Pertanyaan:
Fadhilatusy Syaikh, Anda pernah menyebutkan bahwa orang yang meninggal di atas kekafiran dan tidak pernah sama sekali mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah, bahwa ia kafir. Akan tetapi kita tidak mempersaksikan bahwasanya dia kekal di Neraka. Ini menimbulkan musykilah (kerancuan memahami) bagi kami.
Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah :
Tidak menjadi musykilah bagi Anda. Semoga Allah memberkahi anda. Aisyah pernah bertanya kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam tentang Abdullah bin Judaan (kafir, pent) yang dulunya suka memberi makan, memuliakan tamu, melakukan banyak kebaikan (kepada sesama makhluk, pent). Apakah perbuatan-perbuatan itu bermanfaat baginya di akhirat? Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: Hal itu tidak bermanfaat bagi dia.
Demikian juga dengan 2 orang laki-laki yang datang kepada Nabi shollallahu alaihi wasalam dan mengkhabarkan kepada beliau bahwasanya ibu keduanya dulu suka menyambung silaturrahmi, memuliakan tamu, melakukan kebaikan-kebaikan. Apakah perbuatan baik ibunya (yang kafir, pent) itu bermanfaat (di akhirat)? Nabi menyatakan : Tidak.
Perbuatan baik (di dunia) tidak akan bermanfaat bagi orang kafir di akhirat. Jika Allah Azza Wa Jalla menghendaki agar kebaikannya itu bermanfaat, Allah berikan balasan baginya di dunia (saja). Sedangkan di akhirat, orang-orang kafir tidak akan mendapatkan bagian (pahala/ Surga).
Sedangkan terkait persaksian terhadap kekafiran (seseorang), di dunia kita mempersaksikan bahwa orang yang kafir ini yang mengumumkan kekafirannya dan menganggap ia mulia dengan kekafiran itu, kita mempersaksikan bahwa ia kafir. Kita juga mempersaksikan bahwasanya ia meninggal di atas kekafiran selama tidak nampak bagi kita bahwa ia bertaubat. Akan tetapi (apakah dia masuk) Neraka, kita tidak bisa mempersaksikan (memastikan) untuknya. Karena hal itu terkait amal yang ghaib (tidak nampak). Mungkin saja di akhir hidup ia sempat beriman, dan kita tidak mengetahuinya.
Akan tetapi, apakah jika kita tidak mempersaksikan untuknya (kepastian masuk Neraka), apakah hal itu bermanfaat bagi dia dan menghalanginya masuk Neraka? Tidak bermanfaat (persaksian kita) baginya. Jika dia memang (berhak masuk) Neraka, maka ia pasti masuk Neraka. Sama saja apakah kita memberikan persaksian atau tidak memberi persaksian.
Karena itu, tidak ada faidahnya kita mengatakan: Apakah dia di Neraka atau tidak di Neraka. Hanyalah kita menetapkan berdasarkan hukum (dzhahir) di dunia bahwasanya dia kafir. Hingga seandainya ada yang menyatakan bahwasanya ia berbuat baik, di melakukan ini dan ini, ini (semua) tidak bermanfaat bagi dia (di akhirat). Terutama jika ia melakukan itu dengan nama selain agama Islam. Misalkan: ia berbuat baik pada manusia, sedangkan di dadanya tergantung salib. Apakah maknanya ini? Apakah ia berbuat baik dalam rangka mengajak manusia pada agama Nashrani dan berkata: Ini perbuatan Nashara? Ataukah ia berbuat baik karena Allah? Secara dzhahir yang nampak adalah yang pertama. Sesungguhnya dia berbuat baik demikian tujuannya agar orang beribadah secara Nashara.
Alhamdulillah, jika kita katakan: Sesungguhnya dia meninggal di atas kekafiran, kita tidak mendoakan rahmat untuknya, dan tidak meminta kepada Allah agar mengampuni dia. Ini sudah cukup. Adapun kita katakan bahwa ia di Neraka atau bukan di Neraka, maka ini tidak (bisa kita pastikan). Karena itu, termasuk jalan (ajaran prinsip) Ahlussunnah wal Jamaah adalah bahwasanya mereka tidak mempersaksikan terhadap orang tertentu dengan Surga dan tidak juga dengan Neraka. Kecuali orang yang telah dipersaksikan (kepastiannya) oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Sekarang, sebagai contoh: Kita mempersaksikan bahwa setiap orang beriman akan (masuk) Surga. Bukankah demikian? Ya. Tapi, apakah mungkin kita mempersaksikan bahwa fulan yang meninggal di atas Islam, kita mengetahui bahwa mungkin saja ia meninggal saat sholat, kemudian kita katakan: Dia (pasti) di Surga? Tidak (Tidak bisa dipastikan, pent). Akan tetapi kita mengharapkan bahwa ia termasuk penghuni Surga.
Sedangkan orang yang meninggal di atas kekafiran, kita mempersaksikan bahwa ia kafir. Tapi kita tidak mempersaksikan bahwasanya ia di Neraka. Apakah manfaat dari kita bersaksi atau tidak bersaksi? Dia (orang kafir) itu jika (berhak masuk) Nereka, maka ia akan berada di Neraka, sama saja apakah kita bersaksi atau tidak bersaksi.
Penanya: Jika persaksian dari Allah telah mendahului orang ini (yang kita anggap) mati di atas kekafiran, apakah maknanya ia bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan kepada Allah (sebelum meninggal, pent)?
Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin: Mungkin saja (itu terjadi) di masa akhir (kehidupannya). Kita tidak mengetahuinya. Kita tidak mengetahui. Intinya: Apakah faidahnya sekarang? Maksudnya, mengapa kita memaksakan diri berkata: Orang ini di Neraka. Tidak ada hal yang mengharuskan demikian.
Penanya: Wahai Syaikh, apa yang disebutkan dalam atsar bahwasanya jika kalian melewati kuburan orang kafir.?
Jawaban Syaikh: Ini khusus bagi Ahlul Fatroh dari kalangan Quraisy. Karena Ahlul Fatroh dari kalangan Quraisy meski nenek moyang mereka belum mendapatkan peringatan sebagaimana firman Allah :
{ مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ } [القصص:46]
…belum pernah datang pemberi peringatan sebelummu (Q.S al-Qoshosh ayat 46)
Akan tetapi Rasul telah mempersaksikan bahwa mereka penduduk Neraka (Liqoo al-Baab al-Maftuuh (165/11))
http://islamport.com/w/ftw/Web/2447/4650.htm
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman
Read full article at http://salafy.or.id/blog/2016/08/23/mempersaksikan-seorang-kafir-sebagai-penghuni-neraka-boleh-ataukah-tidak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar