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, 2/573-574)

Disadur dari Majalah Asy Syariah Edisi 105, vol IX/1436H/2014M

###

Masalah:
Apakah seorang perempuan yang mengalami keguguran disyariatkan melakukan aqiqah untuk anaknya?

Jawaban:
Dalam masalah ini dirinci menjadi dua hal:
Pertama:
Apabila janin yang gugur telah ditiupkan padanya ruh padanya (yaitu janin sudah berumur 4 bulan) maka disyariatkan aqiqah untuknya, ini adalah pendapat yang kuat dari sekian pendapat. Karena janin tersebut telah dianggap sebagai manusia dan juga kalau kita lihat pada kenyataan secara keumuman pada usia tersebut bayi telah bergerak-gerak di dalam rahim ibunya, dan apabila dia gugur pada usia tersebut maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan diharapkan nantinya akan menjadi pensyafa’at bagi orang tuanya pada hari kiamat nanti.
Kedua:
Apabila janin itu gugur belum ditiupkan ruh (yaitu janin tersebut di bawah usia 4 bulan) maka tidak disyariatkan untuknya aqiqah karena janin tersebut belum bisa disebut sebagai manusia.

Faidah:
Bayi lahir dalam keadaan hidup kemudian mati sebelum tanggal ketujuh dari hari kelahirannya maka pendapat jumhur para ulama dalam masalah ini adalah disyariatkan untuk bayi tersebut aqiqah. Apabila bayi lahir dalam keadaan hidup dan sampai pada hari ketujuhnya belum dilakukan aqiqah untuknya, maka pendapat jumhur para ulama adalah boleh dilakukan aqiqah pada hari kedelapannya atau setelahnya.

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy

wa forum kis

###

Soal:
Janin yang gugur dan bayi yang meninggal apakah tetap diaqiqahi?

Jawaban:
Di dalam permasalahan ini ada perincian sebagai berikut:
- Janin yang gugur sebelum usia kehamilan mencapai empat bulan: tidak diaqiqahi, tidak diberi nama, tidak dihukumi sebagai manusia, tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalati, dan bebas dikubur di mana saja.
- Janin yang gugur setelah usia kehamilan mencapai empat bulan atau lebih: dimandikan, dikafani, dishalati, diberi nama, dikubur di pekuburan kaum muslimin dan diaqiqahi.
- Bayi yang lahir dalam keadaan hidup, kemudian meninggal dunia sehari atau dua hari setelahnya (belum sampai hari ketujuh): dimandikan, dikafani, dishalati, diberi nama, dikubur di pekuburan kaum muslimin, dan diaqiqahi.
Pada poin ini dan yang sebelumnya ada perbedaan pendapat, akan tetapi yang kuat (rajih) sebagaimana yang kami sebutkan insya Allah, wallahu a'lam.
- Bayi yang lahir dan meninggal dunia setelah hari ketujuh: dimandikan, dikafani, dishalati, diberi nama, dikubur di pekuburan kaum muslimin dan diaqiqahi.
(Lihat Majmu' Fatawa al-'Utsaimin 25/226 no. 159 dan Syarh al-Mumti' 7/494)

Sumber:
Buletin Al Ilmu Edisi No. 23/VI/XIII/1436 H

Penulis: Ustadz Abu Luqman

1 komentar: