Adapun sekadar garis di depan orang yang shalat tidaklah cukup sebagai sutrah. (Subulus Salam, 1/227)
Al-Qarafi mengatakan, “Ini adalah pendapat jumhur fuqaha.” (Adz-Dzakhirah, 2/154)
Al-Imam asy-Syafi`i berkata dalam Sunan Harmalah, "Seseorang yang shalat tidak cukup membuat garis di depannya untuk dijadikan sebagai sutrah kecuali bila di sana ada hadits yang tsabit."
Al-Imam Malik berkata dalam Al-Mudawwanah, "Garis yang digunakan sebagai sutrah adalah batil."
Al-Hafizh telah menukilkan dalam at-Tahdzib dari al-Imam Ahmad, di mana disebutkan beliau berkata, “Permasalahan garis yang digunakan sebagai sutrah, haditsnya dhaif.”
Hadits yang dimaksud adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad (2/255), Abu Dawud (no. 689), dan Ibnu Hibban (no. 2369) dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
ﺇِﺫَﺍ ﺻَﻠَّﻰ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻓَﻠْﻴَﺠْﻌَﻞْ ﺗِﻠْﻘَﺎﺀَ ﻭَﺟْﻬِﻪِ ﺷَﻴْﺌًﺎ، ﻓَﺈِﻥْ ﻟَـﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﺷَﻴْﺌًﺎ، ﻓَﻠْﻴَﻨْﺼَﺐْ ﻋَﺼًﺎ، ﻓَﺈِﻥْ ﻟـَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻣِﻦْ ﻋَﺼًﺎ ﻓَﻠْﻴَﺨُﻂَّ ﺧَﻄًّﺎ ﻭَﻻَ ﻳَﻀُﺮُّﻩُ ﻣَﺎ ﻣَﺮَّ ﺑَﻴْﻦَ ﻳَﺪَﻳْﻪِ
“Apabila salah seorang dari kalian shalat, hendaklah ia menjadikan sesuatu di hadapannya (sebagai sutrah). Bila ia tidak mendapatkan sesuatu hendaklah ia menancapkan tongkat. Bila tidak ada tongkat, hendaklah ia membuat sebuah garis dan tidak memudaratkannya apa yang lewat di hadapannya.”
Al-Albani berkata, " Dari kalangan ulama muta’akhirin yang mendhaifkan hadits ini adalah Ibnush Shalah, An-Nawawi, Al-’Iraqi, dan yang lainnya. Inilah pendapat yang benar karena hadits ini memiliki dua illat, yaitu idhthirab dan jahalah, yang menghalanginya untuk dihukumi hasan, terlebih lagi dihukumi shahih.” (Tamamul Minnah, hal. 300-301)
Al-Qarafi berkata menukil dari penulis kitab An-Nawadir, bahwa lubang dan sungai maupun segala sesuatu yang tidak tertancap dengan tegak, seperti garis misalnya, bukanlah termasuk sutrah.” (Adz-Dzakhirah, 2/155)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar