Cari Blog Ini

Selasa, 28 Oktober 2014

Tentang BERSABAR KETIKA DIUJI

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
ﺍﻟﻢ () ﺃَﺣَﺴِﺐَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺃَﻥ ﻳُﺘْﺮَﻛُﻮﺍ ﺃَﻥ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﺁﻣَﻨَّﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﻟَﺎ ﻳُﻔْﺘَﻨُﻮ
“Alif Laam Miim. Apakah manusia mengira dibiarkan berkata, ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak diberi ujian?” (al-‘Ankabut: 1—2)

Asy-Syaikh As-Sa'di berkata:
“Allah telah memberitakan tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Dan hikmah Allah tidak menentukan bahwa setiap orang yang mengatakan dan mengaku dirinya beriman, akan selalu berada dalam satu kondisi, selamat dari ujian dan cobaan dan tidak datang menghampirinya segala perkara yang akan mengganggu iman dan segala cabangnya. Jika hal itu terjadi (artinya orang-orang yang mengaku beriman tidak diuji) tentu tidak bisa dipisahkan antara orang yang jujur dan orang yang berdusta, serta antara orang yang benar dan orang yang salah. Sungguh sunnatullah telah berjalan dalam kehidupan orang-orang terdahulu dari umat ini. Allah menguji mereka dengan kesenangan, malapetaka, kesulitan, kemudahan, segala yang disenangi dan tidak disenangi, kaya dan fakir, kemenangan musuh dalam sebagian kondisi, memerangi mereka dengan ucapan dan perbuatan, serta berbagai ujian lainnya. Segala bentuk ujian ini kembali kepada ujian syubhat yang akan mengempas aqidah, dan syahwat yang akan menodai keinginan. Barangsiapa yang ketika datang fitnah syubhat, imannya tetap kokoh dan tidak goncang, maka kebenaran yang ada pada dirinya menghalau fitnah tersebut. Ketika datang fitnah syahwat dan segala seruan kepada perbuatan maksiat dan dosa, dorongan untuk berpaling dari perintah Allah dan Rasul-Nya, dia berusaha mengaplikasikan konsekuensi iman dan bertarung melawan syahwatnya. Ini menunjukkan kejujuran dan kebenaran imannya. Namun barangsiapa yang ketika fitnah syubhat datang memengaruhi hatinya dengan memunculkan keraguan dan kerancuan, dan ketika fitnah syahwat menghampirinya lalu dia terseret pada perbuatan maksiat atau mendorongnya untuk meninggalkan kewajiban, ini menunjukkan tidak jujur dan tidak benarnya iman yang ada pada dirinya.” (As-Sa’di dalam Tafsir-nya hal. 576)

Allah berfirman:
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.“ (Al-Baqarah: 214)

Asy-Syaikh As-Sa’di mengatakan:
“Allah memberitakan bahwa Dia pasti akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kesenangan, malapetaka, dan kesulitan sebagaimana telah Dia lakukan atas orang-orang sebelum mereka. Ujian ini merupakan sunnatullah yang terus berlangsung, tidak akan berubah dan berganti. Barangsiapa yang melaksanakan ajaran agama dan syariat-Nya, pasti Dia akan mengujinya. Jika dia bersabar atas perintah Allah dan tidak peduli dengan segala rintangan yang terjadi di jalan-Nya, maka dialah orang jujur yang telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Dan itulah jalan menuju sebuah kepemimpinan. Namun barangsiapa menjadikan ujian dari manusia bagaikan siksa Allah, seperti dia terhalangi untuk melaksanakan ketaatan karena gangguan tersebut, menghalanginya dari meraih tujuannya, maka dia berdusta dalam pengakuan keimanan. Karena iman bukan sekadar hiasan, angan-angan, dan pengakuan. Amallah yang akan membenarkan atau mendustakannya.”

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
ﻛُﻞُّ ﻧَﻔْﺲٍ ﺫَﺍﺋِﻘَﺔُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ ۗ ﻭَﻧَﺒْﻠُﻮﻛُﻢ ﺑِﺎﻟﺸَّﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻓِﺘْﻨَﺔً ۖ ﻭَﺇِﻟَﻴْﻨَﺎ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮﻥَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kami-lah kalian dikembalikan.” (al-Anbiya’: 35)

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ ﺑَﻌْﻀَﻜُﻢْ ﻟِﺒَﻌْﺾٍ ﻓِﺘْﻨَﺔً ﺃَﺗَﺼْﺒِﺮُﻭﻥَ ۗ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺭَﺑُّﻚَ ﺑَﺼِﻴﺮًﺍ
“Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain, maukah kalian bersabar? Dan adalah Rabb-mu Maha Melihat.” (al-Furqan: 20)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menguji hamba-Nya yang beriman tidak untuk membinasakannya, tetapi untuk menguji sejauh manakah kesabaran dan penghambaannya. Sebab, sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam kondisi sulit dan dalam hal-hal yang tidak disukai (oleh jiwa), sebagaimana pula Dia Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam hal-hal yang disukai. Kebanyakan orang siap mempersembahkan penghambaannya kepada Allah Subhanahu wata’ala dalam hal-hal yang disukainya. Karena itu, perhatikanlah penghambaan kepada-Nya dalam hal-hal yang tak disukai. Sebab, di situlah letak perbedaan yang membedakan kualitas para hamba. Kedudukan mereka di sisi Allah Subhanahu wata’ala pun sangat bergantung pada perbedaan kualitas tersebut.” (al-Wabil ash-Shayyib, hlm. 5)

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata:
Allah tidaklah memberi cobaan untuk membinasakan hambanya, namun untuk menguji kesabaran dan keimanan hamba. Jika hamba ini bersabar, maka musibah menjadi anugerah dan petaka berbuah pahala. Sabar ini ada tiga macam, yaitu menahan jiwa dari amarah kepada apa yang Allah takdirkan, menahan lisan dari berkeluh kesah, dan menahan anggota badan dari perbuatan yang menunjukkan ketidak relaan kepada takdir. Sabar berporos pada tiga perkara ini. Barangsiapa yang bisa memenuhinya maka baginya pahala yang tiada batas yang Allah janjikan dalam firman-Nya,
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳُﻮَﻓَّﻰ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮُﻭﻥَ ﺃَﺟْﺮَﻫُﻢْ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺣِﺴَﺎﺏٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas.” (Az Zumar: 10‏)

Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam mengingatkan kita dalam sabdanya:
ﻭَﺍﻋْﻠَﻢْ ﺃَﻥَّ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﺒْﺮِ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺗَﻜْﺮَﻩُ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ ﻭَﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺼْﺮَ ﻣَﻊَ ﺍﻟﺼَّﺒْﺮِ ﻭَﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻔَﺮَﺝَ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻜَﺮْﺏِ ﻭَﺃَﻥَّ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻌُﺴْﺮِ ﻳُﺴْﺮًﺍ
“Dan ketahuilah bahwa dalam kesabaran terhadap apa yang tidak engkau senangi terdapat kebaikan yang sangat banyak. Ketahuilah pula, bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, dan jalan keluar (kelapangan) ada bersama kesempitan/kesulitan, dan bahwasanya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan.” (HR. Ahmad)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
”Kesabaran adalah cahaya.” (HR. Muslim dari sahabat Abu Malik Al Harits bin ‘Ashim Al Asy’ary radhiallahu anhu)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
”Tidaklah seorang hamba diberikan dengan suatu pemberian yang lebih baik dan luas dari pada sabar.” (Mutafaqun ‘alaih dari sahabat Abu Sa’id Al Khudry radhiallahu anhu)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Jika engkau bersabar maka bagimu adalah surga.” (Mutafaqun ‘alaih dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu anhu)

Dalam ranah kehidupan beragama, ada tiga jenis ujian dan cobaan yang tak mungkin seorang muslim lepas darinya. Bagaimana pun situasi dan kondisinya, pasti dia akan menghadapinya. Tiga jenis ujian dan cobaan itu adalah sebagai berikut,
1. Perintah-perintah Allah Subhanahu wata’ala yang wajib ditaati.
2. Larangan-larangan Allah Subhanahu wata’ala (kemaksiatan) yang wajib dijauhi.
3. Musibah yang menimpa (takdir buruk).
Para ulama sepakat bahwa senjata utama untuk menghadapi tiga jenis ujian dan cobaan itu adalah kesabaran, yaitu;
1. Sabar di atas ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala, dengan selalu mengerjakan segala perintah-Nya Subhanahu wata’ala.
2. Sabar dari perbuatan maksiat, dengan selalu menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah Subhanahu wata’ala.
3. Sabar atas segala musibah yang menimpa dengan diiringi sikap ikhlas dan ridha terhadap takdir yang ditentukan oleh Allah Subhanahu wata’ala.
(Lihat Qa’idah fish Shabr karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hlm. 90—91, Syarh Shahih Muslim karya al-Hafizh an-Nawawi 3/101, dan Madarijus Salikin karya Imam Ibnul Qayyim 2/156)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar