Cari Blog Ini

Selasa, 28 Oktober 2014

Tentang BATALNYA WUDHU KARENA KELUAR DARAH

Al Ustadz Abu Ishaq Muslim Al Atsari

Darah yang keluar dari tubuh seseorang, selain kemaluannya tidaklah membatalkan wudhu, sama saja apakah darah itu sedikit ataupun banyak. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, Ibnu Abi Aufa, Abu Hurairah, Jabir bin Zaid, Ibnul Musayyab, Makhul, Rabi’ah, An-Nashir, Malik, dan Asy-Syafi’i. (Nailul Authar, 1/269-270)
Dan ini pendapat yang rajih menurut penulis. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Dari kalangan ahlul ilmi ada yang membedakan antara darah sedikit dengan yang banyak. Bila keluarnya sedikit tidak membatalkan wudhu namun bila keluarnya banyak akan membatalkan wudhu. Hal ini seperti pendapat Abu Hanifah, Al-Imam Ahmad, dan Ishaq. (Nailul Authar, 1/269)

Adapun dalil bahwa darah tidak membatalkan wudhu adalah hadits tentang seorang shahabat Al-Anshari yang tetap mengerjakan shalat walaupun darahnya terus mengalir karena luka akibat tikaman anak panah pada tubuhnya. (HR. Al-Bukhari secara mu‘allaq, dan secara maushul oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud dan selainnya. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 193)

Seandainya darah yang banyak itu membatalkan wudhu niscaya shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dilarang untuk mengerjakan shalat dan akan disebutkan teguran dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas shalat yang ia kerjakan tersebut dan akan diterangkan kepadanya atau siapa yang bersamanya. Karena mengakhirkan penjelasan/penerangan pada saat dibutuhkan penerangannya tidaklah diperbolehkan. Mereka para shahabat radhiallahu ‘anhum sering terjun ke dalam medan pertempuran hingga badan dan pakaian mereka berlumuran darah. Namun tidak dinukilkan dari mereka bahwa mereka berwudhu karenanya dan tidak didengar dari mereka bahwa perkara ini membatalkan wudhu. (Sailul Jarar, 1/262, Tamamul Minnah, hal. 51-52)
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab wal ilmu ‘indallah.

(Para ulama juga telah berbicara tentang berbekam)
Madzhab Al-Hanafiyyah berpendapat keluarnya darah dikarenakan berbekam (hijamah) merupakan salah satu dari pembatal wudhu. As-Sarkhasi berkata: “Menurut kami, seseorang yang berbekam maka wajib baginya berwudhu dan mencuci bagian tubuh yang dibekam. Karena, wudhu itu wajib dengan keluarnya najis (yaitu darah bekaman dianggap najis di sisi mereka). Bila dia berwudhu namun tidak mencuci bagian tubuh yang dibekam, maka bila bagian itu lebih besar dari ukuran dirham, ia tidak boleh mengerjakan shalat. Namun bila kurang dari itu boleh baginya mengerjakan shalat.”

Adapun madzhab Al-Malikiyyah dan Asy-Syafi’iyyah berpendapat bahwa berbekam atau sengaja mengeluarkan darah dengan merobek kulit atau urat dan dikeluarkannya segumpal darah dengan cara diisap tidaklah membatalkan wudhu. Az-Zarqani berkata: “Berbekam tidaklah membatalkan wudhu, baik orang yang membekam maupun orang yang dibekam. Demikian pula sengaja mengeluarkan darah dengan merobek kulit atau urat.”
Dalam kitab Al-Umm disebutkan: “Tidak wajib berwudhu karena muntah, mimisan dan berbekam.” ( Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 17/14).
Inilah pendapat yang rajih, karena tidak adanya dalil yang bisa dijadikan hujjah bahwa berbekam itu membatalkan wudhu.

Adapun hadits yang menyatakan dukungan penguatan bahwa berbekam itu tidak membatalkan wudhu [1], pada sanadnya ada pembicaraan terhadap salah seorang rawinya yaitu Shalih ibnu Muqatil. Al-Imam Ad-Daraquthni rahimahullah mengatakan tentang Shalih: “Bukan seorang yang kuat.” Dan hadits ini didhaifkan oleh para imam seperti Al-Baihaqi, An-Nawawi dan Al-Hafidz Ibnu Hajar. (Al-Majmu 2/63, At-Talkhisul Habir, 1/171)

Sumber: Asy Syariah online

Footnote:
[1] Diberitakan dari hadits Anas radhiallahu ‘anhu:
ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍﺣْﺘَﺠَﻢَ ﻭَﺻَﻠَّﻰ ﻭﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄْ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dan shalat setelahnya tanpa berwudhu.” (HR. Ad-Daraquthni, 1/157 dan Al-Baihaqi, 1/141)

###

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta

Tanya:
Mohon penjelasan tentang apakah keluarnya darah dapat membatalkan shalat?

Jawab:
Alhamdulillah, kami belum mendapatkan dalil syar’i yang menjelaskan bahwa keluarnya darah selain darah haidh dapat membatalkan wudhu’. Pada dasarnya ia tidak membatalkan wudhu’. Kaidah asal dalam masalah ibadah adalah tauqifiyah (hanya boleh ditetapkan dengan dalil). Seseorang tidak boleh menetapkan bentuk-bentuk ibadah tertentu kecuali dengan dalil. Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa jika darah yang keluar sangat banyak maka batallah wudhu’nya kecuali darah haidh (yang sedikit atau banyak tetap membatalkan wudhu’). Namun bila orang yang mengeluarkan darah tadi mengulangi wudhu’nya sebagai tindakan antisipatif dan guna menghindarkan diri dari perbedaan pendapat, tentunya hal itu lebih baik lagi. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu kepada perkara yang tidak meragukan.”
H.R An-Nasa’i VIII/328, At-Tirmidzi VII/221 (lihat Tuhfatul Ahwadzi), Al-Hakim II/13 dan IV/99

(Dinukil dari Fatawa Lajnah Daimah juz V/261)

Sumber: salafy[dot]or[dot]id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar