Cari Blog Ini

Selasa, 23 September 2014

Tentang KESENANGAN DI DUNIA BUKAN UKURAN KEMULIAAN DI SISI ALLAH

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, "Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, “Rabbku telah memuliakanku.” Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, “Rabbku menghinakanku.” (al-Fajr: 15-16)

Itulah sebagian watak asli manusia yang sangat jahil lagi zalim. Manusia itu menyangka bahwa kemuliaan dan kenikmatan yang Allah Subhanahu wa ta’ala berikan kepadanya di dunia ini menunjukkan kemuliaan dirinya di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala dan kedekatan kepada-Nya. Akan tetapi jika; (Dia [Allah] membatasi rezekinya); maksudnya, menyempitkannya, sekadar menjadi makanan pokoknya, tidak ada sisa yang disimpan, menurut dia, berarti Allah Subhanahu wa ta’ala menghinakannya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala membantah sangkaan mereka ini dengan firman-Nya, (Sekali-kali tidak). Seolah-olah Allah Subhanahu wa ta’ala menyatakan bahwa tidaklah setiap orang yang Aku beri nikmat di dunia ini, maka dia adalah mulia di sisi-Ku. Tidak pula setiap orang yang Aku sempitkan rezekinya, berarti dia hina di hadapan-Ku. Tetapi kaya, miskin, kelapangan, dan kesempitan adalah ujian dari Allah Subhanahu wa ta’ala yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Hal ini agar Allah Subhanahu wa ta’ala melihat siapa yang bersyukur kepada-Nya dan bersabar, sehingga Dia memberinya balasan yang besar atas sikap sabar dan syukur ini.
(Tafsir as-Sa'di)

Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah menangis melihat kesahajaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sampai beliau hanya tidur di atas selembar tikar tanpa dialasi apapun. Umar radhiyallahu 'anhu berkata:
ﻓَﺮَﺃَﻳْﺖُ ﺃَﺛَﺮَ ﺍﻟْـﺤَﺼِﻴﺮِ ﻓِﻲ ﺟَﻨْﺒِﻪِ ﻓَﺒَﻜَﻴْﺖُ . ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻣَﺎ ﻳُﺒْﻜِﻴﻚَ؟ ﻓَﻘُﻠْﺖُ: ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺇِﻥَّ ﻛِﺴْﺮَﻯ ﻭَﻗَﻴْﺼَﺮَ ﻓِﻴﻤَﺎ ﻫُﻤَﺎ ﻓِﻴﻪِ ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ. ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﺃَﻣَﺎ ﺗَﺮْﺿَﻰ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﻟَـﻬُﻢُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻟَﻨَﺎ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓُ؟
Aku melihat bekas tikar di lambung/rusuk beliau, maka aku pun menangis, hingga mengundang tanya beliau, “Apa yang membuatmu menangis?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, sungguh Kisra (raja Persia) dan Kaisar (raja Romawi) berada dalam kemegahannya, sementara engkau adalah utusan Allah.” Beliau menjawab, “Tidakkah engkau ridha mereka mendapatkan dunia sedangkan kita mendapatkan akhirat?” (HR. Al-Bukhari no. 4913 dan Muslim no. 3676)

Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 3675) disebutkan ucapan Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu:
ﻓَﺎﺑْﺘَﺪَﺭَﺕْ ﻋَﻴْﻨَﺎﻱَ. ﻗَﺎﻝَ: ﻣَﺎ ﻳُﺒْﻜِﻴﻚَ، ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺍﻟْﺨَﻄَّﺎﺏِ؟ ﻗُﻠْﺖُ: ﻳَﺎ ﻧَﺒِﻲَّ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﻟِﻲ ﻟَﺎ ﺃَﺑْﻜِﻲ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْـﺤَﺼِﻴﺮُ ﻗَﺪْ ﺃَﺛَّﺮَ ﻓِﻲ ﺟَﻨْﺒِﻚَ ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﺧِﺰَﺍﻧَﺘُﻚَ ﻟَﺎ ﺃَﺭَﻯ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﺃَﺭَﻯ، ﻭَﺫَﺍﻙَ ﻗَﻴْﺼَﺮُ ﻭَﻛِﺴْﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺍﻟﺜِّﻤَﺎﺭِ ﻭَﺍﻟْﺄَﻧْﻬَﺎﺭِ ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺻَﻔْﻮَﺗُﻪُ ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﺧِﺰَﺍﻧَﺘُﻚَ
“Maka bercucuranlah air mataku.” Melihat hal itu beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis, wahai putra Al-Khaththab?” Aku menjawab, “Wahai Nabiyullah, bagaimana aku tidak menangis, aku menyaksikan tikar ini membekas pada rusukmu. Aku melihat lemarimu tidak ada isinya kecuali sekedar yang aku lihat. Sementara Kaisar dan Kisra dalam limpahan kemewahan dengan buah-buahan dan sungai-sungai yang mengalir. Padahal engkau adalah utusan Allah dan manusia pilihan-Nya, dalam keadaan lemarimu hanya begini.”

Dalam kesempatan yang sama, Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata kepada Nabinya:
ﺍﺩْﻉُ ﺍﻟﻠﻪَ ﻓَﻠْﻴُﻮَﺳِّﻊْ ﻋَﻠَﻰ ﺃُﻣَّﺘِﻚَ ﻓَﺈِﻥَّ ﻓَﺎﺭِﺱَ ﻭَﺍﻟﺮُّﻭﻡَ ﻭُﺳِّﻊَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻭَﺃُﻋْﻄُﻮﺍ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﻟَﺎ ﻳَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ. ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻣُﺘَّﻜِﺌًﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﺃَﻭَﻓِﻲ ﺷَﻚٍّ ﺃَﻧْﺖَ ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺍﻟْﺨَﻄَّﺎﺏِ، ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻗَﻮْﻡٌ ﻋُﺠِّﻠَﺖْ ﻟَـﻬُﻢْ ﻃَﻴِّﺒَﺎﺗُﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْـﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ
“Mohon engkau wahai Rasulullah berdoa kepada Allah agar Allah memberikan kelapangan hidup bagi umatmu. Sungguh Allah telah melapangkan (memberi kemegahan) kepada Persia dan Romawi, padahal mereka tidak beribadah kepada Allah.” Rasulullah meluruskan duduknya, kemudian berkata, “Apakah engkau dalam keraguan, wahai putra Al-Khaththab? Mereka itu adalah orang-orang yang disegerakan kesenangan (kenikmatan hidup) mereka di dalam kehidupan dunia.” (HR. Al-Bukhari no. 5191 dan Muslim no. 3679)

###

Syaikh Zaid ibn Muhammad ibn Hadi al Madkhali rahimahullah

Terkadang seseorang mendapat azab yang disegerakan (di dunia) dalam keadaan azab yang tertunda kelak akan mengiringinya juga (dia mendapat azab juga nanti di hari kiamat, pent).

Kadang juga seseorang mendapat azab yang tertunda (di dunia tidak diazab, pent) adalah sekadar untuk memberi tangguh orang yang bermaksiat.

Orang yang bermaksiat tersebut dipuaskan segala kenikmatan-kenikmatan. Dilimpahkan kesehatan, kekayaan, keamanan dan kenyamanan.

Semua di atas menyatu di dalam kemaksiatan kepada Allah.

Keadaan itu semua hanya sebagai penunjukkan bahwa keadaan dunia di sisi Allah adalah hina.

Tapi kelak orang yang bermaksiat akan kembali kepada Allah.

Maka Allah tidaklah memutuskan suatu keadaan manusia kecuali dengan perkara yang adil.

Allah tidak menghisab (azab) mereka kecuali karena kezhaliman dan kelaliman mereka sendiri.

Maka kepada-Mu lah yaa Allah selamatkanlah kami, selamatkanlah kami.

(Terjemah bebas dari Thariqul Wushul ila Idhahi Tsalatsatil Ushul-Syaikh Zaid al Madkhali, hal. 57, cet. Mirats Nabawi/Darul Mustaqbal 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar