Bolehkah berwudhu dengan air bak mandi yang terkena percikan sabun hingga berubah warna, bau, dan rasanya?
Dijawab oleh Al-Ustadz Muhammad As-Sarbini Al-Makassari:
Air yang mengalami perubahan dari aslinya, baik perubahan warna, bau, atau rasa karena pengaruh campuran unsur lain yang suci, namun tidak didominasi oleh campuran tersebut dan masih tetap dinamakan air, tetap suci dan menyucikan (thahur). Seperti perubahan air bak yang bercampur dengan percikan sabun, air kolam yang kejatuhan daun-daun, air sawah yang bercampur tanah, atau yang lainnya. Ini tetap dinamakan air dan sah untuk wudhu atau mandi. Berbeda halnya dengan air yang dicampur dengan bahan minuman seperti susu, kopi, teh, atau bumbu masakan, dan semacamnya, yang mendominasinya dan mengubah namanya menjadi nama lain, sehingga tidak lagi dinamakan air secara mutlak. Misalnya, dinamakan minuman teh, kopi, susu, atau kuah, dan yang semacamnya. Yang seperti ini sudah tidak termasuk kategori air yang menyucikan, meskipun suci. Dengan demikian, jenis ini tidak sah untuk wudhu dan mandi.
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berwudhu dengan air laut. Padahal air laut telah berubah rasanya menjadi asin dengan perubahan yang sangat drastis dari asal rasa air yang tawar. Demikian pula perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menggunakan air yang dicampuri daun bidara (yang telah ditumbuk halus) bagi wanita yang mandi suci dari haid/nifas dan dalam memandikan jenazah. Padahal campuran daun bidara tersebut tentu saja akan memberi perubahan pada air. Lebih dari itu, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa air yang mengalami perubahan warna, bau, atau rasa oleh campuran unsur lain, tidak lagi termasuk kategori air yang menyucikan.
Inilah pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Al-Fatawa (21/17-20 cet. Darul Wafa’), Asy-Syaikh As-Sa’di di dalam Al-Mukhtarat Al-Jaliyyah (hal. 12-13), Asy-Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa (10/19-20), dan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (1/38, 44, cet. Muassasah Asam). Ini juga adalah mazhab Abu Hanifah dan salah satu riwayat dari Ahmad.
Kalau pun terjadi perubahan warna, bau, atau rasa karena pengaruh benda najis yang bercampur dengannya, air itu bernajis dan sudah tidak suci lagi. Salah satu saja dari tiga sifat tersebut yang berubah, baik warna, bau, atau rasanya, maka air itu telah ternajisi dan tidak sah untuk wudhu atau mandi.
Kesimpulannya, air hanya terbagi menjadi dua:
1. Air yang suci lagi menyucikan (thahur), meskipun berubah sebagian sifatnya oleh campuran unsur suci, selama tidak mengubahnya keluar dari nama air ke nama lain. Jenis ini sah untuk wudhu dan mandi.
2. Air yang ternajisi oleh unsur najis yang mengubah salah satu sifatnya, baik warna, bau, maupun rasanya. Jenis ini tidak sah untuk wudhu dan mandi.
Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Asy Syariah, no. 60/V/1431 H/2010, hal. 72-73
###
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah
Tanya:
Apa hukumnya menggunakan air yang berubah warna dan rasanya dengan sebab diberi campuran bahan-bahan kimia, untuk membunuh kuman-kuman penyebab penyakit. Apakah bahan-bahan tersebut berpengaruh terhadap (kesucian) air ataukah tidak?
Jazakumullah khairan.
Jawab:
الحمد لله وصلى الله وسلم على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن اهتدى بهداه، أما بعد
Air tersebut, yang berubah karena campuran bahan-bahan yang suci, untuk tujuan kemashlahatan orang yang meminumnya, maka ITU TIDAK MENGAPA. Tidak berpengaruh (terhadap kesucian air, pen) selama air itu masih bernama air. Air tersebut BOLEH DIGUNAKAN UNTUK MINUM DAN YANG LAINNYA (termasuk untuk bersuci, pen).
Sebagaimana tidak berpengaruh pula kalau seandainya air itu tercampuri dengan kayu, dedaunan yang jatuh padanya, debu, atau yang semisal itu.
Adapun apabila bahan-bahan tersebut mengubah air sampai keluar dari penamaan air, sehingga diberi nama dengan nama lain, seperti menjadi teh, atau susu, maka itu tidak lagi disebut dengan air, TIDAK BOLEH digunakan untuk wudhu’ dan tidak bisa menghilangkan najis.
Namun selama namanya masih tetap air, maka itu adalah air yang baik walaupun sudah tercampur dengan bahan-bahan tertentu.
(Fatwa Nuur ‘ala ad-Darb 5/8)
Majmu'ah Manhajul Anbiya
###
Bismillah. Bolehkah berwudhu langsung di bak mandi dan bagaimana jika bak mandinya ada kotoran cecak atau di dalam bak mandi ada ikannya? 085334XXXXXX
1. Tidak mengapa berwudhu langsung dari bak mandi.
2. Air bak mandi yang kejatuhan tahi cecak tidak menjadi najis karenanya, tetap suci lagi menyucikan.
al-Ustadz Muhammad as-Sarbini
http://asysyariah.com/tanya-jawab-ringkas-7/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar