Disusun oleh:
Abu ‘Ubaidah Iqbal Al Jawy
13 Dzulhijjah 1434 H/18 Okt 2013
Darul Al Hadits Al Fiyusy Lahj Yemen
Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini, ada yang berpendapat sunnah, ada yang berpendapat mubah (boleh-boleh saja) dan ada yang pula yang berpendapat makruh. Kesimpulan dari permasalahan ini, setelah kita melihat dalil-dalil masing-masing pendapat maka pendapat yang terpilih dan kuat adalah bahwa hukum walimah khitan suatu hal yang mubah. Karena hukum sunnah adalah hukum syar’i, untuk mengatakan suatu hal itu hukumnya sunnah butuh dalil-dalil yang shahih dan marfu’ (yang sampai) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Belum kita dapatkan dalil satupun bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengadakan walimah khitan.
Terdapat disana Atsar dari sebagian shahabat, yang mana mereka melakukan walimah khitan, di antaranya atsar yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhory dalam Adabul Mufrod:
ﻗﺎﻝ ﺳﺎﻟﻢ: ﺧَﺘَﻨَﻨِﻲ ﺍﺑْﻦُ ﻋُﻤَﺮَ ﺃَﻧَﺎ ﻭَﻧُﻌَﻴْﻤًﺎ، ﻓَﺬَﺑَﺢَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻛَﺒْﺸًﺎ
Salim (bin Abdullah bin Umar) berkata, "Ibnu Umar mengkhitanku dan juga mengkhitan Nu’aim, maka beliau menyembelih seekor kibas (domba besar) untuk khitan kami.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul mufrad no. 1246, berkata Syekh Al Albany: "Atsar ini sanadnya dho'if"]
Dan juga atsar ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh Ibnu abi Ad-dunya dalam kitab al ‘Iyaal nomor 586:
ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻘَﺎﺳِﻢِ، ﻗَﺎﻝَ: ﺃَﺭْﺳَﻠَﺖْ ﺇِﻟَﻲَّ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔُ ﺑِﻤِﺎﺋَﺔِ ﺩِﺭْﻫَﻢٍ ﻓَﻘَﺎﻟَﺖْ: ﺃَﻃْﻌِﻢْ ﺑِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺧِﺘَﺎﻥِ ﺍﺑْﻨِﻚَ
Dari Al-Qasim (bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiq) berkata, “Aisyah radhiallahu ‘anha telah mengirim kepadaku uang 100 dirham seraya berkata berilah makanlah bagi orang-orang untuk khitan anakmu.”
Dan juga atsar lainnya seperti Atsar Ibnu Abbas.
Kalau seandainya semua atsar di atas shahih, maka ini menunjukan bahwa para shahabat dahulu biasa melakukan walimah khitan.
Berkata Syekh Al ‘Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ jilid 12 hal 320:
ﻛﺎﻟﻮﻟﻴﻤﺔ ﻟﻠﺨﺘﺎﻥ، ﻓﻬﺬﻩ ﻣﺒﺎﺣﺔ؛ ﻷﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ، ﺣﺘﻰ ﻳﻘﻮﻡ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﻊ
“Seperti walimah khitan, maka (hukumnya) boleh-boleh saja, karena segala bentuk amalan di luar ibadah maka hukum asalnya boleh-boleh saja, sampai datang dalil yang menunjukan larangannya."
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Al Fatawa jilid 32 hal 206:
ﻭﺃﻣﺎ ” ﻭﻟﻴﻤﺔ ﺍﻟﺨﺘﺎﻥ ” ﻓﻬﻲ ﺟﺎﺋﺰﺓ : ﻣﻦ ﺷﺎﺀ ﻓﻌﻠﻬﺎ ﻭﻣﻦ ﺷﺎﺀ ﺗﺮﻛﻬﺎ
“Adapun Walimah khitan maka (hukumnya) boleh-boleh saja. Barangsiapa yang ingin, maka boleh ia melakukannya ataupun meninggalkannya."
Demikianlah hasil kesimpulan tentang seputar hukum mengadakan walimah khitan yang mana hal itu adalah diperbolehkan dalam islam. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh para ulama, seperti Syaikhul Islam, Ibnul Qoyyim, Asy Syaukani, Syekh Ibnu Baz, Syekh Al ‘Utsaimin, Syekh Abdul Muhsin Al ‘Abbad dan yang lainnya.
WA Salafy Lintas Negara
###
Asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri hafizhahullah
Pertanyaan:
ما حكم وليمة الختان؟ وإذا دعينا إليها فهل لنا إجابتها؟
Apa hukum Walimatul Khitan? Apabila kami diundang apakah boleh kami mendatanginya?
Jawab:
بلغني أن الشيخ عبد العزيز رحمه الله أنه يجيزها , فالظاهر أنه يقصد الوليمة الخفيفة التي ليس فيها إسراف وإنما إظهار الفرح والسرور والاولى فيما أرى تركها
Sampai kepadaku bahwa Asy-Syaikh Abdul Aziz (bin Baz) rahimahullah membolehkan hal itu. Tampaknya, beliau memaksudkan walimah ringan yang tidak ada padanya pemborosan, tapi semata-mata untuk menampakkan rasa gembira dan senang. Yang lebih utama menurutku adalah MENINGGALKANNYA (yakni tidak mengadakan Walimatul Khitan).
(Ajwibah asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri ala al-Asilah al-Maghribiyyah)
Sumber:
www .sahab .net/forums/index .php?showtopic=127820
Majmuah Manhajul Anbiya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar