Cari Blog Ini

Jumat, 09 Januari 2015

Tentang JUAL BELI SISTEM LELANG

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin)

Jual Beli Sistem Lelang

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang masalah ini. Yang rajih adalah pendapat jumhur bahwa jual-beli sistem lelang pada dasarnya dibolehkan dan halal. Bahkan sebagian ulama menukilkan ijma’ dalam masalah ini, seperti Ibnu Qudamah dan Ibnu Abdil Barr.
Ini adalah pendapat Al-Lajnah Ad-Da`imah (13/126), dan Syaikhuna Abdurrahman Al-’Adni hafizhahullah dalam Syarhul Buyu’ (hal. 53).

Dalam sistem lelang, penjual tidak diperkenankan menyebutkan terlebih dahulu harga barang yang dilelang, karena dikhawatirkan ada orang yang mendengar dari jauh dan mengira barang itu dihargai dengan nominal tersebut. Namun para pembeli dikumpulkan, lalu salah satu dari mereka menyebutkan harga nominal harga. Kemudian sang penjual mengatakan: “Siapa yang mau menambah harga?” Demikianlah hingga harga barang tersebut berhenti pada orang terakhir yang menyebutkannya. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 13/120-121, dan Syarhul Buyu’ hal. 53)

Dalam lelang tidak boleh ada unsur najsy, yaitu adanya pihak yang menaikkan harga barang padahal dia bukan pembeli (tidak bermaksud membelinya). Al-Lajnah Ad-Da`imah menjelaskan: “Seseorang yang menambahi harga barang yang dilelang padahal dia tidak bermaksud membelinya, tindakan tersebut adalah haram karena mengandung penipuan terhadap para pembeli. Sebab pembeli akan mengira/meyakini bahwa orang tersebut tidak akan berani menambah harga melainkan karena memang barang itu seharga tersebut, padahal tidak demikian. Inilah yang dinamakan najsy yang dilarang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dengan larangan haram. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ النَّجْشِ
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang najsy.” (Muttafaqun ‘alaih)
Juga dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَلَقُّوْا الرُّكْبَانَ وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلىَ بَيْعِ بَعْضٍ وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ
“Janganlah kalian mencegah kafilah dagang (sebelum masuk pasar). Jangan pula sebagian kalian membeli apa yang sedang dibeli orang lain. Jangan pula kalian saling najsy. Dan orang kota tidak boleh menjualkan barang orang dusun.” (Muttafaqun ‘alaih)
Bila terjadi najsy dan ada unsur penipuan dalam akad yang tidak seperti biasanya, maka sang pembeli diberi pilihan: membatalkan akad atau meneruskannya, sebab kasus di atas masuk dalam khiyar ghubn.”

Dalam lelang, tidak diperbolehkan bagi pembeli untuk bersepakat tidak menambah harga dan menghentikannnya pada nominal tertentu padahal mereka membutuhkannya, dengan tujuan agar penjual melepas barangnya dengan harga di bawah standar. Demikian uraian Syaikhul Islam dalam Al-Ikhtiyarat, lihat Majmu’ Fatawa (29/304).
Al-Lajnah Ad-Da`imah (13/114) juga melarang tindakan di atas dan menggolongkannya ke dalam akhlak yang tercela. Bagi pembeli yang merasa ditipu, dia boleh memilih antara membatalkan akad atau meneruskannya.
Dalam lelang, biasanya para pembeli melakukan sistem muqana’ah, yaitu bersepakat menjadi kongsi dalam lelang. Setelah lelang selesai, mereka melakukan transaksi lagi di antara mereka sendiri. Sistem ini juga tidak diperbolehkan. Demikian fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (13/115), karena di dalamnya terkandung unsur kezaliman terhadap penjual untuk kemaslahatan mereka sendiri.
Wallau a’lam bish-shawab.

Sumber: Asy Syariah Edisi 029

Tidak ada komentar:

Posting Komentar