Cari Blog Ini

Kamis, 23 Oktober 2014

Tentang BERTAUBAT KETIKA DITIMPA BENCANA

Allah berfirman:
قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللهِ فَمَالِ هَؤُلاءِ الْقَوْمِ لا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا *مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
"Katakanlah: Semuanya (datang) dari sisi Allah. Maka Mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? Nikmat apa saja yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri." [An-Nisa`: 78-79]

“(Dan) apa saja musibah yang menimpamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu).” (asy-Syura: 30)

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah merasakan atas mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (an-Nahl: 112)

Nabi Nuh alaihis salam berkata ketika mengingatkan kaumnya, sebagaimana firman Allah:
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyakkan harta dan anak-anakmu, serta mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’.” (Nuh: 10—12)

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (al-An’am: 42)

“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (kepada ketaatan).” (as-Sajdah: 21)

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu ketika terjadi gempa bumi di masa beliau, beliau berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian meminta dengan gempa ini, supaya kalian kembali kepada apa yang menjadi keridhaan-Nya.”

Al-’Abbas radhiallahu anhu ketika terjadi musim paceklik di masa kekhalifahan Umar, beliau berdoa:
“Ya Allah, sesungguhnya tidaklah turun bala` melainkan karena sebuah dosa dan tidak akan dihilangkan melainkan dengan bertaubat. Dan kaum itu telah mendatangiku untuk menyampaikan hajat mereka kepada-Mu karena kedudukan diriku di hadapan Nabi-Mu, dan ini tangan-tangan kami berlumuran dengan dosa dan ubun-ubun kami (mengiqrarkan) taubat. Turunkanlah kepada kami hujan."
(Lihat: Fathul Bari 2/571, cet. Darul Hadits, Mesir. Diriwayatkan oleh Az-Zubair bin Bakkar di dalam kitab Al-Ansab)

###

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
ﻭﺇﺫﺍ ﺭﺃﻳﺖ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻳﻘـــﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﻨــﺎﺱ ﺇﺫﺍ ﺁﺫﻭﻩ، ﻭﻻ ﻳﺮﺟـــﻊ ﺇﻟﻰ ﻧﻔﺴـــﻪ ﺑﺎﻟﻠﻮﻡ ﻭﺍﻻﺳﺘﻐﻔـــﺎﺭ، ﻓﺎﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻣﺼﻴﺒﺘﻪ ﻣﺼـــﻴﺒﺔ ﺣﻘﻴﻘﻴـــﺔ. ﻭﺇﺫﺍ ﺗﺎﺏ ﻭﺍﺳﺘﻐﻔـــﺮ ﻭﻗــﺎﻝ: ﻫﺬﺍ ﺑﺬﻧﻮﺑﻲ، ﺻــــﺎﺭﺕ ﻓﻲ ﺣﻘـــﻪ ﻧﻌﻤـــﺔ
"Apabila kamu melihat seorang hamba Allah menceritakan orang-orang ketika mereka mengganggunya -sedang ia tidak mengembalikan (sebab gangguan itu) kepada dirinya dengan menyalahkan dirinya sendiri dan beristighfar- maka KETAHUILAH bahwa musibah kepadanya benar-benar musibah!
Adapun seandainya ia bertaubat dan beristighfar (ketika mendapat gangguan dari orang lain) seraya berkata: "INI SEBAB DOSA-DOSAKU!" Maka musibah itu berubah menjadi nikmat baginya."

Sumber: Jami'ul Masaail (1/ 169)

----
Catatan:
Musibah yang membuat seseorang tidak introspeksi DIRI bahkan menyalahkan orang lain maka musibah itu tidak memberikan kebaikan malah menjadi sebab ia MENGGUNJING orang lain. Sehingga musibah itu benar-benar musibah.
Adapun seseorang yang mendapat gangguan kemudian ia MUHASABAH (introspeksi diri) dan ia menganggap itu AKIBAT KELALIMAN DAN KEMAKSIATANNYA di waktu lalu yang berujung munculnya rasa takut kepada Allah SEHINGGA ia bertaubat dan memohon ampunan dari dosa-dosanya.
Orang ini telah menjadikan musibah berbuah nikmat dengan melakukan amalan sholih: TAUBAT dan ISTIGHFAR.
Dinukil dari: Majmu'ah Duruusil 'Ilmi

Al Ustadz Abu Yahya (Solo) Al Maidaniy -hafidzahullah- [FBF-5]

WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | www .alfawaaid .net

###

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin berkata, "Sesungguhnya mayoritas manusia pada hari ini mengaitkan musibah yang terjadi —baik dalam hal perekonomian, keamanan, maupun politik— dengan sebab yang bersifat materi saja. Tidak diragukan, hal ini menunjukkan dangkalnya pemahaman, lemahnya keimanan, serta kelalaian mereka dari menelaah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Sesungguhnya, di balik sebab-sebab tersebut ada sebab lain yang bersifat syar'i. Sebab yang syar'i ini lebih kuat dan lebih besar pengaruhnya daripada sebab-sebab yang bersifat materi. Namun, sebab yang bersifat materi terkadang menjadi perantara untuk terjadinya musibah atau azab karena adanya tuntutan dari sebab yang syar'i."

Allah berfirman: "Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan, disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah ingin merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (ar-Rum: 41)

Kehidupan manusia yang semakin jauh dari bimbingan agama mengakibatkan terbentuknya pola pikir yang senantiasa berorientasi kepada keduniaan dan materi semata. Berbagai bencana dan musibah yang terjadi sering dicermati sebatas kejadian (fenomena) alam dan keterkaitannya dengan materi, tanpa dihubungkan dengan kehendak Allah Yang Mahakuasa, kemudian disebabkan oleh perbuatan tangan (dosa, kesalahan) manusia.

Sesungguhnya, Allah telah menjadikan segala sesuatu memiliki sebab. Kebaikan memiliki sebab, demikian pula keburukan. Barang siapa menjalani sebab kebaikan, ia akan dekat untuk mencapai kebaikan. Sebaliknya, siapa yang menempuh jalan keburukan dan mengambil sebab-sebabnya, akan terjatuh padanya pula. Sebab-sebab yang disebutkan dalam syariat menjelaskan bahwa barang siapa yang terlibat dengannya, pantas diturunkan hukuman atasnya. Di antara perkara yang menjadi sebab terjadinya musibah adalah sebagai berikut:

1. Syirik dan Mendustakan (ajaran) para rasul

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata dalam nasihat beliau seputar masalah gempa bumi, "Abu Syaikh al-Ashbahani telah meriwayatkan dari Mujahid tentang tafsir ayat (al-An'am: 65):
Katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu,
Ia berkata: Yaitu suara keras yang mengguntur, batu dan angin.
atau dari bawah kaki kalian.
la berkata: Yaitu gempa bumi, dibenamkan ke dalam bumi (beserta segala sesuatu yang ada di atasnya).
Tidak diragukan bahwa gempa bumi yang terjadi pada hari-hari ini di berbagai tempat termasuk bagian dari tanda-tanda (kekuasaan Allah). Dengannya, Allah ingin menakut-nakuti para hamba-Nya. Segala yang terjadi di alam ini —baik gempa bumi maupun yang lain— yang membahayakan dan merugikan manusia serta menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya, kesusahan, kerugian, hal yang menyakitkan, semua itu terjadi karena kesyirikan dan kemaksiatan."
Adapun para rasul, Allah menguatkan kedudukan mereka melalui ayat-ayat yang hissi (indrawi) maupun maknawi (abstrak) dengan berbagai argumen yang mematahkan hujjah lawan, hujjah yang tak terbantahkan, baik yang tersebar di alam luas maupun yang terdapat di dalam jiwa manusia.
Allah berfirman: "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar." (Fushshilat: 53)
Allah menjanjikan kenikmatan yang tetap kepada orang-orang yang beriman kepada para rasul. Di sisi lain, Dia mengancam orang-orang yang menyelisihi (mereka) dengan azab dan siksaan di dunia dan akhirat.
Di antara ayat yang memberitakan tentang peristiwa yang menimpa umat yang terdahulu adalah:
"Maka mereka mendustakan Nabi Nuh. Kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam kapal (bahtera) dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)." (al-A'raf: 64)

2. Dosa dan Kemaksiatan

Allah berfirman: "Maka masing-masing Kami siksa disebabkan dosanya. Di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil. Di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur. Di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (al-Ankabut: 40)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Di antara perkara yang dimaklumi bersama tentang sebagian tanda (kekuasan) Allah yang Dia tampakkan kepada kita di segala tempat, pada diri kita, dan apa yang dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur'an adalah bahwa dosa dan kemaksiatan merupakan penyebab terjadinya musibah."
Ka'b berkata, "Gempa di bumi hanya terjadi apabila dilakukan kemaksiatan di sana."

3. Menyuburkan Riba, Memusnahkan Sedekah (zakat)

Dalam hadis disebutkan:
"Tidaklah suatu kaum menahan zakat, melainkan Allah menurunkan bencana musim paceklik." (HR. ath-Thabarani dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya)
"Dan tidaklah suatu kaum menahan zakat, melainkan Allah menahan dari mereka turunnya hujan." (HR. al-Hakim, Ibnu Majah dan aI-Baihaqi, dari sahabat Ibnu Umar)
Utsman bin Affan berkata, "Tidaklah satu kaum menghalalkan riba melainkan Allah menimpakan kefakiran dan kekurangan kepada mereka"
Ibnul Qayyim mengatakan, "Perhatikanlah hikmah Allah ketika menahan turunnya hujan kepada para hamba-Nya dan menimpakan kekeringan kepada mereka ketika mereka tidak mengeluarkan zakat serta menghalangi orang-orang miskin dari haknya. Bagaimana bisa mereka memandang boleh menahan hak orang-orang miskin yang ada pada mereka berupa makanan, dengan risiko Allah menahan materi yang menjadi sebab keluarnya makanan dan rezeki Allah menghalanginya dari mereka. Seakan-akan, Allah berfirman kepada mereka: Kalian telah menahan hak orang-orang miskin maka hujan pun ditahan dari kalian. Lalu mengapa kalian tidak meminta turunnya hujan dengan mengeluarkan milik Allah yang ada pada kalian?"

4. Ketika Umat Tidak Beramar Ma'ruf Nahi Mungkar

Apabila umat terdiam dan meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, hal itu menjadi sebab hukuman bagi seluruhnya, termasuk orang-orang yang saleh di antara mereka.
Dalam sebuah riwayat dari jalan Qais bin Abi Hazim: Aku mendengarkan Abu Bakr berkata di atas mimbar:
"Wahai manusia, aku memerhatikan kalian menafsirkan ayat ini: Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, tiadalah yang sesat itu memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (al-Maidah: 105)
Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya, apabila kemaksiatan telah terjadi di tengah-tengah manusia dan tidak ada yang mengingkarinya, Allah akan menimpakan hukuman (musibah) yang merata kepada  mereka." (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, an-Nasa'i, al-Baihaqi, dan Ibnu Hibban)

5. Munculnya Kebid'ahan (Perkara Baru) dalam Agama

Ketika terjadi gempa bumi di Madinah pada masa kekhalifahan Umar bin al- Khaththab, beliau berkata: "Kalian telah mengada-adakan perkara baru dalam agama! Demi Allah, kalau ini kembali berulang, aku akan pergi dari tengah-tengah kalian."

6. Munculnya Berbagai Kekejian

Dari Abdullah bin Umar beliau berkata: Suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menghadapkan wajahnya kepada kami, lalu bersabda:
"Wahai segenap kaum Muhajirin, ada lima perkara yang jika kalian diuji dengannya —dan aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak sampai menjumpainya— tidaklah bermunculan perbuatan keji pada suatu kaum lalu mereka melakukannya terang-terangan melainkan akan menyebar di kalangan mereka penyakit tha'un dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada pendahulu mereka di masa lalu." (HR. al-Hakim no. 8623 dan Ibnu Majah no. 4019)

7. Musik dan Minuman Keras

Dari Imran bin Hushain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
"Pada umat ini akan ada azab berupa pembenaman (ke dalam bumi), pengubahan wujud mereka dan hujan batu." Salah seorang kaum muslimin bertanya, "Kapan itu terjadi, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Apabila bermunculan biduanita, alat-alat musik dan khamr banyak diminum." (HR. at-Tirmidzi no. 2212)

Wallahu a'lam bish shawaab.

(Dikutip dari tulisan al Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin di Majalah asy Syariah edisi 069 dengan sedikit perubahan karena keterbatasan tempat)

Buletin Al Ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar