Cari Blog Ini

Rabu, 24 September 2014

Tentang AMBISI KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN

Al-Abbas paman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu berkata: “Wahai Rasulullah, angkatlah saya menjadi pemimpin.”
Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
ﺇِﻥَّ ﺍﻹِﻣَﺎﺭَﺓَ ﺣَﺴْﺮَﺓٌ ﻭَﻧَﺪَﺍﻣَﺔٌ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ، ﻓَﺈِﻥِ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺖَ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺗَﻜُﻮْﻥَ ﺃَﻣِﻴْﺮًﺍ ﻓَﺎﻓْﻌَﻞْ
“Sesungguhnya kepemimpinan akan menjadi penyesalan pada hari kiamat nanti, maka jika engkau mampu untuk tidak menjadi pemimpin, lakukanlah!” (Lihat: Shahih Al-Bukhary, no. 174)

Abdurrahman bin Samurah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، لَا تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, jangan engkau meminta kepemimpinan. Sebab, jika engkau diberi kepemimpinan karena memintanya, sungguh akan diserahkan kepadamu (yakni Allah ‘azza wa jalla tidak akan menolongmu). Namun, jika engkau diberi bukan karena memintanya, engkau akan ditolong (oleh Allah ‘azza wa jalla) untuk mengembannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Diriwayatkan pula oleh al-Imam al-Bukhari rahimahullah, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ
“Sesungguhnya kalian berkeinginan kuat untuk mendapatkan kepemimpinan, dan akan menjadi penyesalan pada hari kiamat kelak, nikmat di dunia, namun sengsara di akhirat.” (HR. al-Bukhari, no. 6729)

Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim rahimahullah dari Abu Dzar al-Ghifari radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidakkah engkau memberiku kedudukan?’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menepuk pundakku dengan tangannya, lalu berkata, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Sesungguhnya ini adalah amanat dan sesungguhnya akan menjadi kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan menunaikan haknya dan menjalankan apa yang menjadi kewajibannya’.” (HR. Muslim, no. 1825)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:
ﻣَﻦْ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﻏَﺎﺷًّﺎ ﻟِﺮَﻋِﻴَّﺘِﻪِ ﻟَﻢْ ﻳَﺮِﺡْ ﺭَﺍﺋِﺤَﺔَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ
“Siapa saja yang mengkhianati rakyatnya maka dia tidak akan mencium bau surga.” (Lihat: Shahih Al-Bukhary, no. 7150)

Dan berkata Abu Nu’aim: “Demi Allah tidaklah celaka orang yang celaka kecuali karena cinta kepemimpinan.” (Jami Bayan Ilmi 1/570)

Berkata Asy Syathibi rahimahullah dalam “Al I'tishom”: “Hal terakhir yang turun dari hati orang-orang yang shalih adalah cinta kekuasaan dah kepemimpinan.”

Berkata Ibrahim bin Adham: “Seseorang yang cinta kemasyhuran berarti dia tidak jujur kepada Allah.” (Siyar ‘Alam Nubala’)

Berkata Abul Wafa’ Ali bin Aqil Al-Hanbaly rahimahullah: “Cinta kepemimpinan, cenderung kepada dunia dan membanggakannya, menyibukkan diri dengan kelezatannya dan dengan hal-hal yang menyeret kepada syahwat yang tidak diperbolehkan menurut syari’at dan tidak dibenarkan oleh akal sehat, yang semacam ini termasuk sebab-sebab yang menjadi penghalang dan memalingkan dari kebenaran.” (Al-Waadhih Fii Ushuulil Fiqh, I/522)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Orang yang ingin mendapatkan kepemimpinan walau dengan cara yang bathil, dia akan ridha dengan ucapan yang padanya terdapat sanjungan kepadanya walaupun bathil, dan sebaliknya dia akan membenci ucapan yang mengandung celaan kepadanya walaupun sesuai dengan fakta yang ada. Adapun seorang mu’min yang jujur keimanannya maka dia akan ridha dengan perkataan yang benar, baik yang menguntungkan dirinya maupun yang merugikannya. Dan dia akan membenci ucapan yang bathil, baik yang menguntungkan dirinya maupun yang merugikannya. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai kebenaran, kejujuran, dan keadilan, dan Dia membenci kedustaan dan kezhaliman.” (Majmu’ul Fataawa, X/600)

Bersenandung Ibnu Abdilbarr dalam ”Jami Bayan Ilmi”:
ﺣﺐُّ ﺍﻟﺮﺋﺎﺳـﺔ ﺩﺍﺀٌ ﻳﺤﻠــﻖ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻳﺠﻌﻞ ﺍﻟﺤﺐَّ ﺣﺮﺑﺎً ﻟﻠﻤﺤﺒﻴﻨﺎ
ﻳﻔﺮﻱ ﺍﻟﺤﻼﻗﻴﻢ ﻭﺍﻷﺭﺣﺎﻡ ﻳﻘﻄــﻌﻬﺎ ﻓﻼ ﻣﺮﻭﺀﺓ ﻳﺒﻘﻬﺎ ﻭ ﻻ ﺩﻳـﻨﺎ
ﻣَﻦْ ﺩﺍﻥ ﺑﺎﻟﺠﻬﻞ ﺃﻭ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺮﺳﻮﺥ ﻓﻤﺎ ﺗَﻠﻔـﻴﻪ ﺇﻻَّ ﻋـﺪﻭﺍً ﻟﻠﻤﺤﻘﻴﻨﺎ
ﻳﺸﻨﺎ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﻭﻳﻘﻠﻲ ﺃﻫﻠﻬﺎ ﺣﺴــﺪﺍً ﺿﺎﻫﻰ ﺑﺬﻟﻚ ﺃﻋﺪﺍﺀَ ﺍﻟﻨﺒﻴﻴﻨﺎ
Cinta kepemimpinan penyakit yang menghancurkan dunia dan menjadikan cinta itu sebagai alat perang bagi para pecintanya

Membelah kerongkongan-kerongkongan dan rahim-rahim dan memotongnya, maka tidaklah tersisa kewibawaan tidak pula agama

Barang siapa beragama dengan kebodohan atau belum mendalaminya maka tidaklah anda mendapatinya kecuali sebagai musuh bagi yang berhak atasnya

Menyerang ilmu-ilmu dan membenci para ahlinya karena kedengkian, dengannya menyerupai musuh-musuh para Nabi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar