Cari Blog Ini

Sabtu, 29 Agustus 2015

Tentang PENGOBATAN DENGAN THIBBUN NABAWI

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah:
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5678)

Abdullah bin Mas’ud mengabarkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya.” (HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453. Dan hadits ini dishahihkan dalam Ash-Shahihah no. 451)

Jabir membawakan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
“Setiap penyakit ada obatnya. Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah.” (HR. Muslim no. 5705)

Al-Qur`anul Karim dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat yang bermanfaat dengan izin Allah. Sehingga mestinya kita tidak terlebih dahulu berpaling dan meninggalkannya untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang ini. (Shahih Ath-Thibbun Nabawi, hal. 5-6, Abu Anas Majid Al-Bankani Al-‘Iraqi)

Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata: “Sungguh para tabib telah sepakat bahwa ketika memung-kinkan pengobatan dengan bahan makanan maka jangan beralih kepada obat-obatan (kimiawi). Ketika memungkinkan mengkonsumsi obat yang sederhana, maka jangan beralih memakai obat yang kompleks. Mereka mengatakan: ‘Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu dan pen-cegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan’.”
Ibnul Qayyim juga berkata: “Berpalingnya manusia dari cara peng-obatan nubuwwah seperti halnya berpalingnya mereka dari pengobatan dengan Al-Qur`an, yang merupakan obat bermanfaat.” (Ath-Thibbun Nabawi, hal. 6, 29)

Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang muslim menjadikan pengobatan nabawiyyah sekedar sebagai pengobatan alternatif. Justru sepantasnya dia menjadi-kannya sebagai cara pengobatan yang utama, karena kepastiannya datang dari Allah lewat lisan Rasul-Nya. Sementara pengobatan dengan obat-obatan kimiawi kepastiannya tidak seperti kepastian yang didapatkan dengan thibbun nabawi. Pengobatan yang diajarkan Nabi shallallahu alaihi wasallam diyakini kesembuhannya karena bersumber dari wahyu. Sementara pengobatan dari selain Nabi kebanyakannya dugaan atau dengan pengalaman/uji coba. (Fathul Bari, 10/210)

Contoh Pengobatan Nabawi

1. Pengobatan dengan madu
Allah berfirman tentang madu yang keluar dari perut lebah:
“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyem-buhkan bagi manusia.” (An-Nahl: 69)

2. Pengobatan dengan habbah sauda` (jintan hitam)
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya habbah sauda` ini merupakan obat dari semua penyakit, kecuali dari penyakit as-samu”. Aisyah bertanya: “Apakah as-samu itu?” Beliau menjawab: “Kematian.” (HR. Al-Bukhari no. 5687 dan Muslim no. 5727)

3. Pengobatan dengan susu dan kencing unta
Anas menceritakan: “Ada sekelompok orang ‘Urainah dari penduduk Hijaz menderita sakit (karena kelaparan atau keletihan). Mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, berilah tempat kepada kami dan berilah kami makan.’ Ketika telah sehat, mereka berkata: ‘Sesungguhnya udara kota Madinah tidak cocok bagi kami (hingga kami menderita sakit).’ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menempatkan mereka di Harrah, di dekat tempat pemeliharaan unta-unta beliau (yang berjumlah 3-30 ekor). Beliau berkata: ‘Minumlah dari susu dan kencing unta-unta itu.’
Tatkala mereka telah sehat, mereka justru membunuh penggembala unta-unta Nabi shallallahu alaihi wasallam (setelah sebelumnya mereka mencungkil matanya) dan menggiring unta-unta tersebut. Nabi shallallahu alaihi wasallam pun mengirim utusan untuk mengejar mereka, hingga mereka tertangkap dan diberi hukuman dengan dipotong tangan dan kaki-kaki mereka serta dicungkil mata mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 5685, 5686 dan Muslim no. 4329)

4. Pengobatan dengan berbekam (hijamah)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:
“Obat/kesembuhan itu (antara lain) dalam tiga (cara pengobatan): minum madu, berbekam dan dengan kay, namun aku melarang umatku dari kay.” (HR. Al-Bukhari no. 5680)

5. Pengobatan dengan ruqyah
Allah Subhanahu wa taala menjadikan Al-Qur`anul Karim sebagai syifa` (obat/ penyembuh) sebagaimana firman-Nya:
“Dan jikalau Kami jadikan Al-Qur`an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: ‘Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?’ Apakah (patut Al-Qur`an) dalam bahasa asing, sedangkan (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: ‘Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang yang beriman’.” (Fushshilat: 44)
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an apa yang merupakan syifa` dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra`: 82)

FAEDAH:
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, terkadang sebagian orang yang menggunakan thibbun nabawi tidak mendapatkan kesembuhan. Yang demikian itu karena adanya penghalang pada diri orang yang menggunakan pengobatan tersebut. Penghalang itu berupa lemahnya keyakinan akan kesembuhan yang diperoleh dengan obat tersebut, dan lemahnya penerimaan terhadap obat tersebut.
Contoh yang paling tampak/ jelas dalam hal ini adalah Al-Qur`an, yang merupakan obat penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada. Meskipun demikian, ternyata sebagian manusia tidak mendapatkan kesembuhan atas penyakit yang ada dalam dadanya, karena kurangnya keyakinan dan penerimaannya. Bahkan bagi orang munafik, tidak menambah kecuali kotoran di atas kotoran yang telah ada pada dirinya, dan menambah sakit di atas sakit yang ada.
Dengan demikian thibbun nabawi tidak cocok/ pantas kecuali bagi tubuh-tubuh yang baik, sebagaimana kesembuhan dengan Al-Qur`an tidak cocok kecuali bagi hati-hati yang baik. (Fathul Bari, 10/210)

Sumber: Asy syariah edisi 024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar