Cari Blog Ini

Kamis, 23 Oktober 2014

Tentang MENJAGA HARTA SUAMI

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺧَﻴْﺮُ ﻧِﺴَﺎﺀِ ﺭَﻛِﺒْﻦَ ﺍْﻹِﺑِﻞ ﺻَﺎﻟِﺢُ ﻧِﺴَﺎﺀِ ﻓُﺮَﻳْﺶٍ: ﺃَﺣْﻨَﺎﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻭَﻟَﺪٍ ﻓِﻲ ﺻَﻐِﻴْﺮِﻩِ , ﻭَﺃَﺭْﻋَﺎﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺯَﻭْﺝٍ ﻓِﻲ ﺫَﺍﺕِ ﻳَﺪِﻩِ
“Sebaik-baik wanita penunggang unta, wanita Quraisy yang baik, adalah yang sangat penyayang terhadap anaknya ketika kecilnya dan sangat menjaga suami dalam apa yang ada di tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5082 dan Muslim no. 2527)

Maksud sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita itu sangat menjaga dan memelihara harta suami dengan berbuat amanah dan tidak boros dalam membelanjakannya. (Fathul Bari, 9/152)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan keutamaan sifat kasih sayang (dari seorang ibu), tarbiyah yang baik, mengurusi anak-anak, menjaga harta suami, mengurusi dan mengaturnya dengan cara yang baik.” (Fathul Bari, 9/152)

Rasululloh bersabda, “Janganlah seorang istri mengeluarkan (harta) dari rumahnya sedikitpun kecuali dengan izin suaminya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasululloh, sekalipun makanan juga tidak boleh?” Rasululloh menjawab, “(Iya), karena makanan termasuk dari harta kita yang paling utama.” (HR. Ibnu Majah no. 2286, lihat Shahih Ibnu Majah no. 2286)

###

Fatwa Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah al-Jabiri حفظه الله تعالى 

Pertanyaan: 
بارك اللهُ فيكم شيخنا، السؤال الخامِس في هذا اللقاء؛ تقول السائِلة: هل يجوز للمرأة أن تتصدَّقَ بدونِ إذن زوجها؟
Semoga Allah memberkahi Anda. Wahai Syaikh kami, (ini adalah) pertanyaan ke-5 dalam pertemuan ini. Seorang wanita bertanya, “Bolehkah seorang wanita bersedekah tanpa seizin  suaminya?”

Jawaban:
إذا كانَ المالُ مالها هي فلا مانِع، ونوصيها إن كانَ زوجها من ذوي الحاجات أن تبدأ به
(Pertama), apabila harta yang disedekahkan itu adalah harta milik si wanita, tidak ada penghalang baginya untuk menyedekahkannya. Apabila suaminya termasuk orang yang membutuhkan, kami wasiatkan kepada si wanita untuk memulai bersedekah kepada suaminya (sebelum kepada pihak lain).
ثانيًا: إذا كان مالُ زوجها فلا يخلو الأمر من حالين
Kedua, apabila harta yang disedekahkan adalah milik suaminya. Dalam hal ini, urusannya tidak lepas dari dua keadaan:
الحالُ الأولى: أن تعلَمَ مِن خِلالِ خبرتها أثناء عشرتها له أنَّهُ مُحبٌّ للخير ولا يمنع فلا مانِع، ولكن لا تُسرِف، تتصدّق بما لا يَضُر
(1)  Dari pergaulannya dengan suami, istri mengetahui benar bahwa suami adalah orang yang mencintai kebaikan dan tidak akan melarang (istri bersedekah).
(Pada keadaan ini), tidak ada halangan bagi istri untuk bersedekah, hanya saja tidak boleh berlebihan. Istri menyedekahkan (harta dalam kadar) yang tidak memadaratkan.
الحالُ الثانية: إذا كانت تعلم أنهُ يُحاسبها، وأنهُ لا يرضى أن تتصرَّف إلَّا بإذنهِ، فلتستأذنهُ في التَّصَدُّقِ مِن مالِهِ فإن أذِنَ فلها مثل أجره بما أنفقت، وهو لهُ أجرهُ بما اكتسب في الحالين إن شاء الله- في هذه والتي قبلَها
(2)  Istri tahu bahwa suami akan menanyainya dan tidak ridha apabila istri berbuat terhadap harta tanpa seizinnya.
(Pada keadaan ini), hendaknya istri meminta izin kepada suami ketika akan bersedekah dari harta suami. Jika suami mengizinkan, istri mendapatkan pahala atas infak tersebut sebagaimana pahala yang didapat oleh suami.
Suami tetap mendapatkan pahala —in sya Allah— pada dua keadaan di atas, yaitu keadaan (yang kedua) ini dan yang sebelumnya.

Sumber:
ar .miraath .net/fatwah/11126

Alih Bahasa:
Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar