Cari Blog Ini

Kamis, 18 September 2014

Tentang WANITA YANG TIDAK BERPUASA KARENA HAMIL ATAU MENYUSUI

Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah

Pertanyaan:
Apa hukum seorang wanita yang hamil jika dia tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena khawatir terhadap keselamatan janinnya dan wanita yang menyusui khawatir terhadap bayinya?

Jawab:

Para ulama berbeda pendapat, di antara mereka ada yang mengatakan bahwa yang wajib baginya adalah mengganti puasa, dan di antara mereka ada yang berpendapat dia harus mengganti dan membayar kafarat, dan di antara mereka ada juga yang berpendapat tidak wajib baginya untuk mengganti dan membayar kaffarah, dan pendapat ini berdasarkan hadits (Abu Umayyah) Anas bin Malik Al-Ka’by bahwasanya dia safar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi berkata kepadanya: “Makanlah!” Anas menjawab: “Saya sedang berpuasa.” Maka Nabi bersabda:
ﺃَﻣَﺎ ﻋَﻠِﻤْﺖَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺿَﻊَ ﺷَﻄْﺮَ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻮْﻡَ ﻭَﻋَﻦِ ﺍﻟْﺤَﺎﻣِﻞِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺮْﺿِﻊِ
“Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Allah mengugurkan bagi musafir setengah shalat (dengan mengqashar yang empat raka’at menjadi dua raka’at) dan menggugurkan kewajiban puasa terhadapnya dan terhadap wanita yang hamil dan wanita yang menyusui.” [1]

Jadi mereka berdalil dengan hadits ini bahwasanya tidak ada sedikitpun kewajiban baginya. Dan yang nampak bagi saya bahwasanya yang wajib baginya adalah dengan mengganti puasa saja, tidak perlu baginya untuk membayar kaffarah dan hal ini tidak sah, jadi yang mewajibkan dia untuk mengganti puasa adalah firman Allah Ta’ala:
ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻣَﺮِﻳْﻀًﺎ ﺃَﻭْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻔَﺮٍ ﻓَﻌِﺪَّﺓٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺃُﺧَﺮَ
“Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia tidak berpuasa), maka hendaknya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Footnote:
[1] HR. Ahmad (4/347 hadits ke 18568), At-Tirmidzy (715), Abu Dawud (2408), An-Nasa’iy (2276, 2278) dan Ibnu Majah (1667, 1668) dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah di dalam Al-Jami’ Ash-Shahih Mimma Laisa fi Ash-Shahihain (2/438) dan di dalam Ash-Shahih Al-Musnad Mimma Laisa fi Ash-Shahihain (127) dengan lafazh:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﺿَﻊَ ﺷَﻄْﺮَ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﺃَﻭْ ﻧِﺼْﻒَ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻮْﻡَ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِ ﻭَﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤُﺮْﺿِﻊِ ﺃَﻭْ ﺍﻟْﺤُﺒْﻠَﻰ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menggugurkan bagi musafir setengah shalat (dengan mengqashar yang empat raka’at menjadi dua raka’at) dan menggugurkan kewajiban puasa terhadapnya dan terhadap wanita yang menyusui dan wanita yang hamil.”

Sumber artikel:
Nashaa-ih wa Fadhaa-ih, terbitan Maktabah Shan’a Al-Atsariyyah, cetakan ke-2 tahun 1425 H, hal. 76-77

Alih bahasa: Abu Almass

###

Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah

Pertanyaan:
Penanya menanyakan tentang wanita yang tidak mampu berpuasa Ramadhan karena melahirkan atau hamil?

Jawab:

Yang wajib baginya adalah mengganti puasa, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻣَﺮِﻳْﻀًﺎ ﺃَﻭْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻔَﺮٍ ﻓَﻌِﺪَّﺓٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺃُﺧَﺮَ ‏
“Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia tidak berpuasa), maka hendaknya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Jadi dia wajib mengganti pada waktu yang dia telah mampu, bisa setahun, atau dua tahun, atau tiga tahun setelahnya.
ﻟَﺎ ﻳُﻜَﻠِّﻒُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻧَﻔْﺴًﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻭُﺳْﻌَﻬَﺎ
“Allah tidak membebani seorang jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Terdapat riwayat di dalam kitab-kitab As-Sunan dari hadits (Abu Umayyah) Anas bin Malik Al-Ka’by bahwasanya dia safar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi berkata kepadanya: “Makanlah!” Anas menjawab: “Saya sedang berpuasa.”
Maka Nabi bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﺿَﻊَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِ ﺷَﻄْﺮَ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﺍﻟْﺤَﺎﻣِﻞِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺮْﺿِﻊِ ﺍﻟﺼَّﻴَﺎﻡَ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menggugurkan bagi musafir setengah shalat (dengan mengqashar yang empat raka’at menjadi dua raka’at) dan menggugurkan kewajiban puasa terhadap wanita yang hamil dan wanita yang menyusui.” [1]
Atau yang semakna.
Yang dimaksud dengan menggugurkan di sini adalah menggugurkan yang sifatnya sementara, yaitu berdasarkan ayat yang baru saja kalian dengar:
ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻣَﺮِﻳْﻀًﺎ ﺃَﻭْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻔَﺮٍ ﻓَﻌِﺪَّﺓٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺃُﺧَﺮَ
“Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia tidak berpuasa), maka hendaknya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Sebagian ulama berpendapat bahwa jika telah berlalu setahun namun wanita tersebut belum mengganti puasa Ramadhan yang pertama, maka dia wajib membayar kaffarah di samping tetap mengganti puasa yang dia tinggalkan. Atau wajib bagi orang lain yang meninggalkan puasa karena sakit atau safar untuk membayar kaffarah di samping tetap mengganti puasa yang dia tinggalkan jika telah berlalu setahun namun dia belum mengganti puasanya. Hanya saja pendapat ini tidak memiliki dalil dari Kitabullah maupun dari sunnah Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, tetapi hanya pendapat sebagian Salaf saja. Sedangkan kami maka kami mengambil apa yang nampak dari ayat di atas. Dan Allah Azza wa Jalla tidak berfirman: “Barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia tidak berpuasa), maka hendaknya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain, dan jika telah berlalu setahun namun dia belum juga mengganti puasanya, maka dia wajib membayar kaffarah.”
ﻭَﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺑُّﻚَ ﻧَﺴِﻴًّﺎ
“Dan Rabbmu sekali-kali tidak pernah lupa.” (QS. Maryam: 64)

Jadi tidak ada kewajiban atas wanita tersebut selain mengganti puasanya yang dia tinggalkan saja jika dia telah benar-benar mampu melakukannya, walaupun telah berlalu 3 Ramadhan atau lebih. Ketika dia telah mampu setelah itu barulah dia mengganti puasanya, hanya kepada Allah saja kita memohon pertolongan.

Mengganti puasa juga tidak harus dilakukan berturut-turut agar tidak memberatkannya. Jadi dia bisa berpuasa 3 hari lalu berhenti sehari, atau puasa sehari dan berhenti sehari, sesuai dengan kemampuannya. Contohnya Aisyah radhiyallahu anha menceritakan bahwa beliau masih memiliki kewajiban mengganti sebagian puasa Ramadhan karena haidh, lalu beliau tidak menggantinya kecuali di bulan Sya’ban. Maksud dari Aisyah radhiyallahu anha bahwasanya mengganti puasa tidak harus secepatnya. Wallahul musta’an.

Footnote:
[1] HR. Ahmad (4/347 hadits ke 18568), At-Tirmidzy (715), Abu Dawud (2408), An-Nasa’iy (2276, 2278) dan Ibnu Majah (1667, 1668) dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah di dalam Al-Jami’ Ash-Shahih Mimma Laisa fi Ash-Shahihain (2/438) dan di dalam Ash-Shahih Al-Musnad Mimma Laisa fi Ash-Shahihain (127) dengan lafazh:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﺿَﻊَ ﺷَﻄْﺮَ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﺃَﻭْ ﻧِﺼْﻒَ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻮْﻡَ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِ ﻭَﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤُﺮْﺿِﻊِ ﺃَﻭْ ﺍﻟْﺤُﺒْﻠَﻰ .
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menggugurkan bagi musafir setengah shalat (dengan mengqashar yang empat raka’at menjadi dua raka’at) dan menggugurkan kewajiban puasa terhadapnya dan terhadap wanita yang menyusui dan wanita yang hamil.”

Sumber artikel:
Ijaabatus Saa-il, terbitan Daarul Haramain, cetakan ke-1 tahun 1416 H, pertanyaan no. 352 hal. 594-595

Alih bahasa: Abu Almass

###

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz رحمه الله

Pertanyaan:
امرأة حامل ولا تطيق الصوم فماذا تفعل؟
Wanita hamil tidak mampu berpuasa, apa yang harus ia lakukan?

Jawaban:
حكم الحامل التي يشق علها الصوم حكم المريض، وهكذا المرضع إذا شق عليها الصوم تفطران وتقضيان؛ لقول الله سبحانه: وَمَنْ كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. وذهب بعض أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إلى أن عليها الإطعام فقط. والصواب الأول؛ لأن حكمهما حكم المريض؛ لأن الأصل وجوب القضاء ولا دليل يعارضه. ومما يدل على ذلك ما رواه أنس بن مالك الكعبي رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ((إن الله وضع عن المسافر الصوم وشطر الصلاة وعن الحبلى والمرضع)) رواه الإمام أحمد وأهل السنن الأربع بإسناد حسن. فدل على أنهما كالمسافر في حكم الصوم تفطران وتقضيان. أما القصر فهو حكم يختص بالمسافر وحده لا يشاركه فيه أحد وهو صلاة الرباعية ركعتين. وبالله التوفيق
Hukum wanita hamil yang puasa itu memberatkannya adalah sama seperti hukum orang sakit. Demikian juga wanita menyusui bila puasa itu memberatkannya. Maka keduanya berbuka dan mengqadha di hari yang lain. Berdasarkan firman Allah:
ومن كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر
“Barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya melakukan qadha puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari yang lain.” (Surat al-Baqarah: 185)
Sebagian shahabat Nabi shallallahu alaihi wa salam ada yang berpendapat bahwa yang wajib atas wanita hamil dan menyusui hanyalah memberi makan saja. Namun yang benar ialah pendapat pertama karena hukum wanita hamil dan menyusui layaknya hukum orang sakit. Juga karena secara asal adalah wajibnya qadha dan tidak ada dalil yang memalingkannya.
Di antara yang menunjukkan hal tersebut ialah hadits Anas bin Malik al-Kabiy radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa salam bahwa beliau bersabda:
إن الله وضع عن المسافر الصوم وشطر الصلاة وعن الحبلى والمرضع
Sesungguhnya Allah meringankan puasa dan separuh shalat (qashr) dari musafir dan (meringankan puasa) dari wanita hamil dan menyusui. (HR. Ahmad di dalam Musnad Bashriyyin dari hadits Anas bin Malik no. 19814 dan an-Nasai di ash-Shaum bab wadhish shiyam anil hubla no. 2315)
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan penulis kitab sunan yang empat dengan sanad yang hasan.
Maka hadits ini menunjukkan bahwa wanita hamil dan menyusui itu layaknya musafir dalam hukum berpuasa. Keduanya berbuka dan membayar qadha. Adapun qashr shalat maka hukum ini khusus bagi musafir saja dan tidak ada satupun yang menyertainya yaitu meringkas shalat empat rakaat menjadi dua rakaat. Dan taufik itu hanyalah di tangan Allah semata.

Sumber:
www .binbaz .org .sa/node/474

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

###

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz  رحمه الله 

Pertanyaan:
هل يجوز للحامل أو المرضع الإفطار في رمضان وعليهما الفدية فقط دون القضاء؟
Apakah boleh wanita hamil dan menyusui berbuka di bulan Ramadhan dan mereka hanya membayar fidyah saja tanpa harus mengqadha?

Jawaban:
هذه المسألة مسألة خلاف بين أهل العلم، من أهل العلم من قال: أن عليهما الفدية فقط، ولهما أن تفطرا؛ لأن الحمل قد يتتابع رمضان قد يتتابع ولا يكون عندهما فرصة للقضاء وهذا مروي عن ابن عباس وابن عمر رضي الله عنهما وقاله جماعة من السلف
Masalah ini merupakan masalah yang diperselisihkan oleh para ulama.
Sebagian ulama memandang: bahwa wanita hamil dan menyusui hanya wajib membayar fidyah saja dan boleh baginya berbuka. Karena terkadang kehamilan itu berturut-turut melewati bulan Ramadhan.
Terkadang berturut-berturut dan tidak ada waktu lagi bagi keduanya untuk melakukan qadha. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiyallahu anhuma dan dipegang oleh sebagian salaf.
والقول الثاني: أنهما كالمريض إن شق عليهما الصيام أفطرتا وقضتا فإن لم يشق عليهما صامتا وهذا القول هو الأرجح وهو الأقوى دليلاً وهو الذي جاء به الحديث الصحيح عن أنس ابن مالك الكعبي غير أنس مالك بن الأنصاري أن الرسول عليه الصلاة والسلام قال: إن الله وضع للمسافر الصوم وشطر الصلاة، ووضع عن المرضع الصوم ، فهذا يدل على أن الله وضع عن المسافر شطر الصلاة والصوم وعن الحبلى والمرضع الصوم، فهذا يدل على أنهما كالمسافر، المسافر في الصوم يفطر ويقضي وهما كذلك، والمسافر يختص بالقصر في الصلاة وضع الله شطر الصلاة لأنها رباعية الظهر والعصر والعشاء، فليس بالدنيا من يقصر الصلاة سوى المسافر، فالمريض لا يقصر، والحبلى والمرضع لا تقصران، وإنما يقصر المسافر يصلي الظهر الرباعية ركعتين، الظهر والعصر والعشاء فقط، بعض الناس قد يغلط فيقول أن المريض يقصر، وهذا غلط، المريض لا يقصر يصلي أربع المريض، فالحبلى والمرضع الصواب فيها أنهما كالمسافر والمريض تفطران وتقضيان، وليس عليهما فدية هذا هو الأرجح وهذا هو الصواب، وهو الذي نفتي به، وهو الذي فيما يظهر هو قول الأكثر من أهل العلم لأنهما شبيهتان بالمريض فقد يشق عليهما الصوم من أجل الرضاع أو من أجل الحبل وقد لا يشق عليهما كالمريض خفيف المرض فتصومان
Pendapat kedua: wanita hamil dan menyusui itu layaknya orang sakit. Apabila puasa memberatkan mereka, maka keduanya berbuka dan membayar qadha. Namun jika puasa itu tidak memberatkan, maka wajib bagi keduanya berpuasa. Dan pendapat inilah yang lebih rajih dan lebih kuat dalilnya, yang dengannya datang hadits shahih dari Anas bin Malik al-Kabi bukan Anas bin Malik al-Anshari bahwa Rasulullah alaihish shalatu was salam bersabda:
إن الله وضع للمسافر الصوم وشطر الصلاة، ووضع عن المرضع الصوم
Sesungguhnya Allah meringankan puasa dan setengah shalat dari musafir dan meringankan puasa dari wanita yang menyusui.
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah telah meringankan separuh shalat dan puasa dari musafir dan meringankan puasa dari wanita hamil dan menyusui. Maka ini menunjukkan bahwa keduanya bak musafir. Dalam puasa, seorang musafir boleh berbuka dan membayar qadha, maka keduanya juga demikian.
Namun musafir mendapatkan kekhususan qashar dalam shalat. Allah meringankan separuh shalat (dari musafir) yaitu dari shalat-shalat yang empat rakaat, zhuhur, ashar, dan isya. Tidak ada di dunia ini seorang pun yang boleh mengqashar shalat kecuali musafir.
Orang sakit tidak mengqashar shalat, wanita hamil dan menyusui juga tidak mengqashar shalat. Tetapi hanya musafir yang mengqashar shalat. Ia mengerjakan shalat Zhuhur yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Zhuhur, ashar, dan isya saja (yang boleh diqashar).
Sebagian orang ada yang keliru, ia mengatakan bahwa orang sakit boleh mengqashar shalat, maka ini salah. Orang sakit tidak boleh mengqashar shalat, namun ia tetap shalat empat rakaat.
Wanita hamil dan menyusui, yang benar keduanya seperti musafir dan orang sakit. Mereka berbuka dan mengqadha. Tidak ada bagi keduanya fidyah. Inilah pendapat yang rajih dan benar dan inilah yang kami fatwakan. Dan inilah yang tampak yang merupakan pendapat mayoritas ulama, dikarenakan keduanya serupa dengan orang yang sakit. Maka terkadang puasa itu memberatkan keduanya karena harus menyusui atau karena kehamilan (sehingga tidak berpuasa). Dan terkadang juga tidak memberatkan keduanya seperti orang yang sakit ringan sehingga keduanya tetap berpuasa.

Sumber:
www .binbaz .org .sa/node/13399

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar