Dalam masalah ini terdapat beberapa hadis, di antaranya hadis dari Ibnu Mas'ud, beliau mengatakan, "Allah melaknat orang yang menato (tukang tato) dan yang minta ditato, yang mencukur alis dan yang minta dicukur alisnya, yang merenggangkan gigi untuk memperindah penampilan, (semuanya itu dilaknat) karena telah mengubah ciptaan Allah." (HR. al-Bukhari 4886)
Dalam riwayat lain, Abdullah bin Mas'ud mengatakan: Aku telah mendengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang wanita dari mencukur alis, mengikir gigi, menyambung rambut dan menato, kecuali karena penyakit." (HR. Ahmad no. 3945 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Ghayatul Maram no. 93)
Dalam Adab az-Zafaf, asy-Syaikh al-Albani menjelaskan makna al-Mutafallijat yaitu merenggangkan antara gigi-gigi yang saling berdempetan dengan alat kikir atau semisalnya. Makna lilhusni, yaitu dengan tujuan memperindah.
Al-Imam an-Nawawi mengatakan,
"Ucapan (al-Mutafallijat lilhusni) artinya, mereka melakukan hal itu dengan tujuan untuk menambah keindahan. Dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa yang diharamkan adalah (mengikir gigi) untuk memperindah penampilan. Namun jika dilakukan karena kebutuhan, baik untuk pengobatan atau karena cacat dan semacamnya maka tidak mengapa."
(Syarh Shahih Muslim, 14/107)
Asy-Syaukani mengatakan, "Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam 'kecuali karena penyakit' menunjukkan bahwa keharaman yang disebutkan manakala tindakan tersebut dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan, bukan untuk menghilangkan penyakit atau cacat. Maka bila tujuannya demikian (untuk menghilangkan penyakit atau cacat) tidaklah haram." (Nailul Authar, 6/244)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya, "Bagaimana hukum melakukan operasi untuk merapikan (mengatur) gigi?"
Beliau menjawab, merapikan gigi meliputi dua macam:
Pertama, bila bertujuan untuk menambah keindahan maka hukumnya haram. Nabi shallallahu alaihi wasallam telah melaknat perbuatan ini, "Wanita-wanita yang mengikir gigi untuk keindahan, mereka telah merubah-rubah ciptaan Allah." Padahal wanita dituntut untuk berhias dan merekalah tempatnya perhiasan. Oleh karenanya hukum bagi laki-laki melakukan perbuatan ini lebih terlarang.
Kedua, jika tujuannya untuk (menghilangkan cacat) maka tidak mengapa. Karena sebagian orang, gigi serinya atau selainnya tumbuh dengan jelek, orang yang melihatnya bakal menganggapnya jelek. Maka dalam keadaan semacam ini boleh baginya untuk memperbaikinya. Hal ini tidak termasuk dalam rangka untuk menambah keindahan.
Dalil yang menunjukkan dalam masalah ini yaitu, Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah memerintahkan kepada seseorang yang terpotong hidungnya untuk memasang (hidung palsu) dari perak, ternyata mengalami infeksi, maka Nabi memerintahkan untuk menggantinya dari bahan emas. (Maka hukumnya tidak mengapa) karena dengan tujuan menghilangkan cacat bukan untuk menambah keindahan.
(Majmu' Fatawa Warasail lil Utsaimin 17/51)
Bagaimana hukumnya memasang behel pada gigi dengan kawat?
Behel berupa kawat atau sejenisnya yang dipasang untuk mengatur atau menata petumbuhan gigi, supaya gigi tumbuh wajar atau normal. Wallahu a'lam kalau kita melihat dari penjelasan para ulama di atas adalah tergantung sebabnya. Sebagaimana dalam sebuah kaedah, "Hukum itu berlaku tergantung pada sebabnya, jika sebabnya masih ada maka masih berlaku hukumnya, dan jika sudah hilang sebabnya maka tidak berlaku hukum tersebut."
Sehingga bila tujuannya dalam rangka untuk perbaikan yang memang dibutuhkan maka hukumnya tidak mengapa.
Penulis: Ustadz Abu Abdirrahman Arif
###
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan hafizhahullah berkata dalam fatwanya:
“Dibolehkan merapikan/meluruskan gigi-geligi dan mendekatkan sebagian gigi dengan sebagian yang lain (hingga tidak terpisah/berjauhan) bila memang hal ini diperlukan karena gigi tampak jelek misalnya, atau perlu untuk diperbaiki. Adapun bila tidak ada keperluan, tidaklah diperbolehkan. Bahkan datang larangan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikir gigi dengan tujuan memperindahnya karena hal ini merupakan perbuatan sia-sia dan mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Namun bila tujuannya untuk pengobatan misalnya, atau untuk menghilangkan kejelekan, atau ada kebutuhan seperti seseorang tidak dapat makan makanan kecuali bila giginya diperbaiki terlebih dahulu dan diluruskan, maka yang seperti ini tidak menjadi permasalahan.”
(Fatawa Nur ‘alad Darb, hlm. 34)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar