Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullahu Ta’ala ditanya:
Apakah dibenarkan bagi seorang muslim untuk mengucapkan: ﺻﺪﻕ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ Shadaqallahul ‘Azhim (Allah Yang Mahaagung benar), setelah membaca al-Quran? Apakah hal ini memiliki dalil?
Jawaban:
Perkara ini tidak berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam, tidak satupun dari para shahabatnya, atau para salaf bahwa mereka melazimi kalimat ini setelah membaca al-Quran. Senantiasa melazimi bacaan ini, menetapkannya seakan-akan termasuk rangkaian hukum membaca al-Quran, dan termasuk perkara yang harus dilakukan ketika membaca al-Quran, ini termasuk bid’ah yang tidak memiliki dalil sama sekali.
Adapun jika seseorang terkadang mengucapkannya ketika ayat al-Quran dibacakan kepadanya atau dia merenungkan suatu ayat hingga ia menemukan pengaruh yang jelas pada dirinya maupun orang lain, boleh baginya untuk mengucapkan:
ﺻﺪﻕ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ
sesungguhnya terjadi demikian dan demikian.
Allah Ta’ala berfirman:
ﻗُﻞْ ﺻَﺪَﻕَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓَﺎﺗَّﺒِﻌُﻮﺍ ﻣِﻠَّﺔَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ
“Katakan wahai Nabi: ‘Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.’ Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus." (Q.S. Ali-Imran: 95)
Allah Ta’ala berfirman:
ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺻْﺪَﻕُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺣَﺪِﻳﺜًﺎ
“Dan siapa yang lebih benar ucapannya daripada Allah”. (Q.S. An-Nisa: 87)
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
ﺇﻥ ﺃﺻﺪﻕ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ
“Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah.”
Berdasarkan hal ini, ucapan “Shadaqallahul ‘Azhim” yang diucapkan pada beberapa keadaan, jika nampak ada faktor yang membenarkannya sebagaimana jika engkau melihat suatu yang terjadi sementara Allah Subhanahu Wata’ala telah mengingatkannya di dalam al-Quran, tidak apa-apa (untuk mengucapkan “Shadaqallahul ‘Azhim”).
Adapun jika kita menjadikan kalimat “Shadaqallahul ‘Azhim” seakan-akan termasuk rangkaian hukum (yang disyariatkan untuk diucapkan setelah) membaca al-Quran, ini tidak memiliki dalil dan jika dilakukan terus menerus, ini adalah bid’ah. Sesungguhnya di antara dzikir-dzikir yang disyariatkan ketika hendak membaca al-Quran adalah kita memohon perlindungan kepada Allah (dari ganguan Syaithan, yang diistilahkan dengan isti’adzah, pen) sebelum membaca al-Quran. Allah Ta’ala berfirman:
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗَﺮَﺃْﺕَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻓَﺎﺳْﺘَﻌِﺬْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﺍﻟﺮَّﺟِﻴﻢِ
“Jika kamu hendak membaca al-Quran, hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk.” (Q.S. an-Nahl: 98)
Dahulu Nabi memohon perlindungan kepada Allah (dari gangguan syaithan) sebelum membaca al-Quran dan membaca:
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ
“Dengan (memohon pertolongan Allah aku) menyebut nama-nama-Nya Dzat Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”, jika beliau membaca al-Quran di awal surat kecuali surat.Baraah (At-Taubah).
Adapun seusai membaca al-Quran, tidak disyariatkan untuk melazimi dzikir khusus, bukan bacaan “Shadaqallahul ‘Azhim” bukan pula yang lainnya.
Alih bahasa:
Abu Bakar Abdullah bin Ali Al-Jombangi
###
Pertanyaan: Apa hukum mengucapkan shadaqallahul azhim setelah selesai membaca Al-Qur’an?
Jawab:
Ucapan shadaqallahul azhim setelah membaca Al-Qur’an adalah bid’ah karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan dan mencontohkannya. Demikian pula al-Khulafa’ ar-Rasyidun dan seluruh sahabat. Hal ini juga tidak pernah pula dilakukan oleh para imam (ulama) dari kalangan salaf, padahal mereka adalah orang-orang yang banyak membaca Al-Qur’an, penuh perhatian terhadap Al-Qur’an, dan mengetahui kadarnya. Karena itu mengucapkan kalimat itu dan terus-menerus mengucapkannya setiap selesai membaca Al-Qur’an adalah bid’ah yang diada-adakan. Di sisi lain, telah pasti kabar dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
“Siapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini apa yang bukan bagian darinya maka perkara yang diada-adakan itu tertolak.” (HR. al-Imam al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
“Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalan tersebut tertolak.” (HR. al-Imam Muslim dalam Shahih-nya)
Wabillahit taufiq.
(Fatwaal-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta’ yang saat itu diketuai oleh Samahatul Walid asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz dengan wakil asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi no. 3303)
Sumber: Majalah Asysyariah online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar