Cari Blog Ini

Selasa, 23 September 2014

Tentang MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH DAN ZAKAT MAL DALAM BENTUK UANG

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini.

Pendapat pertama: Tidak boleh mengeluarkan dalam bentuk uang. Ini adalah pendapat Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Dawud. Alasannya, syariat telah menyebutkan apa yang mesti dikeluarkan, sehingga tidak boleh menyelisihinya. Zakat sendiri juga tidak lepas dari nilai ibadah, maka yang seperti ini bentuknya harus mengikuti perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Selain itu, jika dengan uang maka akan membuka peluang untuk menentukan sendiri harganya. Sehingga menjadi lebih selamat jika menyelaraskan dengan apa yang disebut dalam hadits. An-Nawawi mengatakan: “Ucapan-ucapan Asy-Syafi’i sepakat bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat dengan nilainya (uang).” (Al-Majmu’, 5/401)
Abu Dawud mengatakan: “Aku mendengar Al-Imam Ahmad ditanya:‘Bolehkah saya memberi uang dirham -yakni dalam zakat fitrah-?’ Beliau menjawab: ‘Saya khawatir tidak sah, menyelisihi Sunnah Rasulullah’.”
Ibnu Qudamah mengatakan: “Yang tampak dari madzhab Ahmad bahwa tidak boleh mengeluarkan uang pada zakat.” (Al-Mughni, 4/295)
Pendapat ini pula yang dipilih oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, dan Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan (lihat Fatawa Ramadhan, 2/918-928)
Pendapat pertama itulah yang kuat. Atas dasar itu bila seorang muzakki (yang mengeluarkan zakat) memberi uang pada amil, maka amil diperbolehkan menerimanya jika posisinya sebagai wakil dari muzakki. Selanjutnya, amil tersebut membelikan beras –misalnya– untuk muzakki dan menyalurkannya kepada fuqara dalam bentuk beras, bukan uang.

Pendapat kedua: Boleh mengeluarkannya dalam bentuk uang yang senilai dengan apa yang wajib dia keluarkan dari zakatnya, dan tidak ada bedanya antara keduanya. Ini adalah pendapat Abu Hanifah. (Al-Mughni, 4/295, Al-Majmu’, 5/402, Bada`i’ush-Shana`i’, 2/205, Tamamul Minnah, hal. 379)
Namun sebagian ulama membolehkan mengganti harta zakat dalam bentuk uang dalam kondisi tertentu, tidak secara mutlak. Yaitu ketika yang demikian itu lebih bermaslahat bagi orang-orang fakir dan lebih mempermudah bagi orang kaya. Ini merupakan pilihan Ibnu Taimiyyah. Beliau mengatakan: “Boleh mengeluarkan uang dalam zakat bila ada kebutuhan dan maslahat. Contohnya, seseorang menjual hasil kebun atau tanamannya. Jika ia mengeluarkan zakat 1/10 (sepersepuluh) dari uang dirhamnya maka sah. Ia tidak perlu membeli korma atau gandum terlebih dulu. Al-Imam Ahmad telah menyebutkan kebolehannya.” (Dinukil dari Tamamul Minnah, hal. 380)
Beliau juga mengatakan dalam Majmu’ Fatawa (25/82-83): “Yang kuat dalam masalah ini bahwa mengeluarkan uang tanpa kebutuhan dan tanpa maslahat yang kuat maka tidak boleh. Karena jika diperbolehkan mengeluarkan uang secara mutlak, maka bisa jadi si pemilik akan mencari jenis-jenis yang jelek. Bisa jadi pula dalam penentuan harga terjadi sesuatu yang merugikan. Adapun mengeluarkan uang karena kebutuhan dan maslahat atau untuk keadilan maka tidak mengapa.”
Pendapat ini dipilih oleh Asy-Syaikh Al-Albani sebagaimana disebutkan dalam kitab Tamamul Minnah (hal. 379-380)
Yang perlu diperhatikan, ketika memilih pendapat ini, harus sangat diperhatikan sisi maslahat yang disebutkan tadi dan tidak boleh sembarangan dalam menentukan, sehingga berakibat menggampangkan masalah ini.

Sumber: Majalah Asy Syariah

###

Soal:
Mengapa zakat fitrah tidak boleh dengan uang? Bagaimana dengan zakat mal?

Jawab:
Menurut pendapat yang rajih, zakat fitrah dengan uang tidak sah. Adapun zakat mal boleh, apabila ada tuntutan hajat atau maslahat. Lihat Majalah Asy-Syari’ah edisi ‘Muslim Taat Bayar Zakat.’ (al-Ustadz Muhammad as-Sarbini)

Sumber: Asy Syariah Edisi 081

###

Apa Yang Dikeluarkan Sebagai Zakat Fitrah?

Yang dikeluarkan sebagai zakat fitr adalah yang menjadi makanan pokok manusia yang ada di negeri tersebut. Adapun makanan pokok yang ada di negeri kita (Indonesia) adalah beras, sehingga beraslah yang dikeluarkan sebagai zakat fitr.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Said Al-Khudri Radiyallahu anhu, berkata:
“Kami mengeluarkan (zakat) hari fitr di jaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, satu sha’ dari makanan.” Lalu berkata Abu Said: “Makanan kami ketika itu adalah gandum, kismis, susu beku (semisal keju), dan kurma.” (HR.Bukhari: 1439)

Adapun mengeluarkan zakat fitr dengan uang, hal ini tidak diperbolehkan menurut pendapat yang lebih kuat dari para ulama, dengan beberapa alasan:

1) Hadits- hadits yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, menunjukkan bahwa yang dikeluarkan adalah makanan pokok, bukan makanan yang lain, bukan barang, dan bukan pula uang.

2) Tidak dinukilkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau menganjurkan mengeluarkan zakat fitr dengan dinar atau dirham, tidak seperti halnya Beliau memerintahkan mengeluarkan zakat harta (bukan zakat fitr) dengan dinar dan dirham. Kalau seandainya membayar dengan dirham diperbolehkan pada zakat fitr, tentu Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam telah menerangkannya.

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah:
“Tidak halal bagi seseorang mengeluarkan zakat fitr dengan dirham (uang maksudnya), atau pakaian, atau kasur. Namun yang wajib adalah mengeluarkannya dengan apa yang diwajibkan oleh Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, dan tidak teranggap apa yang dianggap baik oleh manusia, sebab syariat ini tidaklah mengikuti pendapat orang, namun ia berasal dari yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, dan Allah Subhaanahu wata’aala, Maha Mengetahui dan Maha Bijak, sehingga apabila telah diwajibkan melalui lisan Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam satu sha’ dari makanan, maka tidak boleh melanggar hal itu meskipun akal-akal kita menganggapnya baik, namun yang wajib bagi seseorang jika ia menganggap baik sesuatu yang menyelisihi syariatnya, agar hendaknya ia menuduh akal dan pendapatnya.”
(Majmu’ fatawa Ibnu Utsaimin: 18/280)

Pendapat yang tidak membolehkan membayar zakat fitr dengan uang adalah pendapat Imam Ahmad, Imam Syafi’i, dan yang lainnya.

Oleh:
Abu Muawiyah Askary bin Jamal
14 ramadhan 1433 H

http://salafybpp.com/index.php/fiqh-islam/92-tuntunan-ringkas-tentang-zakat-fitrah

TIS

WA Lintas Ilmu Shiyam
WALIS

###

BAHAYANYA MENGANGGAP BAHWA ZAKAT FITRAH DENGAN MENGGUNAKAN UANG ITU LEBIH UTAMA

Oleh: Asy-Syaikh Al-'Allaamah Muhammad bin Nashiruddin al-Albaniy -rahimahullah-

Beliau rahimahullah berkata:
ﺣﻴﻨﻤﺎ ﻳﺄﺗﻲ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﻭﻳﻘﻮﻝ: ﻻ!! ﻧﺨﺮﺝ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ ﻫﺬﺍ ﺃﻧﻔﻊ ﻟﻠﻔﻘﻴﺮ!! ﻫﺬﺍ ﻳﺨﻄﺊ ﻣﺮﺗﻴﻦ
Tatkala seseorang datang dan berucap:
"TIDAK! Kami akan mengeluarkan nilai uang (pengganti bahan makanan), (karena uang) ini yang lebih bermanfaat bagi orang fakir!"
Orang ini telah keliru dua kali.
ﺍﻟﻤﺮﺓ ﺍﻷﻭﻟﻰ: ﺃﻧﻪ ﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﻨﺺ، ﻭﺍﻟﻘﻀﻴﺔ ﺗﻌﺒُّﺪﻳﺔ، ﻫﺬﺍ ﺃﻗﻞ ﻣﺎ ﻳﻘﺎﻝ
PERTAMA: Dia telah menyelisihi nash.
Sedangkan permasalahannya adalah ta'abbudiyah (penghambaan dan tunduk kepada syari'at). Ini paling minimal untuk disebutkan.
ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺧﻄﻴﺮﺓ ﺟﺪﺍً؛ ﻷﻧﻬﺎ ﺗﻌﻨﻲ ﺃﻥ ﺍﻟﺸﺎﺭِﻉ ﺍﻟﺤﻜﻴﻢ -ﺃﻻ ﻭﻫﻮ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ- ﺣﻴﻨﻤﺎ ﺃﻭﺣﻰ ﺇﻟﻰ ﻧﺒﻴﻪ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺃﻥ ﻳﻔﺮﺽ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻣﺔ ﺇﻃﻌﺎﻡ ﺻﺎﻉ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻃﻌﻤﺔ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻳﻌﺮﻑ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻛﻤﺎ ﻋﺮﻓﻬﺎ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺰﻋﻤﻮﻥ ﺑﺄﻥ ﺇﺧﺮﺍﺝ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ ﺃﻓﻀﻞ
Namun sisi KEDUA sangatlah berbahaya karena ucapannya itu bermakna:
Bahwa Pembuat Syari'at Yang Maha Bijaksana -yaitu Allah Rabb dari alam semesta- ketika mewahyukan kepada Nabi-Nya yang mulia untuk mewajibkan atas umatnya memberi satu sha' dari jenis makanan (dianggap) TIDAK MEMAHAMI kemaslahatan bagi orang-orang fakir dan miskin sebagaimana mereka -orang-orang yang menyangka bahwa mengeluarkan nilai uang lebih utama (daripada jenis makanan)- telah mengetahuinya.

Sumber:
Kaset Silsilatul Huda wan Nuur, Kaset ke-274

Alih Bahasa:
Al-Ustadz Abu Yahya Al-Maidany (Solo) hafidzahullah [FBF-5]

WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | www .alfawaaid .net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar