Cari Blog Ini

Jumat, 14 November 2014

Tentang SALING MEMBERI HADIAH DAN HUKUM MENOLAK HADIAH

Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak jarang terjadi perselisihan dan pertikaian antara sesama mereka. Terkadang perselisihan tersebut akan bertambah tajam jikalau tidak segera ditangani dan dicarikan solusi. Terlebih lagi adanya syaithan sang musuh abadi yang tidak akan rela bila kaum muslimin hidup rukun, damai dan saling mencintai. Setiap waktu ia akan berusaha untuk menciptakan konflik dan menyulutnya di antara kaum muslimin.

Islam, telah mengajarkan segala kebaikan bagi para pemeluknya. Termasuk dalam hal ini adalah mengajarkan bagaimana cara menghilangkan sikap permusuhan dan sekaligus menciptakan rasa saling cinta. Salah satu caranya adalah dengan saling memberikan hadiah antara sesama mereka. Berikut ini ada sedikit pembahasan mengenai hadiah, semoga dapat bermanfaat.

Hukum Memberi Hadiah

Hukum memberi hadiah asalnya adalah boleh ketika tidak ada penghalang dalam syariat. Namun hukum asal tersebut dapat berubah menjadi sunnah ketika hadiah ini diberikan dalam rangka untuk mewujudkan perdamaian serta menciptakan rasa saling sayang dan cinta antara sesama muslim. Hadiah juga dianjurkan apabila diberikan dengan tujuan untuk membalas hadiah. Berubah pula hukum boleh tersebut menjadi haram apabila hadiah itu dari sesuatu yang haram atau dengan tujuan yang haram.

Perintah untuk saling memberikan hadiah telah disebutkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, di antaranya adalah sabda beliau shallallahu alaihi wasallam dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu:
تهادوا تحابوا
“Salinglah memberi hadiah antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.“ [H.R. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah]

Hukum Menerima Hadiah

Menerima hadiah menurut pendapat yang kuat adalah wajib, dengan catatan hadiah tersebut adalah hadiah yang mubah dan tidak ada penghalang dalam pandangan syariat yang bisa dijadikan alasan untuk menolak hadiah.

Kewajiban untuk menerima hadiah tersebut telah diperintahkan, bahkan dilakukan sendiri oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Penuhilah undangan, janganlah kalian menolak hadiah dan janganlah pula kalian memukul kaum muslimin.” [HR Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah]

Juga disebutkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Barangsiapa yang Allah berikan kepadanya sesuatu dari harta ini (hadiah) dengan tanpa meminta-minta maka hendaknya ia menerimanya, karena itu adalah rizki yang Allah berikan kepadanya.”  [H.R. Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih At Targhib]

Kapan Boleh Menolak Hadiah?

Kewajiban untuk menerima hadiah bukan berarti mutlak harus dilakukan, namun dibolehkan untuk tidak menerimanya apabila ia memiliki alasan yang sesuai dengan syariat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun pernah pula menolak hadiah dengan alasan tertentu. Di antara alasan bolehnya menolak hadiah:

(1) Karena adanya larangan untuk menerimanya dengan sebab syariat.

Dari As-Sha’ab bin Jatsamah radhiallahu anhu bahwa beliau suatu saat memberi hadiah kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam berupa daging kuda zebra, tetapi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menolak hadiah tersebut. Maka berubahlah rona muka shahabat tersebut, melihat hal ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Saya tidak menerima hadiah tersebut kecuali sebabnya saya sedang dalam keadaan Ihram.” [H.R. Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat ini beliau tidak menerima hadiah tersebut dikarenakan beliau dalam keadaan haji, sedangkan orang yang haji tidak diperbolehkan untuk makan dari hewan buruan, dan kuda zebra dalam hadits ini adalah hewan buruan.

(2) Karena udzur (alasan tertentu).

Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma bahwa suatu saat bibinya yaitu Ummu Hafid memberi hadiah kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam berupa: susu kering, minyak samin serta adhab (hewan sejenis biawak yang hidup di padang pasir, dan makanan pokoknya adalah tumbuhan), maka beliau memakan susu kering, minyak samin dan menolak adhab.”  [H.R. Al Bukhari dan Muslim]
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menolak untuk memakan adhab. Adhab adalah makanan yang biasa dimakan oleh kaum Anshar namun tidak biasa dimakan oleh penduduk Mekah, sehingga beliau merasa risih untuk memakannya walaupun tidak diharamkan.

(3) Menolaknya karena khawatir mudharat yang akan menimpanya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Demi Allah, setelah tahun ini aku tidak akan menerima hadiah kecuali dari orang-orang yang berhijrah, orang Quraisy, orang Anshar, orang Daus, atau orang Tsaqafy.” [H.R. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah]
Penolakan beliau atas hadiah selain dari orang-orang yang tersebut ini disebabkan karena sebelumnya ada seorang Arab Badui yang memberikan hadiah kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Merupakan kebiasaan mereka adalah memberikan hadiah dalam rangka untuk mendapatkan balasan yang lebih baik. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan hadiah kepada orang ini dengan sesuatu yang dimampui Nabi shallallahu alaihi wasallam. Namun orang ini marah dan tidak terima, sampai akhirnya Nabi shallallahu alaihi wasallam memberi dengan kadar yang diinginkan orang tersebut. Maka, di sini dapat diambil pelajaran bahwa kita boleh menolak hadiah atau pemberian jika hal tersebut akan memberikan kemudharatan kepada kita atau akan menjadikan rendah orang yang menerima hadiah tersebut.

Demikian sekilas mengenai hadiah dan hukum-hukumnya, semoga kita dapat memetik manfaat darinya. Wallahu a’lam.

Sumber: tashfiyah[dot]net/hadiah/

###

Tidak Meremehkan Hadiah Sekecil Apapun

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
يِا نِسَاءَ الْـمُسْلِمَاتِ، لاَ تَحْقِرْنَ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai wanita muslimah, janganlah seorang tetangga menganggap remeh (pemberian) tetangganya, walaupun sekadar kaki kambing.” (HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Adab dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Hadits ini adalah larangan bagi yang akan memberikan hadiah untuk menganggap remeh apa yang akan ia berikan kepada tetangganya, walaupun sesuatu yang sedikit. Karena yang dinilai adalah keikhlasan dan kepedulian terhadap tetangganya. Juga, karena memberi sesuatu yang banyak tidak bisa dimampu setiap saat. Demikian pula, hadits ini melarang orang yang diberi hadiah dari meremehkan pemberian tetangganya. (Lihat Fadhlullah Ash-Shamad, 1/215-216)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar