Cari Blog Ini

Rabu, 19 Agustus 2015

Tentang BARU INGAT ADA NAJIS DI BAJU DI TENGAH SALAT

Fadhilatus Syaikh Ubaid al Jabiri hafizhahullah

Soal:
Saya tengah melakukan shalat tiba-tiba teringat bahwa putri saya yang berusia empat tahun telah mengencingi pakaian saya. Apakah saya harus memutuskan shalat dan mengulanginya?

Jawab:
Ucapan ‘si anak telah mengencingi pakaian’ bisa memuat dua maksud:
Putri kecil Anda kencing di popoknya dan najis tersebut tertahan di popoknya tanpa sedikit pun mengenai pakaianmu. Apabila maksudnya seperti ini, shalat Anda sah, terus dilanjutkan sampai selesai.
Kencingnya mengenai pakaian Anda hingga menajisi pakaian Anda.
Maksud pertanyaan Anda tentu salah satu dari dua sisi di atas, tidak mungkin kedua-duanya.
Jika maksud Anda sisi yang kedua ini, cuci bagian yang terkena kencing tersebut apabila di dekat tempat shalat Anda ada tempat cucian (semacam wastafel, -pen.) atau ada wadah berisi air. Cucilah bagian yang terkena kencing dalam keadaan kamu tetap shalat, tidak membatalkannya.
Namun, jika mencucinya membutuhkan banyak gerakan dan berpaling total dari arah kiblat, saya memandang tidak ada larangan insya Allah Anda memutus shalat Anda, kemudian membersihkan bagian pakaian yang terkena kencing tersebut. Wallahu a’lam.

Diambil dari situs al-Mirats al-Anbiya

Sumber: Asy syariah edisi 101

###

Fadhilatusy Syaikh al-Muhaddits Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah

Pertanyaan:
Ada seseorang shalat lima waktu dari shalat Subuh sampai shalat Isya dalam keadaan pada pakaiannya ada najis sementara dia tidak menyadarinya. Apakah dia harus mengulang shalatnya? Atau apa yang harus dilakukannya?

Jawab:
Orang yang telah mengerjakan shalat lima waktu dalam keadaan pada pakaiannya ada najis tanpa diketahuinya, maka shalatnya sah, tidak perlu diulangi. Argumennya di antaranya adalah saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama para sahabat beliau dalam keadaan memakai sendal, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas sendal beliau. Para sahabat pun mengikuti beliau, melepas sendal mereka.
Setelah salam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyai mereka, “Mengapa kalian melepas sendal kalian?”
Mereka menjawab, “Kami melihat Anda melepas sendal anda, maka kami pun melepas sendal-sendal kami.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ جِبْرَائِيْلَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيْهِمَا قَذَرًا
“Sesungguhnya Jibril datang kepadaku lalu mengabariku bahwa pada kedua sendalku ada kotoran/najis.”[1]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikabarkan oleh Jibril alaihis salam tentang adanya kotoran pada kedua sendal beliau. Beliau kemudian melepaskan keduanya di tengah shalat tanpa mengulang shalat yang telah dikerjakan saat masih memakai dua sendal yang terdapat najis tersebut.
Perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menunjukkan bahwa ketika seorang muslim shalat dalam keadaan tidak menyadari pada pakaiannya ada najis dan baru mengetahuinya setelah selesai shalat, tidak diharuskan baginya mengulang shalat. Sebab, dia dalam posisi beruzur, dan shalatnya saat itu sah.
Dari sini ulama membedakan antara najis dan janabah atau hadats kecil atau hadats besar. Jika seseorang shalat dalam keadaan junub (berhadats besar, –pen.), ia wajib mengulangi shalatnya (setelah mandi janabah, –pen.).
Demikian pula seseorang yang shalat dalam keadaan berhadats kecil (seperti buang angin, buang air kecil, atau besar, –pen.), kemudian ingat bahwa dia telah mengerjakan satu shalat fardhu atau lebih dalam keadaan berhadats kecil atau besar, ia wajib mengulang shalatnya.
Pernah terjadi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah siap memimpin shalat setelah diserukannya iqamah. Tatkala shaf telah lurus, beliau berkata, “Tetaplah kalian di tempat kalian!” Kemudian beliau pergi, lalu mandi (karena janabah) dan kembali lagi. Setelah itu, beliau mengimami mereka.
Ulama memandang bahwa hadats besar dan kecil membatalkan shalat. Apabila seseorang shalat lalu ingat bahwa dia sedang berhadats besar atau kecil, shalatnya dia batalkan[2]. Setelah (bersuci), dia mengulangi shalatnya dari awal.
Adapun najis, hukumnya sebagaimana yang telah kami sebutkan.

(Pertanyaan dalam kitab ‘Aun al-Bari bi Bayan Ma Tadhammanahu Syarhus Sunnah lil Imam al-Barbahari, 2/650—651)

Catatan Kaki

[1] HR. Abu Dawud no. 650 dari hadits Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu; dinyatakan sahih oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak dan disepakati oleh adz-Dzahabi; dinyatakan sahih sanadnya oleh Ibnu Katsir dalam Tuhfah ath-Thalib hlm. 135 dan penulis Fathul Bari (1/348) menukilkan pensahihan Ibnu Khuzaimah terhadap hadits ini. tersebut.

[2] Untuk menghilangkan hadatsnya dengan mandi kalau berhadats besar atau wudhu apabila berhadats kecil.

Majalah Asy Syariah Online

ASHHABUS SUNNAH

Hanya Sedikit Faedah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar