Cari Blog Ini

Selasa, 20 Oktober 2015

Tentang SUAMI MENINGGALKAN ISTRI DALAM JANGKA WAKTU YANG LAMA

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rohimahulloh

Soal:
Al-Qur’an membatasi waktu seorang suami pergi meninggalkan istrinya maksimal empat bulan. Akan tetapi, saya terikat di sini dan tidak mendapatkan izin (pulang) kecuali setelah setahun atau lebih sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Apa hukumnya?

Jawab:
Ucapan penanya bahwa al-Qur’an membatasi waktu maksimal seorang suami meninggalkan istrinya adalah empat bulan, ini pendapat yang salah. Hal ini tidak disebutkan oleh al-Qur’an.
Yang ada dalam al-Qur’an adalah batasan waktu bagi seseorang yang meng-ila’ istrinya—yakni seorang suami bersumpah tidak akan menggauli istrinya. Allah ‘azza wa jalla membatasinya empat bulan sebagaimana firman-Nya,
“Kepada orang-orang yang meng-ila’ isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya).” (al-Baqarah: 226)
Adapun suami meninggalkan istri dalam keadaan istri merelakannya, tidak mengapa dia pergi selama empat bulan, enam bulan, setahun, atau dua tahun, dengan syarat istri tinggal di negeri yang aman. Jadi, jika istri ditinggalkan di negeri yang aman dan rela ditinggal oleh suaminya mencari rezeki, tidak mengapa bagi suaminya meninggalkannya.
Apabila istri ditinggalkan di negeri yang tidak aman, suami tidak boleh safar dan meninggalkan istrinya di sana.
Apabila istri ditinggal di negeri yang aman, namun istri tidak rela ditinggalkan lebih dari empat bulan atau enam bulan—sesuai dengan keputusan hakim—, suami tidak boleh meninggalkan istrinya. Dia wajib bergaul dengan istrinya secara baik.
(Majmu’ah Durus wa Fatawa al-Haramil Makki, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 3/270, lihat pula Fatawa Nur ‘ala ad-Darb hlm. 17 dan Majalah al-Buhuts al-Islamiyah 9/60; dinukil dari Fatawa al-Jami’ah lil Mar’ah al-Muslimah 2/549—550)

Sumber : Majalah AsySyariah Edisi 100

http://forumsalafy.net/suami-meninggalkan-istri-dalam-jangka-waktu-lama/

WA Al Istifadah
WALIS
http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar