Cari Blog Ini

Senin, 08 Desember 2014

Tentang SUNNAH NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

Yang dimaksud dengan Sunnah Nabi adalah petunjuk dan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalamnya mencakup perkara-perkara yang hukumnya wajib maupun sunnah, yang berkaitan dengan akidah maupun ibadah dan yang berkaitan dengan muamalah maupun akhlak. Para ulama Salaf mengatakan bahwa As Sunnah artinya mengamalkan Al Qur`an dan hadits serta mengikuti para pendahulu yang shalih serta ber-ittiba’ (berteladan) dengan jejak mereka. (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah 2/428, Ta’zhimus Sunnah hal. 18)

Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan As Sunnah pada asalnya adalah jalan yang ditempuh, dan itu meliputi sikap berpegang teguh dengan apa yang dijalani oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya baik berupa keyakinan, amalan, maupun ucapan. Dan inilah makna As Sunnah secara sempurna. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hadits no. 28)

Itulah yang dimaksud dalam pembahasan ini, sehingga kita tidak terpaku pada istilah sunnah menurut ahli fiqih atau sunnah menurut ahli ushul fiqih atau sunnah dalam arti akidah, tetapi mencakup itu semua.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman: “Dan apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka ambillah sedang apa yang beliau larang darinya maka berhentilah.” (Al-Hasyr: 7)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Perintah ini mencakup prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya baik lahir maupun batin, dan bahwa yang dibawa oleh Rasul maka setiap hamba harus menerimanya dan tidak halal menyelisihinya. Apa saja yang disebut oleh Rasul seperti apa yang disebut oleh Allah, tidak ada alasan bagi seorangpun untuk meninggalkannya dan tidak boleh mendahulukan ucapan siapapun atas ucapan Rasul.” (Taisir Al-Karimirrahman hal. 851)

‘Alqamah berkata:
“Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu melaknat para wanita yang mentato dan minta ditato, wanita yang menghilangkan rambut alis, wanita yang minta dihilangkan rambut alisnya dan wanita yang mengikir giginya agar terlihat bagus, wanita-wanita yang merubah ciptaan Allah. Ketika ucapan Abdullah bin Mas’ud ini sampai kepada Ummu Ya’qub, salah seorang wanita dari Bani Asad yang biasa membaca Al Qur`an, ia mendatangi Abdullah seraya berkata: ‘Berita yang sampai padaku tentangmu bahwasanya engkau melaknat wanita-wanita yang demikian (Ummu Ya’qub menyebutkannya satu persatu)?’
Abdullah menjawab: ‘Kenapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan hal ini ada dalam Kitabullah?’
‘Demi Allah, aku telah membaca lembaran-lembaran Al Qur`an, namun aku tidak mendapatkan laknat yang engkau sebutkan,’ kata Ummu Ya’qub.
Abdullah menimpali: ‘Demi Allah, bila engkau membacanya niscaya engkau akan mendapatkannya, yaitu Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Apa yang dibawa oleh Rasulullah untuk kalian maka ambillah dan apa yang beliau larang maka tinggalkanlah.” (HR. Al-Bukhari no. 5939 dan Muslim no. 2125)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia menaati Allah.” (An-Nisa`: 80)

Maksudnya, setiap orang yang taat kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perintah dan larangan berarti ia taat kepada Allah Subhanahu wata’ala, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintah atau melarang kecuali dengan perintah dari Allah Subhanahu wata’ala. Ini berarti pula bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlindungi dari kesalahan karena Allah memerintahkan kita untuk taat kepadanya secara mutlak. Kalau seandainya beliau tidak ma’shum (terjaga dari salah) pada apa yang beliau sampaikan dari Allah Subhanahu wata’ala, tentu Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memerintahkan taat kepadanya secara mutlak dan tidak memujinya. (Taisir Al-Karimirrahman hal. 189 dan Tafsir Ibnu Katsir 2/541)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Dan tidaklah ada pilihan bagi seorang mukmin atau mukminah jika Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya telah memutuskan sebuah perkara pada urusan mereka.” (Al-Ahzab: 36)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Ayat ini umum meliputi seluruh perkara, yaitu jika Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menetapkan hukum sebuah perkara maka tidak boleh bagi seorangpun untuk menyelisihinya. Tidak ada peluang pilihan, ide atau pendapat bagi siapapun di sini.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/498)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Dan jika kalian menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An-Nur: 54)

Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Jika kalian menaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus, baik ucapan maupun perbuatan. Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan hidayah melainkan dengan menaatinya, dan tanpa (menaatinya) tidak mungkin (akan mendapatkan hidayah) bahkan mustahil.” (Tafsir As Sa’di, hal. 521)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Berhati-hatilah orang yang menyelisihi perintah dia (Rasul) akan menimpa kepadanya fitnah atau adzab yang pedih.” (An Nuur: 63)

Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Hendaklah takut siapa saja yang menyelisihi syari’at Rasul secara lahir maupun batin untuk tertimpa fitnah dalam hatinya berupa kekafiran, kemunafikan, bid’ah atau tertimpa adzab yang pedih di dunia dengan dihukum mati, had, dipenjara atau yang lainnya.”

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Dan berpegang-teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali Imran: 103)

Al Imam Al Qurthubi rahimahullah ketika menjelaskan ayat 103 surat Ali Imran di atas menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan kitab-Nya (Al Qur’an) dan sunnah nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal keyakinan dan amalan. Hal ini agar kaum muslimin bersatu dan tidak tercerai-berai, sehingga akan meraih kemaslahatan dunia dan agama, serta selamat dari perselisihan. (Lihat Tafsir Al Qurthubi, 4/105)

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻣَﺎ ﻧَﻬَﻴْﺘُﻜُﻢْ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﺎﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻣَﺮْﺗُﻜُﻢْ ﺑِﻪِ ﻓَﺎﻓْﻌَﻠُﻮﺍ ﻣِﻨْﻪُ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﺃَﻫْﻠَﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻛَﺜْﺮَﺓُ ﻣَﺴَﺎﺋِﻠِﻬِﻢْ ﻭَﺍﺧْﺘِﻠَﺎﻓُﻬُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻧْﺒِﻴَﺎﺋِﻬِﻢْ
“Apa saja yang aku larang kalian darinya maka tinggalkanlah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian maka ambillah semampu kalian. Hanyalah yang membinasakan orang-orang yang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan mereka dan penyelisihan mereka terhadap para nabi yang diutus kepada mereka.” (Muttafaqun ‘alaih)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻛُﻞُّ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﻳَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﺑَﻰ. ﻗَﺎﻟُﻮﺍ: ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺄْﺑَﻰ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﻣَﻦْ ﺃَﻃَﺎﻋَﻨِﻲ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻭَﻣَﻦْ ﻋَﺼَﺎﻧِﻲ ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﺑَﻰ
“Seluruh umatku akan masuk jannah kecuali yang enggan.” Maka dikatakan: “Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang menaatiku maka dia pasti masuk jannah, sedangkan barangsiapa yang mendurhakaiku maka sungguh dia telah enggan (masuk jannah).” (HR. Al-Bukhari, Kitabul I’tisham bil Kitabi was Sunnah, Bab Al-Iqtida` bi Sunani Rasulillah, no. 6737)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Keduanya tidak akan berselisih sampai keduanya mendatangiku di Al-Haudh.” (HR. Malik dan Al-Hakim. Asy-Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”)

Dari Al-’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan sebuah nasehat kepada kami dengan nasehat yang sangat mengena, hati menjadi gemetar dan matapun berderai air mata karenanya, maka kami katakan: ’Wahai Rasullullah, seolah-olah ini nasehat perpisahan maka berikan wasiat kepada kami’, lalu beliau katakan: ‘Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala, mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat perbedaan yang banyak, maka wajib atas kalian bepegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Al-Khulafa` Ar-Rasyidin, gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” (Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 2549)

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
“Ini adalah berita dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam tentang perkara yang pasti terjadi pada umatnya setelah beliau meninggal. Yaitu, banyak terjadi perselisihan di dalam prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya, di dalam ucapan, perbuatan, maupun keyakinan. Dan hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam tentang perpecahan yang akan terjadi pada umatnya menjadi 73 golongan, semuanya di dalam neraka kecuali satu golongan. Golongan tersebut adalah siapa saja yang berada di atas jalan yang Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu anhum di atasnya. Dan demikianlah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam di dalam hadits ini memerintahkan agar kita berpegang teguh dengan Sunnah beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam dan sunnah Khulafa’ Ar-Rasyidin setelah beliau meninggal. Maka hal ini mencakup seluruh perkara yang beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam dan para khalifahnya di atasnya, baik berupa keyakinan, amalan, maupun ucapan. Inilah sunnah yang sempurna.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam 2/120)

Beberapa orang datang kepada istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan amalan yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat sendirian. Setelah mendengar jawabannya merekapun menganggap bahwa diri mereka sangat jauh dari apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga masing-masing menetapkan azam (tekad)-nya. Salah satu dari mereka berkata: “Saya tidak akan menikahi wanita.” Yang lain mengatakan: “Saya tidak akan makan daging,” dan yang lain mengatakan: “Saya tidak akan tidur di kasur.” Sampailah berita itu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliaupun berpidato dengan memuji Allah Subhanahu wata’ala dan menyanjung-Nya lantas berkata: “Mengapa ada orang-orang yang mengatakan demikian dan demikian, (padahal) saya bangun shalat malam dan saya juga tidur, saya puasa dan saya terkadang tidak berpuasa, dan saya juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak suka dengan Sunnahku, dia bukan dari golonganku.” (Shahih, HR. Muslim 9/179)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Seseorang bertanya: “Lima puluh dari mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: “Pahala lima puluh dari kalian.” (Shahih, HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 494 dan kitab Al-Qabidhuna ‘Alal Jamr)

Di hadits yang lain Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan sebagaimana awalnya, maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab beliau: “Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak.” (Shahih, HR. Abu ‘Amr Ad-Dani dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 1273)

Berkata Syaikh Al Albani rahimahullah:
Jika engkau membahas tentang tauhid maka pelaku kesyirikan akan mengasingkanmu.
Dan jika engkau membahas tentang sunnah maka pelaku kebid'ahan akan mengasingkanmu.
Jika engkau berkata tentang dalil, bukti, hujjah, maka orang-orang yang fanatikus, pengikut madzhab, orang-orang bodoh, akan membuangmu.
Jika engkau berbicara tentang ketaatan kepada para penguasa, mendoakan mereka, dan menasehati dengan cara yang baik, maka para pemberontak dan sekte-sekte akan membuangmu.
Jika engkau berbicara mengenai islam dan kaitan agama dengan kehidupan ini, maka orang-orang sekuler, kaum liberal, dan yang semisal dengan mereka yang ingin memisahkan antara agama dan kehidupan akan mengasingkanmu.
Keterasingan yang sangat bagi ahlus sunnah.
Mereka memerangi kita dengan segala cara, memerangi kita dengan media masa yang bisa didengar, dilihat dan yang yang termuat dalam tulisan-tulisan.
Hingga pada tingkat keluarga dan dan teman-teman memerangi orang asing ini yang berpegang teguh dengan Alquran dan Assunnah.
Meskipun demikian, kita berbahagia dengan keterasingan ini dan kitapun berbangga dengannya.
Dikarenakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memuji terhadap mereka orang-orang yang asing. Beliau bersabda:
Sesungguhnya islam muncul pertama kali itu asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana awal kali, maka syurga bagi orang-orang yang asing.
Maka ada yang bertanya:
Siapakah mereka wahai Rasulullah?
Rasul menjawab:
Mereka adalah orang-orang yang membuat kebaikan ketika manusia itu rusak.
(Silsilah Sohihah: 1273)

Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ’anhu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu tenggelam dalam kehidupan jahiliyyah dan kejelekan, kemudian Allah menganugerahkan kepada kami kebaikan (Al-Islam) ini. Apakah setelah adanya kebaikan ini akan ada kejelekan?"
Beliau bersabda, "Ya."
Aku pun berkata, "Dan apakah setelah kejelekan itu akan ada kebaikan lagi?"
Beliau bersabda, "Ya, namun padanya terdapat kesuraman (pergeseran dalam agama)."
Aku berkata, "Apa bentuk kesuraman itu?"
Beliau bersabda, "Adanya suatu kaum yang berprinsip dengan selain Sunnahku dan mengambil petunjuk dengan selain petunjukku. Engkau mengetahui apa yang datang dari mereka dan bisa mengingkari."
(HR. Al-Bukhari no. 7084 dan Muslim no. 1847, dengan lafadz Muslim)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya setiap amalan itu ada masa giatnya dan setiap giat itu ada masa jenuhnya maka barang siapa yang jenuhnya itu kepada Sunnahku berarti ia mendapatkan petunjuk dan barang siapa yang masa jenuhnya itu kepada selainnya maka ia binasa.” (Shahih, HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Ibnu ‘Amr. Lihat Shahihul Jami’ no. 2152)

Diriwayatkan bahwa ‘Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu dahulu ketika pergi menuju Syam beliau mendapati sungai yang mesti diseberangi. Maka turunlah beliau dari untanya dan melepaskan dua sandalnya lalu membawanya sembari mencebur dan menyeberangi sungai itu dengan untanya. Saat itu berkatalah Abu ‘Ubaidah kepadanya: “Sungguh pada hari ini engkau telah melakukan sesuatu yang besar di mata penduduk bumi.” Umar pun menepuk dadanya dan mengatakan: “Duhai seandainya selainmu yang mengatakan kata-kata ini, wahai Abu Ubaidah. Sesungguhnya kalian (bangsa Arab) dahulu adalah orang-orang yang paling hina dan rendah, lantas Allah Subhanahu wata’ala angkat kalian dan muliakan kalian dengan sebab mengikuti Rasul-Nya. Maka bagaimanapun kalian mencari kemuliaan dengan selain jalan itu niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan menghinakan kalian.”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata:
“Sederhana dalam As-Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Ibnu Nashr, 30, Al-Lalikai 1/88 no. 114, dan Al-Ibanah 1/320 no. 161)

Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Kamu harus berpegang dengan jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan as-Sunnah. Sesungguhnya orang yang (berjalan) di atas jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan as-Sunnah kemudian dia mengingat ar-Rahman (Allah subhanahu wa ta’ala) hingga air matanya menetes karena takut kepada-Nya, tidak akan tersentuh api neraka. Sesungguhnya sederhana dalam jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan As-Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam kebid’ahan.”

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma berkata:
“Tetaplah kamu beristiqamah dan berpegang dengan atsar serta jauhilah bid’ah.” (Al-I’tisham, 1/112)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Manusia tetap berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi.” (Riwayat Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal no. 220. Lihat Miftahul Jannah no.197)

Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud rahimahullah mengatakan,
“Kamu tidak akan salah selamanya asalkan kamu di atas as-Sunnah.” (ath-Thabaqat, 1/71, al-Hujajul Qawiyah, 30)

Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah mengatakan,
“Kamu haruslah komitmen dengan as-Sunnah. Sesungguhnya as-Sunnah akan menjagamu dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala.” (al-Hilyah, 5/338, al-Hujajul Qawiyah,30)

‘Urwah rahimahullah mengatakan: “Mengikuti Sunnah-Sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.” (Riwayat Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal no. 221, Miftahul Jannah no. 198)

Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan:
“Dahulu mereka mengatakan: Selama seseorang berada di atas jejak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia berada di atas jalan yang lurus.” (Riwayat Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal no. 230, Miftahul Jannah no. 200)

Abul ‘Aliyah rahimahullah menyatakan:
تَعَلَّمُوا اْلإِسْلَامَ فَإِذَا تَعَلَّمْتُوُهُ فَلاَ تَرْغَبُوْا عَنْهُ وَعَلَيْكُمْ بِالصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ فَإِنَّهُ الْإِسْلاَم وَلاَ تُحَرِّفُوا اْلِإسْلَامَ يَمِيْنًا وَلَا شِمَالًا وَعَلَيْكُمْ بِسُنَّةِ نَبِيِّكُمْ وَالَّذِي كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُهُ وَإِيَّاكُمْ وَهَذِهِ الْأَهْوَاءَ الَّتِي تُلْقِي بَيْنَ النَّاسِ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ
Pelajarilah Islam. Jika kalian telah mempelajarinya janganlah membencinya. Hendaknya kalian berada di atas jalan yang lurus, yaitu Islam. Jangan menyimpang dari Islam ke kanan atau ke kiri. Wajib bagi kalian (berpegang) dengan Sunnah Nabi kalian yang diamalkan oleh para Sahabat beliau. Hati-hati kalian jauhilah hawa nafsu ini (kebid’ahan) yang akan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia. (Diriwayatkan oleh al-Laalikaai dalam syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah wal Jamaah (1/56), Ibnu Wadhdhoh dalam al-Bida’, al-Ajurriy dalam asy-Syari’ah, al-Marwaziy dalam as-Sunnah)

Az-Zuhri rahimahullah berkata:
Ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan: “Berpegang dengan As-Sunnah adalah keselamatan. Ilmu itu tercabut dengan segera, maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam sedangkan dengan perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama).” (Al-Lalikai 1/94 no. 136 dan Ad-Darimi, 1/58 no. 16)

Al-Auza’i rahimahullah mengatakan,
“Kami berjalan ke mana as-Sunnah berjalan.” (Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, al-Imam al-Lalikai rahimahullah, 1/64)

Al Auza'i rahimahullah juga berkata, "Sabarlah dirimu di atas sunnah. Berhentilah di mana berhentinya kaum tersebut (yaitu para shahabat nabi, pent). Bicaralah dengan apa yang mereka bicara, berhentilah dengan apa yang mereka berhenti. Tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena yang demikian itu mencukupimu sebagaimana mereka telah cukup."
(Al Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'anil Ibtida', Imam as Suyuthi, hal. 9-10, cet. Darul Istiqamah 2013)

Sufyan ats Tsauri rahimahullah berkata, "Janganlah engkau menetapi ucapan dan amalan kecuali dengan yang mencocoki sunnah."
(Al Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'anil Ibtida', Imam as Suyuthi, hal. 9-10, cet. Darul Istiqamah 2013)

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah juga mengatakan,
“Wahai Yusuf, jika ada seorang Ahlus Sunnah dari negeri timur, sampaikan salamku kepadanya; dan jika ada seorang Ahlus Sunnah dari negeri barat, sampaikan salamku kepadanya. Sungguh, Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat sedikit jumlahnya.”

Al-Imam Malik bin Anas berkata: ‘Barangsiapa yang berpegang teguh dengan As-Sunnah, dan para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selamat dari (cercaan)nya, lalu dia meninggal, maka dia bersama para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih, meskipun sedikit amalnya.’
(Diambil dari Irsyadus Sari fi Syarhis Sunnah lil Barbahari, hal. 248)

Bisyr bin Al-Harits berkata: ‘As-Sunnah adalah Islam, dan Islam adalah As-Sunnah.’
(Diambil dari Irsyadus Sari fi Syarhis Sunnah lil Barbahari, hal. 248)

Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata: ‘Bila engkau melihat seorang Ahlus Sunnah, seakan-akan engkau melihat salah seorang shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dan bila engkau melihat seorang ahli bid’ah, seakan-akan engkau melihat salah seorang kaum munafik.’
(Diambil dari Irsyadus Sari fi Syarhis Sunnah lil Barbahari, hal. 248)

Yunus bin ‘Ubaid berkata: ‘Adalah mengagumkan ada seseorang pada hari ini yang mendakwahkan As-Sunnah. Dan lebih mengagumkan lagi adalah orang yang menerima dakwah As-Sunnah.’
(Diambil dari Irsyadus Sari fi Syarhis Sunnah lil Barbahari, hal. 248)

Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata:
“Berhati-hatilah kamu, jangan sampai menulis masalah apapun dari ahli ahwa’, sedikit atau pun banyak. Berpeganglah dengan Ahlul Atsar dan Ahlus Sunnah.” (As-Siyar, 11/231)

Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:
“Dalam mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat keberkahan dalam mengikuti syari’at, meraih keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala, meninggikan derajat, menentramkan hati, menenangkan badan, membuat marah syaithan, dan berjalan di atas jalan yang lurus.” (Dharuratul Ihtimam, hal. 43)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku. Niscaya Allah pasti akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali Imran: 31)

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, bahwa dia berkata:
ﻛُﻨْﺖُ ﺃَﻛْﺘُﺐُ ﻛُﻞَّ ﺷَﻲْﺀٍ ﺃَﺳْﻤَﻌُﻪُ ﻣِﻦْ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃُﺭِﻳﺪُ ﺣِﻔْﻈَﻪُ ﻓَﻨَﻬَﺘْﻨِﻲ ﻗُﺮَﻳْﺶٌ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ: ﺇِﻧَّﻚَ ﺗَﻜْﺘُﺐُ ﻛُﻞَّ ﺷَﻲْﺀٍ ﺗَﺴْﻤَﻌُﻪُ ﻣِﻦْ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑَﺸَﺮٌ ﻳَﺘَﻜَﻠَّﻢُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻐَﻀَﺐِ ﻭَﺍﻟﺮِّﺿَﺎ؟ ﻓَﺄَﻣْﺴَﻜْﺖُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻓَﺬَﻛَﺮْﺕُ ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﺮَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﺍﻛْﺘُﺐْ ﻓَﻮَﺍﻟَّﺬِﻱ ﻧَﻔْﺴِﻲ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻣَﺎ ﺧَﺮَﺝَ ﻣِﻨِّـﻲ ﺇِﻟَّﺎ ﺣَﻖٌّ
"Aku senantiasa menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk aku hafal. Maka kaum Quraisy melarangku dan berkata, "Engkau menulis segala yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia, beliau berkata dalam keadaan marah maupun ridha?" Aku pun menahan diri dari menulis hingga aku sebutkan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tulislah. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah keluar dariku kecuali kebenaran.” (HR. Ahmad, 2/162. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1532, dan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Ash-Shahihul Musnad no. 768)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh-sungguh aku akan dapati salah seorang dari kalian bertelekan (tiduran) di atas dipannya, (lalu) datang kepadanya sebuah perintah dari perintahku atau larangan dari laranganku lalu dia mengatakan: ‘Saya tidak tahu itu. Apa yang kami dapatkan dalam kitab Allah kami ikuti.’” (Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dari Abu Rafi’, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ 7172)

Seorang tabi’in bernama Abu Qilabah rahimahullah mengatakan: “Jika kamu ajak bicara seseorang dengan As Sunnah lalu dia mengatakan: ‘Tinggalkan kami dari ini dan datangkan Kitabullah.’ Maka ketahuilah bahwa dia sesat.” (Thabaqat Ibni Sa’d 7/184, Ta’zhimus Sunnah hal. 25)

Ketika datang kepada Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma seseorang yang seolah-olah mengadu Sunnah Nabi dengan pendapat Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, maka Abdulllah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: “Hampir-hampir turun kepada kalian bebatuan dari langit, aku katakan Rasullullah berkata demikian, dan kalian katakan Abu Bakar dan ‘Umar berkata demikian?!” (Riwayat Ahmad dengan sanad hasan, lihat Tahqiq Fathul Majid hal. 451 oleh Walid Al-Furayyan)

Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata: “Saya merasa heran terhadap sebuah kaum yang tahu sanad hadits dan keshahihannya, lalu pergi kepada pendapat Sufyan (yakni Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah). Padahal Allah Subhanahu wata’ala berfirman: ‘Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih’ (An-Nur: 63). Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah adalah syirik.” (Fathul Majid hal. 466)

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah ditanya tentang sebuah masalah maka beliau mengatakan bahwa dalam masalah ini diriwayatkan demikian dan demikian dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka si penanya mengatakan: “Wahai Al-Imam Asy-Syafi’i, apakah engkau berpendapat sesuai dengan hadits itu?” Maka beliau langsung gemetar lalu mengatakan: “Wahai, bumi mana yang akan membawaku dan langit mana yang akan menaungiku, jika aku riwayatkan hadits dari Nabi kemudian aku tidak memakainya?! Tentu, hadits itu di atas pendengaran dan penglihatanku.” (Shifatus Shafwah 2/256, Ta’zhimus Sunnah hal. 28)

Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah ditanya dengan pertanyaan yang mirip lalu beliau gemetar dan menjawab: “Apakah engkau melihat aku seorang Nasrani? Apakah kau melihat aku keluar dari gereja? Ataukah engkau melihat aku memakai ikat di tengah badanku (yang biasa orang Nasrani memakainya)? Saya meriwayatkan hadits dari Nabi lalu saya tidak mengambilnya sebagai pendapat saya?!” (Miftahul Jannah, 6)

Berkata Abu Utsman An Naysaburi Rahimahullah:
ماترك أحد شيئا من السنة إلا لكبر نفسه
"Tidaklah seseorang meninggalkan sesuatu dari sunnah, melainkan pada dirinya terdapat kesombongan." (Iqtidho Sirathal Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hlm 250)

###

BAHAYA MENENTANG SUNNAH NABI shallallahu alaihi wasallam

Di antara bahaya-bahaya yang bisa menimpa seseorang yang menetang sunnah Rasul shallallahu alaihi wasallam adalah:
1. Terjerumus ke dalam kesesatan dan dimasukkan ke jahanam. Allah berfirman yang artinya:
“Dan siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan kaum mukminin, maka Kami biarkan ia berpaling ke dalam kesesatan yang telah dia tempuh sendiri lalu Kami masukkan dia ke dalam jahannam, sedangkan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisaa’: 115)
2. Akan di usir dari Haudh (telaga) Rasulullah di hari kiamat nanti, padahal barangsiapa yang meminum darinya tidak akan haus selama-selamanya, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim.
3. Tertolaknya amalan ibadah. Allah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (tertolak) amalan kalian , sedangkan kalian tidak menyadari.” (Al-Hujurat: 2)
Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Lalu bagaimana dengan orang yang mendahulukan selain perkataan dan petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?! Bukankah, lebih akan terhapus amalnya sedangkan ia tidak menyadarinya?!” (Al Waabilus Shoyyib: 24)
4. Menggugurkan dan membatalkan keimanan. Allah berfirman yang artinya:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa berat hati terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisaa’: 65)

BENTUK-BENTUK PENENTANGAN TERHADAP SUNNAH RASULULLAH shallallahu alaihi wasallam

Di antara bentuk penentangan terhadap sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang bisa disebutkan dalam kajian kali ini adalah:
1. Mencukupkan Al Qur’an tanpa petunjuk As Sunnah, sebagaimana yang dilakukan sekte Qur’aniyyun yang lebih pantas disebut sekte Inkarus Sunnah, hal ini sangat bertentangan dengan firman Allah yang artinya:
“Dan segala perkara yang diperintahkan Rasul (Sunnah) maka ikutilah dan segala perkara yang dia larang maka jauhilah.” (Al Hasyr: 7)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri telah memberitakan akan munculnya suatu kelompok yang meremehkan sunnah (hadits)nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Miqdam bin Ma’di Karib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Dikhawatirkan seseorang duduk bertelekan di atas sofanya (dalam keadaan sombong), ketika dibacakan sebuah hadits dariku dia mengatakan: Cukup antara kami dan kalian Kitabullah (Al Qur’an). Apa yang kita dapati di dalamnya suatu yang halal maka kita halalkan dan suatu yang haram maka kita haramkan.” Beliau mengatakan: “Ketahuilah sesungguhnya apa yang Rasulullah haramkan seperti apa yang Allah haramkan.” (H.R Ibnu Majah)
2. Menolak hadits-hadits ahad selain mutawatir dalam masalah aqidah walaupun hadis-hadits tersebut shohih, sebagaimana yang disebarkan oleh sekte Mu’tazilah. Faham ini berkembang ketika masuknya ilmu filsafat di tengah-tengah umat Islam.
3. Mendahulukan akal di atas sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, seperti yang dilakukan Mu’tazilah, Aqlaniyyun (para pendewa akal), Jaringan Islam Liberal (JIL) dan para ahli filsafat. Allah melarang perbuatan mereka dalam firman-Nya yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendahulukan ucapan siapapun terhadap ucapan Allah dan Rasul-Nya.” (Al Hujurat: 1)
4. Taqlid terhadap madzhab, golongan, partai, atau adat tertentu sebagaimana kebiasaan orang-orang musyrikin terdahulu. Allah mencela sifat yang demikian dalam firman-Nya yang artinya:
“Dan jika dikatakan kepada mereka (orang-orang musyrikin): “Ikutilah apa yang telah Allah turunkan (Al Qur’an dan As Sunnah)”, maka mereka menjawab: “Bahkan kami tetap mengikuti apa yang telah ditempuh nenek moyang kami.” (Al Baqarah: 170)

SIKAP PARA SAHABAT TERHADAP PENENTANG SUNNAH RASUL shallallahu alaihi wasallam

Berkata Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu: “Janganlah engkau meninggalkan satu amalan pun yang dilakukan Rasulullah, kecuali engkau beramal dengannya. Sungguh aku sangat khawatir, jika engkau meninggalkan amalan yang diperintahkan oleh Rasulullah, maka engkau akan menyimpang (dari al haq).”
Dari Abu Qatadah berkata: “Kami pernah di sisi Imran bin Hushain radhiyallahu anhu dalam suatu rombongan dan di antara kami terdapat Busyair bin Kaab. Maka pada suatu hari Imran berbicara kepada kami, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sifat malu itu baik semuanya. Maka Busyair bin Kaab berkata: Sesungguhnya kami mendapati di sebagian kitab atau hikmah bahwa dari malu itu ada yang merupakan ketentraman dan penghormatan kepada Allah, tetapi pada malu itu juga ada kelemahan. Maka Imran pun marah sampai merah kedua matanya dan berkata: Tidakkah kamu melihat aku, aku mengajak bicara kepadamu dengan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sedangkan kamu menentangnya! (Muttafaqun ‘alaihi)

BEBERAPA FAKTA TENTANG ADZAB ALLAH DI DUNIA BAGI PARA PENENTANG SUNNAH shallallahu alaihi wasallam

1. Dari Salamah bin Al-Akwa, bahwasanya seseorang pernah makan di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan tangan kirinya. Maka beliau berkata: Makanlah dengan tangan kananmu! Orang menjawab: Saya tidak bisa. (Maka) beliau berkata: Kamu tidak akan bisa (selamanya). Tidak ada yang menghalangi dia (untuk makan dengan tangan kanannya) melainkan sifat sombong. Berkata (Salamah bin Al-Akwa): Maka orang itu pun (akhirnya) tidak bisa mengangkat tangan (kanan)nya ke mulutnya (selamanya). (HR. Muslim no.2021)
2. Dari Abu Yahya As-Saajii dia berkata: Kami berjalan di lorong-lorong kota Bashrah menuju ke rumah salah seorang Ahli Hadits, maka aku mempercepat jalanku dan ada seseorang di antara kami yang jelek sesat pemahaman agamanya, berkata: Angkatlah kaki-kaki kalian dari sayap-sayapnya para Malaikat, jangan kalian mematahkannya, (seperti orang yang istihza`/memperolok-olok)”, maka (akhirnya) kaki orang tersebut tidak bisa melangkah dari tempatnya sehingga kering kedua kakinya dan kemudian roboh. (Bustaanul Aarifiin, Al-Imam An-Nawawi hal.92)
Maksud dari orang tersebut hendak mengolok-olok hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan sahabat Abu Darda’, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَبْتَغِي فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقُا إِلَى الْجَنَّةِ، وَ أّنَ الْمَلائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنَحَتِهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Jannah (surga) dan sesungguhnya para Malaikat mengkaparkan sayap-sayapnya untuk seorang penuntut ilmu ketika mereka suka kepada apa yang ia lakukan.” (H.R. Abu dawud dan At Tirmidzi)

Situs Resmi Mahad As-Salafy

1 komentar:

  1. Terima kasih, artikelnya sangat bermanfaat buat saya & muslimin...

    BalasHapus