MANASIK HAJI TAMATTU'
Kami sajikan untuk anda tuntunan haji tamattu' secara ringkas sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Quran dan Hadits shahih, semoga bisa diamalkan dengan baik.
Penjelasan pelaksanaan manasik dan yang berkaitan dengannya sebagaimana berikut:
Pertama:
a) Pengertian Haji Tamattu'
Sifat haji tamatu' adalah: Melakukan umrah di bulan-bulan haji hingga menyelesaikannya (dan bertahallul penuh darinya), kemudian melakukan haji atau berihram untuk haji, di tahun yang sama. [Al-Mughni Ibnu Qudamah hal. 70 dengan sedikit diringkas]
b) Nasehat
1. Niat yang ikhlas untuk Allah ta'ala.
2. Bertanya kepada ulama ketika tidak tahu atau melanggar aturan dan dalam semua hal yang berkaitan dengan agama, jangan malu untuk itu dan -alhamdulillah- biasanya pada tempat-tempat bimbingan haji yang disediakan oleh pemerintah Saudi Arabia ada penerjemahnya.
3. Bertaqwa kepada Allah ta'ala dengan sebenar-benar taqwa dengan melakukan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
c) Miqot
Miqot (batasan) tempat bagi orang yang ingin melaksanakan haji atau umroh ada lima:
1. Dzulhulaifah, (atau biasa disebut Abar/Bir Ali) untuk orang Madinah atau yang melewatinya.
2. Yalamlam, untuk orang Yaman atau yang melewatinya.
3. Juhfah, (atau Robigh di masa ini) bagi orang Syam atau yang melewatinya.
4. Qornul Manazil, bagi orang Najd (wilayah antara lraq dan Hijaz) atau yang melewatinya.
5. Dzatu lrq, bagi orang Irak atau yang melewatinya.
Bagi siapapun yang berniat haji atau umroh kemudian melewati salah satu di antara lima miqot ini maka ia harus berihrom (lihat penjelasan tentang ihrom), tapi jika tidak berniat haji atau umroh maka tidak disyariatkan untuk berihrom.
d) Larangan-larangan Ihrom
1. Memakai pakaian yang berjahit, artinya yang dijahit sesuai potongan anggota badan bukan sekedar berjahit [bagi laki-laki].
2. Menutup kepala dan menutup muka dengan sesuatu yang menempelnya [bagi laki-laki].
3. Menutup muka dan memakai kaos tangan [bagi wanita], kecuali jika ada selain mahrom maka boleh ia menutupi mukanya dengan sesuatu yang tidak mengikatnya (niqob) dan hanya melampirkannya pada wajahnya.
4. Memakai pakaian yang mengandung wangi-wangian [bagi laki-laki dan wanita].
5. Memberi wewangian di badan atau baju setelah ihrom atau sengaja mencium wewangian [bagi laki-laki dan wanita].
6. Memotong kuku dan mencabutnya atau memotong rambut [bagi laki-laki dan wanita].
7. Berburu buruan darat atau membantu orang yang berburu dengan memberi isyarat atau yang semacamnya [bagi laki-laki dan wanita].
8. Akad nikah [bagi laki-laki dan wanita].
9. Bercumbu dengan istri atau berhubungan dengannya, atau semua yang mengundang kepadanya baik dengan istri lebih-lebih dengan yang lainnya [bagi laki-laki dan wanita].
Kedua: Berihrom
Seseorang yang ingin melaksanakan haji atau umroh tatkala dia sampai pada salah satu dari lima miqot tersebut ia harus berihrom, artinya ia harus meniatkan manasiknya, baik haji atau umroh di dalam qolbunya dan diiringi dengan ucapan talbiyah haji atau umrah. Seorang yang meniatkan umroh baik yang hanya ingin umrah atau yang haji tamattu' mengucapkan "labbaikallahumma umratan":
لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ عُمْرَةً
Artinya: "Aku menyambut panggilan-Mu ya Allah dengan Umroh."
Jadi orang yang haji tamattu' hanya mengucapkan ini saja, adapun mengucapkan niat haji atau talbiyah hajinya maka nanti pada tanggal 8 dzulhijjah pada hari tarwiyah.
Mengucap kata-kata itu setelah dia menanggalkan pakaiannya yang berjahit (seperti baju, kaos, celana dalam ataupun luar dan yang semacamnya) dan semua larangan ihrom. Ini bagi lelaki, adapun wanita maka tetap mamakai pakaian yang biasa dia pakai hanya saja tidak boleh memakai kaos tangan dan penutup muka, kecuali di hadapan selain mahrom maka boleh menutup mukanya (seperti penjelasan di atas).
Dan disunnahkan bagi orang yang hendak berihrom untuk memakai minyak wangi (bagi pria) pada badannya saja dan disunnahkan mandi.
Setelah ia berihrom ia dilarang melakukan larangan-larangan ihrom.
Tidak ada Shalat sunnah tertentu untuk Ihrom, tapi jikalau ia menepati shalat wajib ketita di miqot seyogianya ia shalat dahulu baru berihrom karena Nabi shallalahu 'alaihi wasallam melakukan demikian. Kecuali -wallahu a'lam- yang melalui miqot Dzulhulaifah maka ia shalat di sana karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan untuk shalat di situ karena tempat tersebut berkah.
Disunnahkan pula ia berniat ihrom setelah naik kendaraan karena Nabi shallalahu 'alaihi wasallam melakukan demikian.
Dibolehkan ia mengenakan pakaian ihromnya atau mandi di rumahnya akan tetapi niat ihromnya harus di miqot. Yang demikian sangat tepat bagi jama'ah haji Indonesia yang langsung mendarat di bandara Jeddah, karena mereka melewati miqot Yalamlam, dan posisi bandara telah masuk dalam wilayah miqot, sehingga ketika dia melewati miqot di atas pesawat, ia tinggal meniatkan ihrom dan bertalbiah dalam keadaan sudah siap dengan pakaian ihromnya. Adapun Jeddah maka itu bukan miqot, dan yang berihrom darinya maka telah melakukan pelanggaran.
Ketiga: Talbiyah
Setelah dia berihrom hendaknya ia mengucapkan talbiyah yaitu:
لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ
Artinya:
"Aku memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, Ya Allah tiada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milik-Mu, tiada tandingan bagi-Mu."
Akan semakin baik jika ia ucapkan dengan keras dan terus menerus semampu dia.
Talbiah ini diusahakan diucapkan sampai dia masuk Makkah.
Boleh juga ia berdzikir dengan dzikir yang lain seperti baca Al-Quran atau yang lainnya.
Keempat: Thowaf
Setelah dia sampai di Masjidil Haram dan ingin melaksanakan thowaf jangan lupa dahulukan kaki kanan ketika memasuki masjid seraya mengucapkan "Allahummaftahli abwaba rohmatik":
اَللّٰهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
"Ya Allah bukakanlah untukku pintu rahmat-Mu."
Dan tidak disyariatkan baginya ketika itu shalat tahiyyatul masjid.
Ingat, usahakan anda dalam keadaan suci, tidak batal ketika thowaf.
Kemudian hendaklah ia menuju Hajar Aswad, lalu menciumnya dan meletakkan dahinya padanya jika dia mampu, jika tidak bisa cukup baginya menyentuhnya dengan tangannya atau benda lain kemudian menciumnya, jika tidak mampu cukuplah baginya memberikan isyarat kepadanya dan tidak dicium tangannya, seraya mengucapkan ketika itu semua Bismillah Allahu Akbar, atau Allahu Akbar saja.
Perhatian: Jangan memaksakan diri untuk mencium hajar aswad jika tempat sesak, karena ini hukumnya hanya sunnah, jangan sampai karena ingin melaksanakan sunnah anda melakukan yang haram seperti menyakiti orang atau berhimpit-himpitan dengan perempuan.
Ini adalah awal thowafnya, dan ketika itu pula disyariatkan melakukan Itthiba' yaitu melewatkan kain ihromnya di bawah ketiaknya yang kanan lalu meletakkan ujungnya pada pundak kirinya. Ini dilakukan ketika thowaf saja, tidak sebelumnya dan tidak sesudahnya.
Disunnahkan mempercepat jalannya atau disebut romal pada tiga (3) putaran pertama. Adapun pada empat (4) putaran berikutnya tidak disyariatkan mempercepat jalannya.
Pada thowaf ini jangan banyak berbicara kecuali dzikir, dan tidak ada dzikir tertentu dari Nabi shallalahu 'alaihi wasallam pada thowaf ini kecuali dzikir di antara rukun yamani (pojok sebelum hajar aswad) dan hajar aswad, maka hendaklah ia berdzikir dengan apa yang dia bisa seperti baca Al-Quran atau baca Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar, Lahaulawalaquwwata illa billah atau berdo'a atau yang lainya.
Adapun do'a yang ditentukan setiap putaran maka itu tidak ada tuntunannya.
Sesampainya di Rukun Yamani disyariatkan ia mengusapnya dengan tangan tidak menciumnya jika dia mampu, dan jika tidak mampu maka tidak disyariatkan memberikan isyarat padanya.
Kemudian dari sini sampai hajar aswad mengucapkan:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Allah berilah kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan dan jagalah kami dari adzab api neraka."
Sesampainya di hajar aswad lagi -ini terhitung satu kali thowaf-, ia melakukan seperti perincian di atas dan begitu seterusnya sampai tujuh kali.
Kelima: Shalat Thowaf
Setelah dia menyelesaikan thowafnya hendaknya dia menaikkan kembali kain yang ada di bawah ketiaknya, lalu ia berjalan menuju ke belakang maqom Ibrahim (tempat berdirinya Nabi Ibrahim ketika membangun ka'bah) untuk melakukan shalat dua raka'at sambil mengucapkan:
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلَّى
"Wattakhidzu min maqomi Ibrohima Musholla"
"Dan jadikanlah maqom Ibrahim sebagai tempat shalat." [al Baqoroh: 125]
Lalu shalat dua raka'at seperti halnya shalat yang lain, hanya saja disyariatkan membaca surat Qulhuwallahu ahad dan seterusnya dan Qulya ayyuhal kafirun dan seterusnya. Dan menjadikan maqom Ibrahim antara dia dan Ka'bah/kiblat.
Jika tempat tersebut penuh sesak, shalat di tempat manapun boleh, jangan memaksakan diri.
Keenam: Minum air zam-zam
Seusai melaksanakan shalat thowaf, bila memungkinkan, hendaknya pergi ke sumur zam-zam (tentu sekarang sudah tidak berbentuk sumur) dan meminum dari air zam-zam kemudian mencucurkan ke kepalanya juga. Tidak disyariatkan untuk wudhu dengan air zam-zam ketika itu.
Ketujuh: Sa'i antara Shofa dan Marwah
Setelah meminum air zam-zam hendaklah ia pergi ke hajar aswad lagi, bila itu memungkinkan, dan melakukan seperti penjelasan yang lalu yakni mencium atau memberi isyarat dari jauh. Dan ingat jangan dipaksakan jika tidak mampu karena suasana yang penuh sesak.
Setelah itu pergi menuju ke bukit Shofa, tatkala ia menaiki bukit tersebut membaca:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺼَّﻔَﺎ ﻭَﺍﻟْﻤَﺮْﻭَﺓَ ﻣِﻦْ ﺷَﻌَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻤَﻦْ ﺣَﺞَّ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖَ ﺃَﻭِ ﺍﻋْﺘَﻤَﺮَ ﻓَﻼ ﺟُﻨَﺎﺡَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻥْ ﻳَﻄَّﻮَّﻑَ ﺑِﻬِﻤَﺎ ﻭَﻣَﻦْ ﺗَﻄَﻮَّﻉَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺷَﺎﻛِﺮٌ ﻋَﻠِﻴﻢٌ
"Innashofa wal marwata min sya'airillah jaman hajjal baita awi'tamaro jala junaha 'alaihi an yatthowwafa bihima waman tathowwa'a khoiron fainnallaha syakirun 'alim"
"Sesungguhnya Shofa dan Marwah termasuk syi'ar-syi'ar Allah, maka barangsiapa berhaji ke baitullah atau 'umrah maka tidak mengapa ia melakukan sa'i padanya maka barangsiapa yang melakukan kebaikan maka sesungguhnya Allah maha Bersyukur (menerima amal walaupun sedikit dari hambanya dan membalasinya) dan maha Mengetahui." [QS al Baqarah: 158]
Lalu mengucapkan:
نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللّٰهُ بِهِ
"Nabda'u bima bada Allahu bihi"
"Kami memulai sebagaimana Allah memulai," yakni memulai dengan shofa.
Setelah naik Shofa, menghadap Qiblat, akan lebih baik lagi jika bisa melihat Ka'bah dan mengucapkan takbir tiga kali dan membaca:
ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ، ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳﻚَ ﻟَﻪُ، ﻟَﻪُ ﺍﻟﻤُﻠْﻚُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟﺤَﻤْﺪُ، ﻳُﺤْﻴِﻲ ﻭَﻳُﻤِﻴﺖُ، ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳﺮٌ، ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳﻚَ ﻟَﻪُ، ﺃَﻧْﺠَﺰَ ﻭَﻋْﺪَﻩُ، ﻭَﻧَﺼَﺮَ ﻋَﺒْﺪَﻩُ، ﻭَﻫَﺰَﻡَ ﺍﻷَﺣْﺰَﺍﺏَ ﻭَﺣْﺪَﻩُ
Mengucapkannya tiga kali (3X), dan berdo'a di antara tiga bacaan tersebut sesuai dengan hajat dan kebutuhan.
Kemudian turun menuju Marwah, ketika sampai pada tanda hijau hendaklah ia berlari sampai tanda hijau berikutnya, sesampainya di Marwah hendaklah ia naik kemudian menghadap Ka'bah lalu mengucapkan Allahu akbar 3X dan membaca:
ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ، ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳﻚَ ﻟَﻪُ، ﻟَﻪُ ﺍﻟﻤُﻠْﻚُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟﺤَﻤْﺪُ، ﻳُﺤْﻴِﻲ ﻭَﻳُﻤِﻴﺖُ، ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳﺮٌ، ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳﻚَ ﻟَﻪُ، ﺃَﻧْﺠَﺰَ ﻭَﻋْﺪَﻩُ، ﻭَﻧَﺼَﺮَ ﻋَﺒْﺪَﻩُ، ﻭَﻫَﺰَﻡَ ﺍﻷَﺣْﺰَﺍﺏَ ﻭَﺣْﺪَﻩُ
(Mengucapkannya) 3X serta berdo'a di antara bacaan tersebut seperti di atas. Dan ini terhitung satu sa'i.
Kemudian turun kembali ke Shofa, dan berlari di antara dua tanda hijau, setelah sampai kembali ke Shofa mengucapkan bacaan dari mulai Allahu akbar 3X dan "Lailaha illallah -sampai- hazamal ahzab wahdah" 3X dan berdo'a di antara bacaan-bacaan itu seperti keterangan di atas. Dan ini terhitung sa'i yang kedua. Begitu seterusnya sampai tujuh kali (7X) dan berakhir di bukit Marwah.
Perhatian: Tidak ada dzikir atau bacaan tertentu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada sa'i antara Shofa dan Marwah, maka hendaklah seseorang berdzikir sesuai dengan yang dia sukai dan mudah baginya apakah baca al Quran atau yang lain.
Kedelapan: Tahallul
Maksudnya adalah kembali dari semua yang diharamkan ketika ihrom menjadi halal lagi.
Untuk tahallul ini, seorang yang telah menyelesaikan thowafnya hendaknya menggundul rambutnya, dan ini jauh lebih baik dari yang mencukur, kecuali kalau ia ingin haji sedang jarak antara umroh dan hajinya (tgl 8 dzulhijjah) pendek maka lebih baik ia mencukur saja lalu digundul nanti setelah melempar jumroh aqobah pada tanggal 10 dzulhijjah. Boleh juga ia mencukur rambutnya dengan catatan harus rata artinya semua tercukur bukan dipotong sebagian saja. Kecuali perempuan maka cukup menggunting seujung jari dari setiap kepangan rambutnya atau setiap sisi kepalanya, kanan, kiri dan belakang rambutnya. Ingat ketika anda menggundul rambut anda, jangan memakai shampo atau sabun yang berbau wangi, karena anda masih dalam keadaan ihrom sampai anda selesai digundul nanti, boleh pakai sabun yang tidak mengandung wewangian.
Dengan ini maka ia telah menyelesaikan umrohnya dan telah halal baginya semua yang haram di saat ihrom.
PELAKSANAAN HAJI
Kesembilan: Wuquf di Mina
Pada tanggal 8 Dzulhijjah yaitu hari Tarwiyah seseorang hendaklah memulai hajinya, dengan kembali kepada ihromnya lagi dari manapun ia berada, dari hotelnya atau rumahnya dengan mengucapkan "Labbaika Allahumma hajjan":
لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ حَجًّا
"Ya Allah aku sambut panggilanmu untuk haji."
Kemudian pergi menuju ke Mina, dan tinggal di sana selama sehari semalam, shalat lima waktu dari dhuhur sampai subuh di sana, dengan mengqosor (meringkas menjadi dua) shalat yang 4 raka'at, dan tidak menjama'nya (menggabung antara dhuhur dan asar atau maghrib dan Isya'). Jadi semua sholat pada waktunya masing-masing. Perbanyaklah berdzikir, talbiyah dan membaca Al Quran.
Amalan ini, banyak orang tidak mengamalkannya, maka jangan ikuti mereka karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasullullah shallalahu 'alaihi wasallam. Jangan sia-siakan waktu, harta dan kesempatan anda walaupun hukumnya sunnah.
Kesepuluh: Wuquf di Arofah
Dengan terbitnya matahari pada tanggal 9 dzulhijjah yaitu yang disebut hari Arofah maka seorang yang melakukan wuquf di Mina hendaklah mulai pergi ke padang Arofah -seraya mengucapkan takbir dan atau talbiyah- untuk melakukan wuquf di sana. Dan wuquf ini adalah amalan yang paling penting pada manasik haji karena Rasullullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan "Haji itu adalah Arofah," artinya yang paling penting pada manasik haji adalah amalan di hari itu.
Adapun wuquf ini, dimulai setelah tergelincirnya matahari atau waktu shalat dhuhur sampai tenggelamnya matahari atau masuknya waktu magrib.
Bagi yang wuquf di Arofah hendaknya shalat berjamaah bersama imam dengan mengqosor dan menjama' antara shalat dhuhur dan asar, kemudian mendengarkan khutbah Arofah.
Perhatian: anda harus meyakinkan bahwa anda berada di wilayah padang arofah ketika wukuf, jangan sampai berada di luar wilayahnya karena itu tidak sah. Dan padang Arofah telah ditandai dengan tulisan-tulisan yang banyak dan jelas.
Pada hari Arofah ini hendaklah banyak berdzikir, bertalbiyah, membaca Al Quran dan sebagainya dan sebaik-baik dzikir ketika itu adalah seperti yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam katakan: "Sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi ucapkan pada petang hari Arofah adalah:
لا ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺪﻩ ﻻ ﺷﺮﻳﻚ ﻟﻪ، ﻟﻪ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﻭﻟﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ ﻗﺪﻳﺮ
"Tiada sesembahan yang benar kecuali Allah satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah kerajaan dan pujian, dan la Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Perbanyaklah do'a. Dahulu Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam berdiri di bawah bukit yang biasa orang sebut Jabal Rohmah, menghadap qiblat dan mengangkat kedua tangannya memperbanyak do'a dan talbiyah.
Kalau orang bisa melakukannya (wuquf di bawah bukit tersebut) tanpa menyakiti orang lain itu lebih baik namun kalau tidak bisa jangan memaksakan diri atau menyakiti orang lain atau berdesak-desakan dengan perempuan, karena seluruh Arofah adalah tempat wuquf, di manapun berwuquf padanya maka wuqufnya sah.
Perhatian: Tidak disyariatkan menaiki 'Jabal Rahmah' sama sekali, jangan tertipu oleh banyaknya orang yang melakukan.
Kesebelas: Mabit di Muzdalifah
Dengan tenggelamnya matahari di hari Arofah maka telah selesailah wuquf di Arofah. Kemudian masuklah pada manasik berikutnya yaitu mabit di Muzdalifah, artinya bermalam di Muzdalifah. Sesampainya di Muzdalifah hendaknya ia shalat maghrib dan isya' jama' dan qosor dengan satu adzan dan dua iqomah, tidak melakukan shalat sunnah di antara keduanya ataupun setelahnya. Jika hingga tengah malam anda belum sampai Muzdalifah maka shalat 'isya'-lah di mana saja, karena tidak boleh shalat di luar waktu, sedang waktu isya' berakhir pada tengah malam. Kemudian istirahat atau tidur sampai shalat subuh, dengan selesainya shalat subuh lalu menjelang terbitnya matahari hendaklah ia mulai meninggalkan Muzdalifah menuju kembali ke Mina.
Perhatian: Banyak dari jama'ah haji tidak melakukan manasik ini, kecuali hanya sekedar mampir sebentar dan mengambil krikil untuk melempar jumroh aqobah karena ia meyakini harus mengambil dari situ.
Pada perbuatan mereka ini ada dua kesalahan:
1. Menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tata cara menginap atau mabit. Kalau hanya sekedar mampir, padahal kita tahu bahwa Rasullullah shallallahu 'alaihi wasallam menginap dan shalat fajar di sana. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahkan sebagian ulama menganggap mabit dan sholat subuh di Muzdalifah ini rukun. Adapun yang berpandangan sunnah, itu sangat lemah sekali.
2. Mengambil krikil untuk melempar jumroh Aqobah tidak harus dari situ, namun dari mana saja sah.
Tidaklah diberi keringanan untuk meninggalkan Muzdalifah pada akhir malam itu kecuali orang tertentu, seperti wanita-wanita yang lemah dan anak-anak kecil.
Kedua belas: Amalan pada tanggal 10 dzulhijjah
Amalan pada tanggal 10 dzulhijjah atau yang disebut hari 'idul Adha atau hari Nahr ada empat (4) macam:
1. Melempar jumroh Aqobah.
Melemparnya adalah dengan batu kerikil kurang lebih sebesar ujung jari kelingking, tidak berlebihan dan terlalu kecil. Melemparnya dengan tujuh kali lemparan dan mengucapkan pada tiap-tiap lemparan "Allahu akbar". Anda harus meyakinkan bahwa batu tersebut masuk ke dalam kubangan Jumroh tersebut. Adapun waktu melemparnya adalah dimulai setelah terbitnya matahari dan memanjang sampai malam jika kesusahan melempar setelah tergelincirnya matahari. Dengan berakhirnya lemparan ketujuh itu maka anda harus menghentikan Talbiyah dan telah halal bagi anda semua yang haram disebabkan ihrom kecuali berhubungan dengan istri. Boleh bagi anda menanggalkan pakaian ihrom anda dan memakai minyak wangi kembali.
2. Nahr atau menyembelih binatang hadyu (unta/sapi/kambing).
Orang-orang biasa sebut dam, yang sebetulnya lebih tepat disebut hadyu karena penyebutan dam masih sangat umum. Karena dam itu artinya darah, dimaksudkan dengannya darah hewan sembelihan baik unta, sapi atau kambing. Dan ini, bisa berarti:
- dam hadyu yaitu seperti penjelasan di atas, bisa juga berarti
- dam fidyah yaitu tebusan karena melakukan pelanggaran haji, bisa juga berarti
- dam udhiyyah/sembelihan kurban idul adha atau hari raya 'idul qurban dan qurban ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan haji namun jama'ah haji boleh saja melakukannya, atau juga bisa berarti
- dam karena meninggalkan kewajiban-kewajiban haji.
Maksudnya (nahr di sini) adalah menyembelih kambing, sapi atau unta (satu ekor sapi/unta untuk tujuh orang) sebagai salah satu dari amalan manasik haji tamattu' (yakni bukan karena pelanggaran atau kurban untuk iedul adha), dan ini wajib bagi orang yang melaksanakan haji tamattu' atau qiron. Boleh juga menyembelihnya diwakilkan orang lain asalkan bisa dipercaya. Adapun waktu menyembelihnya adalah dari tanggal 10 sampai tanggal 13 dan tidaklah sah jika disembelih sebelumnya (tanggal sembilan ke bawah) karena orang yang menyembelih sebelum tanggal sepuluh seperti orang yang shalat sebelum waktunya, tidak sah. Dan barang siapa yang tidak mampu menyembelih karena tidak ada binatangnya atau kekurangan bekal maka ia berpuasa tiga hari selama waktu haji (dan itu berakhir sampai tanggal 13, selain tanggal 10 karena hari raya dan dilarang berpuasa) dan tujuh hari di rumahnya.
3. Halq.
Menggundul rambut atau mencukurnya, perinciannya seperti yang telah lalu.
4. Thowaf Ifadhoh dan sa'i.
Bagi yang melaksanakan haji tamattu' di samping melakukan thowaf ini, ia juga harus melakukan sa'i lagi. Adapun perinciannya seperti yang telah lalu, hanya saja di sini ada perbedaan sedikit dengan thowaf qudum, yaitu:
a) tidak melakukan romal atau lari-lari kecil pada tiga putaran pertama,
b) tidak melakukan Itthiba' atau melewatkan kain ihromnya pada ketiak kanan.
Dengan berakhirnya thowaf dan sa'i ini maka halal baginya berhubungan dengan istrinya.
Perhatian:
Keempat amalan pada hari kesepuluh ini seseorang boleh mendahulukan atau mengakhirkan satu dari yang lainnya sesuai yang mudah baginya dan tidak harus seperti urutan di atas, namun yang lebih baik adalah seperti urutan di atas.
Ketiga belas: Mabit di Mina
Tiga hari terakhir dari hari-hari haji yaitu tanggal 11, 12, 13 Dzuhijjah atau disebut hari tasyriq seorang jama'ah haji harus melakukan mabit atau menginap di Mina dan melempar setiap harinya tiga (3) jumroh yang ada di Mina dimulai dari jumroh ula atau shughro, kemudian wustho, lalu kubro atau disebut Aqobah. Dan berdo'a di sebelah kanan jumrah ula dengan menghadap kiblat dengan do'a apa saja setelah melempar jumrah shughro. Dan di sebelah kiri jumrah setelah melempar jumrah wustho. Adapun waktu melemparnya adalah dimulai dari tergelincirnya matahari atau waktu dhuhur sampai malam hari (fajar) jika kesulitan di awal waktu. Perincian jumlah dan ukuran serta cara melemparnya adalah seperti penjelasan yang lalu.
Perhatian:
1. Tidak boleh melempar sebelum dhuhur, jika dia melakukannya maka ia harus mengulanginya.
2. Bagi yang ingin meninggalkan Mina pada nafar awal (tanggal 12 Dzulhijjah) maka ia harus meninggalkan Mina pada tanggal 12 sebelum tenggelamnya matahari. Jika setelah tenggelamnya matahari ia masih di Mina maka harus menginap di Mina semalam lagi dan meninggalkan Mina setelah melempar jumroh di hari itu (nafar tsani).
3. Selama hari-hari ini ia melakukan shalat dengan qosor tanpa dijama', jadi masing-masing pada waktunya.
Keempat belas: Thawaf Wada'
Jika ia telah selesai dari kebutuhannya atau keperluannya di Makkah lalu ber'azam/bertekad untuk pergi maka hendaknya melakukan thawaf wada' karena Nabi bersabda: Jangan seorangpun pergi sehingga menjadikan akhir masanya di al-Bait (ka'bah). [Shahih, HR Muslim]
Dalam Thawaf ini tidak melakukan romal.
Kemudian setelah itu pergi meninggalkan Makkah. Kecuali bagi wanita yang haid maka dibolehkan tidak melakukannya. Lalu keluar dari masjid sebagaimana biasa tidak berjalan mundur seperti yang dilakukan sebagian orang, dan keluar masjid dengan mendahulukan kaki kiri seraya membaca do'a:
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، اللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْئَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
"Allahumma shalli 'ala muhammad Allahumma inni as aluka min fadhlika"
"Ya Allah berilah shalawat pada (Nabi) Muhammad, Ya Allah aku memohon kepada-Mu dari keutamaan-Mu."
Inilah pelaksanaan haji tamattu' secara ringkas, semoga bisa dimengerti dan diamalkan dengan baik dan semoga kita semua mendapatkan haji yang mabrur. Amin. Nabi bersabda: "Haji yang mabrur, tiada pahala baginya kecuali surga." [Hasan. HR Thabarani dari Ibnu Abbas dan Ahmad dari Jabir. Lihat Shahihul jami': 3170]
Demikian, semoga menjadi timbangan kebaikan-ku di sisi-Nya dan jika ada kesalahan semoga Allah subhanahu wa ta'ala senantiasa memaafkan-ku. Untuk kritik dan saran senantiasa terbuka.
Wallahu ta'ala a'lam bishshowab.
Disusun oleh: Qomar Suaidi
Sumber bacaan:
- Manasik Haji wal Umroh karya syekh al Albani
- At Tahqiq wal Idhoh karya syekh Bin Baz
- Dan lain-lain.
#####
Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.
Jamaah haji Indonesia –menurut kebiasaan– terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama akan berangkat ke kota Madinah terlebih dahulu, dan setelah tinggal beberapa hari di sana, barulah berangkat ke kota suci Makkah. Sehingga untuk jamaah haji kelompok pertama ini, start ibadah hajinya dari kota Madinah dan miqatnya adalah Dzul Hulaifah. Adapun kelompok kedua, mereka akan langsung menuju kota Makkah, dan miqatnya adalah Yalamlam yang jarak tempuhnya sekitar 10 menit sebelum mendarat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Sehingga start ibadah hajinya (niat ihramnya) sejak berada di atas pesawat terbang.
Adapun manasik haji Tamattu’ yang dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
1. Bila anda telah berada di miqat, maka mandilah sebagaimana mandi janabat, dan pakailah wewangian pada tubuh anda bila memungkinkan [1]. Mandi tersebut juga berlaku bagi wanita yang haidh dan nifas. Untuk kelompok kedua yang niat ihramnya dimulai ketika di atas pesawat terbang, maka mandinya bisa dilakukan di tempat tinggal terakhirnya menjelang penerbangannya. [2]
2. Kemudian pakailah kain ihram yang terdiri dari dua helai (yang afdhal berwana putih); sehelai disarungkan pada tubuh bagian bawah dan yang sehelai lagi diselempangkan pada tubuh bagian atas. Untuk kelompok kedua yang niat ihramnya dimulai ketika di atas pesawat terbang, maka pakaian ihramnya bisa dikenakan menjelang naik pesawat terbang atau setelah berada di atas pesawat terbang, dengan jeda waktu yang agak lama dengan miqatnya agar ketika melewati miqat dalam kondisi telah mengenakan pakaian ihramnya. Adapun wanita, tidaklah mengenakan pakaian ihram tersebut di atas, akan tetapi mengenakan pakaian yang biasa dikenakannya dengan kriteria menutup aurat dan sesuai dengan batasan-batasan syar’i. [3]
3. Kemudian ketika berada di miqat [4] berniatlah ihram untuk melakukan umrah dengan mengatakan:
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
“Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah.”
Kemudian dilanjutkan dengan ucapan talbiyah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Kusambut panggilan-Mu Ya Allah, kusambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu, kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”
Perbanyaklah bacaan talbiyah (umrah) ini dengan suara yang lantang sepanjang perjalanan ke Makkah. Adapun kaum wanita, para ulama sepakat bahwasanya kaum wanita tidak diperbolehkan (makruh) mengeraskan talbiyahnya, sebagaimana yang dinukilkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi. Lihat Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal. 51, catatan kaki no. 10.
Berhentilah dari talbiyah ketika menjelang thawaf. Hindarilah talbiyah secara bersama-sama (berjamaah), karena yang demikian itu tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum.
Di antara hal-hal yang harus diperhatikan ketika berihram adalah sebagai berikut:
a. Menjalankan segala apa yang telah diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti shalat lima waktu dan kewajiban-kewajiban yang lainnya.
b. Meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di antaranya; kesyirikan, perkataan kotor, kefasikan, berdebat dengan kebatilan, dan kemaksiatan lainnya.
c. Tidak boleh mencabut rambut atau pun kuku, namun tidak mengapa bila rontok atau terkelupas tanpa sengaja.
d. Tidak boleh mengenakan wewangian baik pada tubuh ataupun kain ihram. Dan tidak mengapa adanya bekas wewangian yang dikenakan sebelum melafazhkan niat ihram.
e. Tidak boleh berburu atau pun membantu orang yang berburu.
f. Tidak boleh mencabut tanaman yang ada di tanah suci, tidak boleh meminang wanita, menikah, atau pun menikahkan.
g. Tidak boleh menutup kepala dengan sesuatu yang menyentuh (kepala tersebut) dan tidak mengapa untuk memakai payung, berada di bawah pohon, ataupun atap kendaraan.
h. Tidak boleh memakai pakaian yang sisi-sisinya melingkupi tubuh (baju, kaos), imamah (sorban), celana, dan lain sebagainya.
i. Diperbolehkan untuk memakai sandal, cincin, kacamata, walkman, jam tangan, sabuk, dan tas yang digunakan untuk menyimpan uang, data penting dan yang lainnya.
j. Diperbolehkan juga untuk mengganti kain yang dipakai atau mencucinya, sebagaimana pula diperbolehkan membasuh kepala dan anggota tubuh lainnya.
k. Tidak boleh (bagi yang sudah berniat haji) melewati miqatnya dalam keadaan tidak mengenakan pakaian ihram.
Apabila larangan-larangan ihram tersebut dilanggar, maka dikenakan dam (denda) dengan menyembelih hewan kurban (seekor kambing/sepertujuh unta/sepertujuh sapi).
4. Bila telah tiba di Makkah (di Masjidil Haram) maka pastikan telah bersuci dari hadats (sebagai syarat thawaf, menurut madzhab yang kami pilih).
5. Lalu selempangkanlah pakaian atas ke bawah ketiak kanan, dengan menjadikan pundak kanan terbuka dan pundak kiri tetap tertutup.
6. Kemudian lakukanlah thawaf sebanyak 7 putaran. Dimulai dari Hajar Aswad dengan memosisikan Ka’bah di sebelah kiri anda, sambil mengucapkan “Bismillahi Allahu Akbar.” Dari Hajar Aswad sampai ke Hajar Aswad lagi, terhitung 1 putaran.
a. Disunnahkan berlari-lari kecil (raml) pada putaran ke-1 hingga ke-3 pada thawaf qudum.
b. Disunnahkan pula setiap kali mengakhiri putaran (ketika berada di antara 2 rukun: Yamani dan Hajar Aswad) untuk membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Allah, limpahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan juga kebaikan di akhirat, serta jagalah kami dari adzab api neraka.”
c. Disunnahkan pula setiap kali tiba di Hajar Aswad untuk mencium atau memegangnya lalu mencium tangan yang digunakan untuk memegang tersebut, atau pun berisyarat saja dengan tangan (tanpa dicium), sambil mengucapkan: “Allahu Akbar” (Ini merupakan pendapat Asy-Syaikh Al-Albani. Lihat Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal. 57, catatan kaki no. 23) atau “Bismillahi Allahu Akbar” (Ini merupakan pendapat Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Lihat At-Tahqiq wal-Idhah hal. 39).
d. Disunnahkan pula setiap kali tiba di Rukun Yamani untuk menyentuh/mengusapnya tanpa dicium dan tanpa bertakbir. Dan bila tidak dapat mengusapnya maka tidak disyariatkan mengusapnya.
e. Bila terjadi keraguan tentang jumlah putaran Thawaf, maka ambillah hitungan yang paling sedikit.
7. Seusai Thawaf, tutuplah kembali pundak kanan dengan pakaian atas anda, kemudian lakukanlah shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim (tempat berdirinya Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah) walaupun agak jauh darinya. Dan bila kesulitan (tidak memungkinkan) mendapatkan tempat di belakang Maqam Ibrahim maka tidak mengapa shalat di bagian mana saja dari Masjidil Haram. Disunnahkan pada rakaat pertama membaca surat Al-Fatihah dan Al-Kafirun, sedangkan pada rakaat kedua membaca surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlash.
8. Kemudian minumlah air zam-zam dan siramkan sebagiannya pada kepala.
9. Lalu ciumlah/peganglah Hajar Aswad bila memungkinkan, dan tidak dituntunkan untuk berisyarat kepadanya (sebagaimana penjelasan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin dalam Manasikul Hajji wal ‘Umrah).
10. Setelah itu pergilah ke bukit Shafa untuk bersa’i. Setiba di Shafa bacalah:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah itu termasuk dari syi’ar-syi’ar Allah.” (Al-Baqarah: 158)
أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ
“Aku memulai (Sa’i) dengan apa yang dimulai oleh Allah (yakni Shafa dahulu kemudian Marwah).”
11. Kemudian menghadaplah ke arah Ka’bah (dalam keadaan posisi masih di Shafa), lalu ucapkanlah:
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah tiada sekutu bagi-Nya, hanya milik-Nya segala kerajaan dan pujian, Dzat yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan serta Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, yang telah menepati janji-Nya, memenangkan hamba-Nya dan menghancurkan orang-orang bala tentara kafir tanpa bantuan siapa pun.”
Ini dibaca sebanyak 3 kali. Setiap kali selesai dari salah satunya, disunnahkan untuk berdoa memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala segala apa yang kita inginkan.
12. Setelah itu berangkatlah menuju Marwah, dan ketika lewat di antara dua tanda hijau percepatlah jalan anda lebih dari biasanya. Setiba di Marwah lakukanlah seperti apa yang dilakukan di Shafa (sebagaimana yang terdapat pada point ke-11 di atas). Dengan demikian telah terhitung satu putaran. Lakukanlah yang seperti ini sebanyak 7 kali (dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah).
13. Seusai Sa’i, lakukanlah tahallul dengan mencukur rambut kepala secara merata (bagi pria) dan bagi wanita dengan memotong sepanjang ruas jari dari rambut yang telah disatukan. Dengan bertahallul semacam ini, maka anda telah menunaikan ibadah umrah dan diperbolehkan bagi anda segala sesuatu dari mahzhuratil Ihram (hal-hal yang dilarang ketika berihram).
14. Tanggal 8 Dzul Hijjah (hari Tarwiyah), merupakan babak kedua untuk melanjutkan rangkaian ibadah haji anda. Maka mandilah dan pakailah wewangian pada tubuh serta kenakan pakaian ihram.
15. Setelah itu berniatlah ihram untuk haji dari tempat tinggal anda di Makkah, seraya mengucapkan:
لَبَّيْكَ حَجًّا
“Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan ibadah haji.”
Kemudian lantunkanlah ucapan talbiyah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Kusambut panggilan-Mu Ya Allah, kusambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu, kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”
Perbanyaklah bacaan talbiyah ini selama perjalanan haji anda, hingga akan melempar jumrah Aqabah pada tanggal 10 Dzul Hijjah (hari Idul Adha).
Dengan masuknya ke dalam niat ihram haji ini, berarti anda harus menjaga diri dari segala mahzhuratil ihram sebagaimana yang terdapat pada point ke-3.
16. Kemudian berangkatlah menuju Mina untuk mabit (menginap) di sana. Setiba di Mina kerjakanlah shalat-shalat yang 4 rakaat (Dzuhur, Ashar, dan ‘Isya) menjadi 2 rakaat (qashar) dan dikerjakan pada waktunya masing-masing (tanpa dijama’).
17. Ketika matahari telah terbit di hari 9 Dzul Hijjah, berangkatlah menuju Arafah (untuk wukuf). Perbanyaklah talbiyah, dzikir dan istighfar selama perjalanan anda menuju Arafah.
18. Setiba di Arafah (pastikan bahwa anda benar-benar berada di dalam areal Arafah), manfaatkanlah waktu anda dengan memperbanyak doa sambil menghadap kiblat dan mengangkat tangan, serta dzikrullah. Karena saat itu anda sedang berada di tempat yang mulia dan di waktu yang mulia (mustajab) pula. Sebaik-baik bacaan yang dibaca pada hari itu adalah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah tiada sekutu bagi-Nya, hanya milik-Nya segala kerajaan dan pujian, dan Dia adalah Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. At-Tirmidzi no. 3585, dari hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no.1503)
Untuk selebihnya anda bisa membaca tuntunan doa-doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang anda kehendaki. Lakukanlah amalan-amalan mulia di atas hingga matahari terbenam. Adapun shalat Dzuhur dan Ashar di Arafah, maka keduanya dikerjakan di waktu Dzuhur (jama’ taqdim) 2 rakaat 2 rakaat (qashar), dengan satu adzan dan dua iqamat.
19. Ketika matahari terbenam, berangkatlah menuju Muzdalifah dengan tenang sambil selalu melantunkan talbiyah. Setiba di Muzdalifah, kerjakanlah shalat Maghrib dan ‘Isya di waktu ‘Isya (jama’ ta`khir) dan diqashar (Maghrib 3 rakaat, ‘Isya 2 rakaat), dengan satu adzan dan dua iqamat. Kemudian bermalamlah di sana hingga datang waktu shubuh. Seusai mengerjakan shalat shubuh, perbanyaklah doa dan dzikir sambil menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangan, hingga hari nampak mulai terang (sebelum matahari terbit).
20. Kemudian (sebelum matahari terbit), berangkatlah menuju Mina sambil terus bertalbiyah. Bila ada para wanita atau pun orang-orang lemah yang bersama anda, maka diperbolehkan bagi anda untuk mengiringi mereka menuju Mina di pertengahan malam. Namun melempar jumrah tetap dilakukan setelah matahari terbit.
21. Ketika tiba di Mina (tanggal 10 Dzul Hijjah) kerjakanlah hal-hal berikut ini:
- Lemparlah jumrah Aqabah dengan 7 batu kerikil (sebesar kotoran kambing) dengan bertakbir pada tiap kali lemparan. Pastikan setiap lemparan yang anda lakukan mengenai sasarannya.
- Sembelihlah Hadyu (hewan kurban), makanlah sebagian dagingnya serta shadaqahkanlah kepada orang-orang fakir yang ada di sana. Boleh juga penyembelihan ini diwakilkan kepada petugas resmi dari pemerintah Saudi Arabia yang ada di Makkah dan sekitarnya. Bila tidak mampu membeli atau menyembelih hewan kurban, maka wajib puasa tiga hari di hari-hari haji (boleh dilakukan di hari-hari Tasyriq, namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzul Hijjah/hari Arafah) dan tujuh hari setelah pulang ke kampung halaman.
- Potong atau cukurlah seluruh rambut kepala anda secara merata, dan mencukur habis lebih utama. Adapun wanita cukup memotong sepanjang ruas jari dari rambut kepalanya yang telah disatukan.
Demikianlah urutan paling utama dari sekian amalan yang dilakukan di Mina pada tanggal 10 Dzul Hijjah tersebut, namun tidak mengapa bila didahulukan yang satu atas yang lainnya.
22. Bila anda telah melempar jumrah Aqabah dan menggundul (atau mencukur rambut), maka berarti anda telah bertahallul awal. Sehingga diperbolehkan bagi anda untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya dilarang ketika berihram, kecuali satu perkara yaitu menggauli isteri.
23. Pakailah wewangian, kemudian pergilah ke Makkah untuk melakukan thawaf ifadhah/thawaf haji (tanpa lari-lari kecil pada putaran ke-1 hingga ke-3), berikut Sa’i-nya. Dengan selesainya amalan ini, berarti anda telah bertahallul tsani dan diperbolehkan kembali bagi anda seluruh mahzhuratil ihram.
Catatan Penting: Thawaf ifadhah boleh diakhirkan, dan sekaligus dijadikan sebagai thawaf wada’ (thawaf perpisahan) yang dilakukan ketika hendak meninggalkan kota suci Makkah.
24. Setelah melakukan thawaf ifadhah pada tanggal 10 Dzul Hijjah tersebut, kembalilah ke Mina untuk mabit (bermalam) di sana selama tanggal 11, 12, dan 13 Dzul Hijjah (hari-hari tasyriq). Tidak mengapa bagi anda untuk bermalam 2 malam saja (tanggal 11 dan 12-nya/nafar awal).
25. Selama 2 atau 3 hari dari keberadaan anda di Mina tersebut, lakukanlah pelemparan pada 3 jumrah yang ada; Sughra, Wustha, dan Aqabah (Kubra). Pelemparan jumrah pada hari-hari itu dimulai setelah tergelincirnya matahari (setelah masuk waktu Dzuhur), hingga waktu malam.
Caranya: Sediakan 21 butir batu kerikil (sebesar kotoran kambing). Kemudian pergilah ke jumrah Sughra dan lemparkanlah ke arahnya 7 butir batu kerikil (satu demi satu) dengan bertakbir pada setiap kali pelemparan. Pastikan lemparan tersebut masuk ke dalam sasaran. Bila ternyata tidak masuk, maka ulangilah lemparan tersebut walaupun dengan batu yang didapati di sekitar anda. Setelah selesai, majulah sedikit ke arah kanan, lalu berdirilah menghadap kiblat dan angkatlah kedua tangan anda untuk memohon (berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala segala apa yang diinginkan. Lalu pergilah menuju jumrah Wustha. Setiba di jumrah Wustha, lakukanlah seperti apa yang anda lakukan di jumrah Sughra. Setelah selesai, majulah sedikit ke arah kiri, berdirilah menghadap kiblat, dan angkatlah kedua tangan anda untuk memohon (berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala segala apa yang diinginkan. Lalu pergilah menuju jumrah Aqabah. Setiba di jumrah Aqabah, lakukanlah seperti apa yang anda lakukan di jumrah Sughra dan Wustha. Setelah itu, tinggalkanlah jumrah Aqabah tanpa melakukan doa padanya.
26. Bila anda ingin mabit 2 malam saja di Mina (tanggal 11 dan 12 Dzul Hijjah), maka keluarlah dari Mina sebelum terbenamnya matahari tanggal 12 Dzul Hijjah, tentunya setelah melempar 3 jumrah yang ada. Namun jika matahari telah terbenam dan anda masih berada di Mina, maka wajib untuk bermalam lagi dan melempar 3 jumrah di hari ke-13-nya (yang afdhal adalah mabit 3 malam di Mina/nafar tsani). Diperbolehkan bagi orang yang sakit atau pun lemah yang benar-benar tidak mampu melakukan pelemparan untuk mewakilkan pelemparannya kepada yang dapat mewakilinya. Sebagaimana diperbolehkan pula bagi orang yang mewakili, melakukan pelemparan untuk dirinya kemudian untuk orang yang diwakilinya diwaktu dan tempat yang sama (dengan batu yang berbeda).
27. Dengan selesainya anda dari kegiatan melempar 3 jumrah pada hari-hari tersebut (baik mengambil nafar awwal atau pun nafar tsani), berarti telah selesai pula dari kewajiban mabit di Mina. Sehingga diperbolehkan bagi anda untuk meninggalkan kota Mina dan kembali ke hotel atau maktab masing-masing yang ada di kota Makkah.
28. Bila anda hendak meninggalkan kota Makkah (baik yang akan melanjutkan perjalanan ke kota Madinah atau pun yang akan melanjutkan perjalanan ke tanah air), maka lakukanlah thawaf wada’ dengan pakaian biasa saja/bukan pakaian ihram dan tanpa Sa’i, kecuali bagi anda yang menjadikan thawaf ifadhah sebagai thawaf wada’nya maka harus bersa’i.
Sumber Bacaan:
1. At-Tahqiq wal-Idhah Lilkatsir Min Masa`ilil Hajji wal Umrah waz Ziyarah, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
2. Hajjatun Nabi shallallah ‘alaihi wa sallam Kama Rawaha ‘Anhu Jabir radhiyallahu ‘anhu, karya Asy-Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani.
3. Manasikul Hajji Wal ‘Umrah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
4. Al-Manhaj limuridil ‘Umrah wal Hajj, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
5. Shifat Hajjatin Nabi, karya Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu.
6. Dalilul Haajji wal Mu’tamir wa Zaa‘iri Masjidir Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Majmu’ah minal ‘Ulama, terbitan Departemen Agama Saudi Arabia.
Sumber: asysyariah .com
Catatan kaki:
[1] Wewangian dikenakan pada badan saja dan tidak boleh sampai mengenai kain ihram. Dan ini khusus untuk kaum pria, sedangkan kaum wanita dilarang memakai wewangian.
[2] Disunahkan pula untuk memotong kuku, menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan ketika telah berada di miqat.
[3] Dilarang bagi wanita untuk mengenakan cadar atau kain penutup wajah dan kaos tangan selama berihram. Sehingga pada saat mulai ihram, sebelum dilafalkannya niat ihram, diwajibkan bagi wanita untuk melepaskan cadar atau kain penutup wajah dan kaos tangan.
[4] Bagi jamaah haji yang miqatnya adalah Dzul Hulaifah, disunahkan untuk salat sunah 2 rakaat ketika berada di Dzul Hulaifah. Namun salat sunah ini akan terwakili (gugur) dengan dilakukannya salat wajib di Dzul Hulaifah, jika jamaah haji ketika tiba di Dzul Hulaifah telah masuk waktu salat wajib dan kemudian melakukan salat wajib di Dzul Hulaifah, sebagaimana salat sunah tahiyatul masjid juga akan terwakili dengan dilakukannya salat wajib di masjid jika ketika masuk masjid sudah didirikan iqamah atau salat wajib. Ini menurut pendapat yang lebih kuat. Wallahu a'lam.
Dan tidak disunahkan untuk salat sunah 2 rakaat di miqat-miqat yang lain selain Dzul Hulaifah yang biasa diistilahkan dengan salat ihram atau salat miqat. Ini menurut pendapat yang lebih kuat. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar