Dalam sebuah riwayat disebutkan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus Abu ‘Ubaidah ibnul Jarrah radhiyallahu `anhu ke Bahrain, kemudian dia pulang membawa jizyah penduduk negeri itu. Orang-orang Anshar pun mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah, lalu mereka menyengaja shalat subuh bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Seusai shalat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berpaling. Para sahabat Anshar menampakkan diri kepada beliau. Begitu melihat mereka, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum, lalu berkata,
“Saya kira kalian sudah mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah datang membawa sesuatu dari Bahrain?”
“Betul, wahai Rasulullah,” jawab mereka.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
ﺃَﺑْﺸِﺮُﻭﺍ ﻭَﺃَﻣِّﻠُﻮﺍ ﻣَﺎ ﻳَﺴُﺮُّﻛُﻢْ، ﻓَﻮَﺍﻟﻠﻪِ ﻣَﺎ ﺍﻟْﻔَﻘْﺮَ ﺃَﺧْﺸَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ، ﻭَﻟَﻜِﻨِّﻲ ﺃَﺧْﺸَﻰ ﺃﻥْ ﺗُﺒْﺴَﻂَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﺑُﺴِﻄَﺖْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْ، ﻓَﺘَﻨَﺎﻓَﺴُﻮﻫَﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﻨَﺎﻓَﺴُﻮﻫَﺎ، ﻓَﺘُﻬْﻠِﻜَﻜُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﻫْﻠَﻜَﺘْﻬُﻢ
“Gembiralah, dan bayangkanlah apa yang menyenangkan kalian. Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian, melainkan aku khawatir dunia dibentangkan kepada kalian, sebagaimana dibentangkan terhadap orang-orang yang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba meraihnya. Kemudian dunia itu membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan mereka.”
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓُ ﻫَﻤَّﻪُ ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻏِﻨَﺎﻩُ ﻓِﻲ ﻗَﻠْﺒِﻪِ ﻭَﺟَﻤَﻊَ ﻟَﻪُ ﺷَﻤْﻠَﻪُ ﻭَﺃَﺗَﺘْﻪُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻫِﻲَ ﺭَﺍﻏِﻤَﺔٌ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻫَﻤَّﻪُ ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻘْﺮَﻩُ ﺑَﻴْﻦَ ﻋَﻴْﻨَﻴْﻪِ ﻭَﻓَﺮَّﻕَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺷَﻤْﻠَﻪُ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺄْﺗِﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﻗُﺪِّﺭَ ﻟَﻪُ
“Siapa yang akhirat menjadi tujuannya, Allah Subhanahu wa ta’ala pasti meletakkan rasa kaya (cukup) di dalam hatinya, menyatukan urusannya, dan dunia datang kepadanya padahal dia (dunia itu) tidak menyukainya. Sebaliknya, siapa yang dunia menjadi tujuannya, Allah pasti meletakkan kemiskinan di depan matanya, dan mencerai-beraikan urusannya, sementara itu dunia tidak mendatanginya selain apa yang sudah ditentukan baginya.”
Benarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda:
ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻟِﺎﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻭَﺍﺩِﻳَﺎﻥِ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻝٍ ﻟَﺎﺑْﺘَﻐَﻰ ﺛَﺎﻟِﺜًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻤْﻠَﺄُ ﺟَﻮْﻑَ ﺍﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏُ ﻭَﻳَﺘُﻮﺏُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺗَﺎﺏ
“Seandainya anak Adam itu memiliki harta sebanyak dua lembah, niscaya dia pasti mencari lembah yang ketiga. Tidak ada yang memenuhi mulut anak Adam itu selain tanah, dan Allah menerima taubat orang yang bertaubat.” (HR. Muslim)
Al-Kirmani mengatakan: “Seolah-olah makna sabda beliau adalah dia tidak akan puas dari dunia sampai dia mati.” (Fathul Bari 18/250)
Al-Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat celaan bagi orang yang rakus terhadap dunia, menumpuk-numpuknya, serta mencintainya. Makna ‘Tidak akan memenuhi tenggorokan anak Adam melainkan tanah’ yaitu terus-menerus sikap rakus terhadap dunia menyertainya sampai dia mati dan tanah kuburan menyumbat mulutnya. Hadits ini juga bercerita tentang mayoritas bani Adam dalam hal kerakusan terhadap dunia.” (Syarah Shahih Muslim 4/2)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
ﻟِﻜُﻞِّ ﺃُﻣَّﺔٍ ﻓِﺘْﻨَﺔٌ ﻭَﻓِﺘْﻨَﺔُ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﺍﻟْﻤَﺎﻝُ
“Bagi setiap umat ada fitnah (ujian/cobaan)nya dan fitnah umatku adalah harta benda.” (HR. at-Tirmidzi no. 2337, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1905 dan dalam ash-Shahihah no. 594)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
ﻣَﺎ ﺫِﺋْﺒَﺎﻥِ ﺟَﺎﺋِﻌَﺎﻥِ ﺃُﺭْﺳِﻼَ ﻓِﻲ ﻏَﻨَﻢٍ ﺑِﺄَﻓْﺴَﺪَ ﻟَﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺣِﺮْﺹِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ ﻭَﺍﻟﺸَّﺮَﻑِ ﻟِﺪِﻳْﻨِﻪِ
“Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas pada sekelompok kambing akan lebih merusak daripada merusaknya seseorang terhadap agamanya karena ambisinya untuk mendapatkan harta dan kedudukan yang tinggi.” (HR. at-Tirmidzi no. 2377, al-Imam Ahmad, 3/406, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, 2/280 hadits no. 1935 dan dalam ar-Raudhatun Nadzir, 5-7. Juga disahihkan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam al-Jami’ush Shahih, 1/42)
Artinya bahwa rakusnya seseorang terhadap harta benda dan kedudukan sangat besar kerusakannya bagi agamanya, yang diserupakan bagaikan binatang yang tidak berdaya dan lemah yang berada dalam terkaman dua serigala. (Tuhfatul Ahwadzi 6/162)
Aun bin 'Abdillah rahimahullah berkata:
Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian (para sahabat) menjadikan untuk dunia dari sisa Akherat mereka, sedangkan kalian menjadikan untuk Akherat kalian dari sisa dunia kalian. (Shifatus Shafwah, 3/71)
Malik bin Dinar rahimahullah berkata:
Mengherankan, sudah tahu bahwa kematian menantinya dan kuburan sebagai tempat kembalinya, bagaimana bisa masih senang dengan dunia dan merasa enak hidup di dalamnya? (Shifatus Shofwah, 3/198)
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata:
Barang siapa yang cinta terhadap dunia dan dibahagiakan olehnya, maka hilanglah dari hatinya rasa takut dia terhadap Akherat. (Mausuah Ibnu Abid Dunya, 5/90)
Yahya bin Muadz rahimahullah berkata:
Wahai anak manusia, agamamu akan senantiasa tercerai-berai selama hatimu cinta terhadap dunia. (Shifatus Shofwah, 4/342)
Yahya bin Muadz rahimahullah juga berkata:
Dunia adalah araknya setan. Barangsiapa mabuk dunia maka dia tidak akan sadar kecuali jika sudah berada dalam detik-detik kematian penuh dengan penyesalan bersama orang-orang yang menyesal. (Shifatus Shofwah: 4/341)
###
Ambisi dunia dan kedudukan adalah sebab yang sangat besar seseorang keluar dari jalan istiqamah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menggambarkan betapa bahayanya ketika seorang manusia memiliki ambisi yang sangat besar pada dunia dan kedudukan. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan dalam kawanan kambing lebih merusak terhadapnya daripada merusaknya ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan terhadap agamanya. (Shohih HR. Ahmad, at Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu hibban)
Mencari pendapatan atau pekerjaan adalah hal yang diperbolehkan dalam islam. Namun bila dilandasi oleh ambisi yang berlebihan, keadaannya berubah menjadi tercela. Banyak orang dibuat lupa daratan, hingga menghalalkan segala cara demi tercapainya ambisi dunia atau kedudukan. Orang-orang yang tenggelam dalam kesibukan mengejar dunia, bila diingatkan biasanya akan berdalih bahwa apa yang dilakukan adalah perkara yang mubah atau boleh-boleh saja. Apa yang dicari adalah sesuatu yang halal dan tidak dilarang dalam islam. Memang benar demikian. Namun bila aktivitas mengejar dunia mulai disusupi ambisi, sedikit demi sedikit akan berubah keadaan agama seseorang. Tanpa disadari, sedikit demi sedikit ia akan menghalalkan apa yang diharamkan oleh agama. Hingga tanpa terasa ia telah keluar dari jalan yang lurus demikian jauh, namun merasa tetap di atas kebenaran. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Tiap-tiap ummat memiliki fitnah, dan fitnah yang menimpa ummatku adalah harta. (HR. Bukhari)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga telah mengingatkan ummatnya betapa bahayanya fitnah harta bagi agama seseorang. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, dari Amr bin Auf al-Anshori rodhiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah mengutus Abu Ubaidah ibnul Jarroh rodiyallahu anhu ke negeri Bahrain untuk mengambil jizyah (upeti) dan para shahabat al-anshor mengetahui hal ini. Usai shalat subuh bersama Rasulullah, para shahabat saling menjulurkan lehernya agar terlihat oleh Rasulullah (para shahabat berharap agar dirinya diketahui kehadirannya oleh Rasulullah dan nantinya mendapat bagian dari harta tersebut). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun tersenyum dan berkata: Apakah telah sampai kepada kalian kabar tentang kedatangan Abu Ubaidah ibnu Jarroh yang membawa harta sangat banyak? Para shahabat menjawab: Betul, wahai Rasulullah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata: Silahkan kalian bergembira dan berangan-angan dengan sesuatu yang membahagiakan. Sungguh demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan terjadi pada kalian. Namun yang aku khawatirkan adalah dilimpahkannya dunia kepada kalian, sebagaimana dunia telah dilimpahkan kepada ummat-ummat sebelum kalian. Sehingga kalian akan saling bersaing dalam memperebutkan dunia sebagaimana ummat-ummat sebelum kalian telah saling bersaing, dan akhirnya dunia akan membinasakan kalian sebagaimana membinasakan ummat-ummat sebelum kalian. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadist ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan bahwa fitnah dunia adalah fitnah yang sangat besar. Saking dahsyatnya fitnah ini, banyak manusia yang mau menjual agamanya demi sesuatu yang sangat sedikit dari dunia. Kita tentu pernah mendengar kasus-kasus kristenisasi, yaitu adanya sebagian dari kaum muslimin yang mau menjual agamanya demi mendapatkan sebuah paket sembako, demi mendapat pengobatan gratis, atau yang lainnya yang dinilai sangat kecil dibanding dengan agamanya. Disebabkan kejahilan dan ambisi terhadap dunia, mereka rela menggadaikan agamanya.
Pada tingkat yang lebih tinggi, tak sedikit orang yang telah paham tentang agamanya juga rela menjual prinsip-prinsip agamanya demi harta atau kedudukan. Mereka menututup mata terhadap berbagai kesalahan dan penyimpangan yang ada pada pihak yang memberi harta, demi lancarnya bantuan yang ingin didapatkan. Ketika harta atau kedudukan sudah berhasil didapatkan dan sudah dirasakan kelezatannya, maka perlahan tapi pasti agamanya pun akan berubah. Prinsip-prinsip yang dipegangi satu per satu ditinggalkan, hingga tak tersisa satu pun. Keadannya kini tak ubahnya sama dengan lembaga atau yayasan hizbiyyah yang memberi harta atau jabatan kebadanya. Orang menyimpang dari jalan ahlussunnah kemudian pengikut hizbiyyah disebabkan dunia yang ingin diraihnya, bukan hal yang aneh lagi bagi kita. Teramat banyak hal ini terjadi disekitar kita. Bahkan mungkin terjadi pada orang-orang yang dekat dengan kita, entah itu saudara, teman, bahkan ustadz kita! Kita mohon keselamatan dan perlindungan kepada Allah dari yang demikian. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Bersegerahlah melakukan amalan sholih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia. (HR. Muslim no. 118)
Fitnah dunia bisa menimpa siapa saja. Tidak hanya yang jauh dari agama, bahkan orang yang dianggap berilmu seperti dai atau ustadz bahkan ulama. Allah subhanahu wa taala berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
(QS: Al-Araf Ayat: 176)
Imam Ibnul Qayyim berkata yang dimaksud dengan akhlada ilal ardhi (adalah) perasaan sangat cinta terhadap dunia.
Para ulama menjelaskan bahwa di antara faedah dari ayat ini adalah penjelasan tentang tahapan orang yang menyimpang, yaitu dimulai dari munculnya rasa cinta pada dunia yang menggebu-gebu dan kemudian diikuti hawa. Ketika seorang yang berilmu telah dirasuki syahwat atau ambisi pada dunia, maka ia akan mencari-cari syubhat untuk melandasi perbuatannya. Berbagai argumen dimunculkan, meskipun menyelisihi al-haq.
Allah menggambarkan orang seperti ini bagaikan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya. Ia akan bersikap demikian hingga ambisinya tercapai. Diberi atau tidak, ia akan tetap menjalankan berbagai usahanya untuk meraih ambisi-ambisinya. Bahkan terkadang ia menantang orang yang memberikan nasihat kepadanya. Demikianlah keadaan orang yang telah dibutakan oleh dunia.
Imam Ibnul Qayyim rohimahulloh berkata: Semua orang berilmu namun lebih mementingkan dunia, maka pasti ia akan berbicara atas nama Allah taala tanpa landasan al-haq. Hal ini karena semua hukum-hukum Allah taala selalu menyelisihi kepentingan kebanyakan manusia.
Sumber: Majalah al Fawaid Edisi 09
ummuyusuf .com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar