Cari Blog Ini

Sabtu, 11 Oktober 2014

Tentang KENCING SAMBIL BERDIRI

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah

Pertanyaan:
هل يجوز أن يبول الإنسان واقفا، علما أنه لا يأتي الجسم والثوب شيء من ذلك؟
Bolehkah seseorang kencing dengan berdiri, dalam kondisi badan dan bajunya tidak terkenai percikan air kencing sedikitpun?

Jawab:
لا حرج في البول قائما ،لاسيما عند الحاجة إليه، إذا كان المكان مستورا لا يرى فيه أحد عورة البائل، ولا يناله شيء من رشاش البول، لما ثبت عن حذيفة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم أتى سباطة قوم فبال قائما متفق على صحته، ولكن الأفضل البول عن جلوس؛ لأن هذا هو الغالب من فعل النبي صلى الله عليه وسلم، وأستر للعورة، وأبعد عن الإصابة بشيء من رشاش البول
Tidak mengapa kencing dengan berdiri, terutama ketika ada keperluan, apabila tempatnya tertutup, tidak ada seorang pun yang melihat aurat orang yang kencing itu, dan tidak terkenai percikan air kencing sedikitpun.
Hal ini berdasarkan hadits yang telah pasti dari shahabat Hudzaifah radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alahi wa Sallam mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau kencing dengan berdiri. Hadits ini disepakati keshahihahnnya.
Namun, YANG LEBIH UTAMA adalah kencing dengan duduk. Karena inilah MAYORITAS yang diperbuat oleh Rasulullah Shallallahu alahi wa Sallam (ketika kencing), di samping lebih menutup aurat, dan lebih aman dari terkenai percikan air kencing.
(Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwiah 6/377)

Sumber: manhajul-anbiya .net

###

Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumti' berkata,
"Buang air kecil dalam keadaan berdiri adalah boleh dengan dua syarat:
Yang pertama hendaknya aman dari percikan air kencingnya.
Yang kedua hendaknya auratnya aman dari penglihatan manusia."
(Dinukil dari Al Halal wal Haram fil Islam Syaikh Muhammad Shalih Utsaimin, hal. 121, cet. Darul Muslim 2008)

###

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah ketika membawakan hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu yang menerangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing berdiri sebagaimana telah lewat di atas, beliau mengatakan dengan judul bab (Bolehnya) Kencing Berdiri dan Jongkok.
Jadi, dipahami di sini bolehnya kencing dalam keadaan berdiri dan duduk, walaupun dalam hal ini terdapat perselisihan pendapat di kalangan ahli ilmu. Didapatkan pula dari perbuatan sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, ‘Umar ibnul Khaththab, Zaid bin Tsabit, dan selainnya radhiyallahu ‘anhum, mereka kencing dengan berdiri. Ini menunjukkan perbuatan ini dibolehkan dan tidak makruh apabila memang aman dari percikan air kencing. (‘Aunul Ma’bud, 1/29)
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, “Sebagian ahlul ilmi menyenangi bagi orang yang kencing dalam keadaan duduk untuk menjauh dari manusia. Mereka juga memandang tidak apa-apa kencing di dekat orang lain bila dilakukan dengan berdiri karena kencing dalam keadaan berdiri lebih menjaga dubur dan lebih selamat dari percikan najis. Pendapat seperti ini diriwayatkan dari ‘Umar.” (al-Ausath, 1/322)

###

Al Ustadz Abdul Haq Balikpapan hafizhahullah

Tanya:
Apa hukum kencing berdiri?

Jawab:
Tentang kencing sambil berdiri, ini terjadi khilaf di kalangan para ulama tentang hukumnya. Aisyah radhiyallahu ta'ala 'anha, siapa Aisyah? Istri nabi, beliau mengatakan:
من حدثكم أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يبول قائما فلا تصدقوه ما كان يبول إلا قاعدا
Barangsiapa yang mengatakan bahwa rasulullah 'alaihi shallatu wasallam kencing dalam keadaan berdiri, maka sungguh dia telah berdusta.
Artinya, yang beliau ketahui nabi apabila menunaikan hajahnya, kencing itu dalam kondisi apa? Duduk.
Namun sahabat yang lain, seperti dinukilkan dalam (oleh) Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ta'ala anhuma, beliau mengatakan:
أتى النبى (صلى الله عليه وسلم) سباطة قوم فبال قائما
Aku melihat nabi pernah kencing dalam kondisi berdiri, di sisi tempat sampah sebuah kaum.
Ini yang diketahui Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ta'ala anhuma. Sehingga kita perhatikan dua riwayat ini, seakan-akan bertentangan iya kan? Sehingga para ulama berselisih, berbeda pendapat tentang hukumnya. Apa hukum kencing berdiri. Aisyah menjelaskan apa yang beliau ketahui, Hudzaifah juga menceritakan apa yang beliau ketahui. Dan dua-duanya hadits, peristiwa, yang sama-sama dialami oleh nabi, disaksikan oleh para sahabat.
Maka di sini para ulama mengambil jalan tengah, bahwa asal hukumnya yang afdhal adalah seseorang kencing dalam kondisi duduk selama memungkinkan. Kenapa? Karena lebih menjaga dari percikan najisnya. Namun boleh apabila tidak dikhawatirkan akan percikan najisnya, untuk kencing dalam kondisi berdiri. Terlebih kondisinya tidak memungkinkan. Seperti settingan, yang sudah ada di sebagian tempat. Memang disetting untuk berdiri, yang duduk tidak ada. Meskipun kita menyatakan kalau ada yang duduk, tempatnya lebih tertutup, itu yang afdhal.
Tapi kalau misalnya sudah disetting memang untuk berdiri, ada kan? Langsung berdiri, buka, langsung kencing. Tentunya tidak mengapa, namun tetap dijaga percikan-percikannya. Namun yang afdhal, seperti yang kita sebutkan dalam kondisi duduk. Kencing dalam kondisi duduk. Wallahu ta'ala a'lam.

TIS (Thalab Ilmu Syar'i)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar