Cari Blog Ini

Jumat, 26 September 2014

Tentang LARANGAN MEMOTONG RAMBUT, KUKU, DAN KULIT BAGI ORANG YANG HENDAK BERKURBAN JIKA TELAH MASUK BULAN DZULHIJJAH

Jika seseorang hendak berqurban dan telah memasuki bulan Dzulhijjah maka diharamkan baginya untuk mengambil (memotong) sedikitpun dari rambut, kuku, dan kulitnya sampai dia benar-benar telah menyembelih hewan qurbannya. Berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ﺇﺫﺍ ﺩﺧﻠﺖ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﻭﺃﺭﺍﺩ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺃﻥ ﻳﻀﺤﻲ ﻓﻠﻴﻤﺴﻚ ﻋﻦ ﺷﻌﺮﻩ ﻭﺃﻇﻔﺎﺭﻩ
“Jika telah masuk sepukuh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian hendak menyembelih hewan qurban, maka tahanlah (tidak memotong) dari rambut dan kukunya.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan dalam lafazh yang lain:
ﻓﻼ ﻳﻤﺲَّ ﻣﻦ ﺷﻌﺮﻩ ﻭﻻ ﺑﺸﺮﻩ ﺷﻴﺌﺎً ﺣﺘﻰ ﻳﻀﺤﻲ
“Maka janganlah menyentuh (mengambil) rambut dan kulitnya sedikitpun sampai dia melaksanakan qurbannya.”

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud larangan memotong kuku dan rambut adalah menghilangkan kuku baik dengan cara memotong, mematahkan, atau cara lainnya. Sedangkan larangan memotong rambut adalah dengan mencukur, memendekkan, mencabut, membakar, menggunakan obat perontok, atau cara lainnya. Larangan tersebut berlaku bagi bulu ketiak, kumis, bulu kemaluan, dan seluruh rambut yang tumbuh di tubuh.” (Al-Minhaj 6/472)

Dan jika niat untuk berqurban itu muncul di pertengahan sepuluh hari tersebut, maka hendaknya dia menahan diri (untuk tidak mengambil/memotong rambut, kuku, dan kulitnya) mulai saat itu juga, dan dia tidak berdosa jika pernah mengambil/memotongnya ketika sebelum berniat.

Dan jika orang yang hendak berqurban mengambil/memotong sedikit saja dari rambut, kuku, ataupun kulitnya, maka wajib atas dia untuk bertaubat kepada Allah ta’ala dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Tidak diwajibkan bagi dia untuk membayar kaffarah, dan tidak pula menghalangi dia untuk menyembelih hewan qurbannya sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang awam.

Dan jika mengambil/memotongnya itu disebabkan lupa atau tidak mengerti hukumnya, atau karena rambut tersebut rontok tanpa disengaja, maka tidak ada dosa baginya. Dan jika memang benar-benar sangat diperlukan untuk mengambil/memotongnya (karena darurat), maka yang demikian diperbolehkan baginya dan tidak terkenai tanggungan (dosa) sedikitpun, misalnya ketika kukunya patah yang menyebabkan gangguan padanya, sehingga dia harus memotongnya, ataupun rambutnya terurai ke bawah sampai mengenai kedua matanya sehingga dia harus menghilangkannya, dan juga karena sangat dibutuhkan untuk pengobatan luka dan yang semisalnya.

(Diambil dari Maqalat Wa Fatawa Wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Al ‘Allamah Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullahu ta’ala)

###

Fadhilatus Syaikh Ibnu Baaz رحمه الله تعالى

PERTANYAAN:
ما قولكم في حديث: ((من وصل إلى الميقات فله أخذ ما احتاج إلى أخذه من قص الشارب وتقليم الأظافر وحلق العانة وطيب ونحوه))، وحديث: ((من أراد أن يضحي أو يضحى عنه فلا يأخذ من شعره ولا من ظفره ولا من بشرته شيئاً حتى يضحي أو يضحى عنه))، فهل ينطبق على الحاج وغير الحاج أم يلزم المقيم دون الحاج، حيث إن السائل لما عزم على الحج في اليوم الثامن من ذي الحجة حلق أي قص الشارب وأزال شعر الإبط خشية أن لا يتمكن من ذلك عند الميقات لبعد المسافة، وحيث إن السائل أقام من ينوب عنه في الأضحية لأهله من الأسرة، فهل عليه شيء في ذلك وما هو الأفضل في الحديثين المذكورين؟ وماذا عليه لو أنه ضحى في اليوم الثاني بعد العيد؟
Apa pendapat engkau tentang hadits: "Barangsiapa yang telah sampai miqot maka boleh baginya mengambil apa yang perlu dia ambil dari memotong rambut dan memotong kuku serta mencukur rambut kemaluan dan memakai minyak wangi serta lainnya", dan hadits: "Barangsiapa yang ingin berkurban atau dikurbankan untuknya maka jangan mengambil dari rambutnya dan jangan dari kukunya serta jangan dari kulitnya sedikitpun hingga dia berkurban atau dikurbankan", dan apakah berlaku bagi yang menjalankan ibadah haji dan yang tidak menjalankan ibadah haji atau diwajibkan bagi yang mukim saja tidak bagi yang menjalankan ibadah haji, dimana orang yang bertanya tatkala ber'azam untuk menunaikan haji pada hari kedelapan dari bulan dzulhijjah beliau mencukur yakni memendekkan rambut dan menghilangkan bulu ketiak karena khawatir beliau tidak dapat menjalankan (sunnah-sunnah) tersebut ketika di miqot karena jauhnya jarak tempuh, dan dimana penanya juga telah menunjuk pengganti dia dalam hal berkurban untuk keluarganya dari familinya, maka apakah ada kewajiban baginya karena perbuatannya tersebut dan manakah yang afdhol dari kedua hadits tersebut? Dan apa kewajiban baginya apabila dia berkurban pada hari kedua setelah ied?[1]

JAWABAN:
ليس الأول بحديث، وإنما هو من كلام لبعض العلماء إذا وصل إلى الميقات يتنظف يأخذ من الشارب والإبط ونحو ذلك وهذا ليس بحديث، هذا من كلام بعض العلماء كما قلنا بأنه يستحب لمن أراد العمرة أو الحج، أن يتنظف يقص من شاربه ويقلِّم من أظفاره، هذا قاله بعض أهل العلم إذا كان فيها طول وأن أخذها في بيته كفى، وإن كان سيضحي فلا يأخذ شيئاً إذا كان سيضحي والإحرام في عشر ذي الحجة، فإنه لا يأخذ شيئاً من شاربه ولا من إبطه ولا من عانته ولا من أظفاره، وأما قوله: إن أراد أن يضحي أو يضحى عنه، فهذا حديث لكن ليس فيه ..أو يضحى عنه، إنما لفظه يقول صلى الله عليه وسلم: إذا دخل شهر ذي الحجة وأراد أن يضحي فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره شيئاً، وفي اللفظ الآخر: ولا من بشرته شيئاً، وليس فيه ..أو يضحى عنه.. هذه زيادة من كلام بعض الفقهاء أو العلماء، فالمضحي هو الذي لا يأخذ شيئاً إذا أراد أن يضحي فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره ولا من بشرته شيئاً في العشر حتى يضحي، وأما من يضحى عنه كزوجته وأولاده فليس عليهم بأس لا حرج عليهم أن يأخذوا؛ لأن المضحي صاحب الدار الذي بذل المال هذا هو الصواب. يصبر حتى اليوم الثاني لكن تقصيره للعمرة من رأسه، وحلقه في الحج لا يدخل في ذلك يعني إذا طاف وسعى يقصر وليس هذا بداخل في النهي، وإذا رمى يوم العيد وحلق ليس داخلاً في النهي لكن لا يأخذ من الشارب ولا من الظفر ولا من الإبط والعانة شيئاً
Yang pertama bukanlah hadits, akan tetapi itu hanyalah ucapan sebagian ulama; apabila telah tiba di miqot maka membersihkan diri dengan cara memotong kumis dan bulu ketiak dan semisal itu dan ini bukan hadits, ini merupakan ucapan sebagian ulama sebagaimana yang kami katakan bahwasanya dianjurkan bagi yang hendak menunaikan umroh atau haji, untuk membersihkan dengan cara memotong kumisnya dan memotong kukunya, ini yang dikatakan sebagian ulama apabila rambutnya tersebut panjang dan jika memotongnya di rumahnya maka telah cukup.
Namun jika dia hendak berkurban maka jangan memotong sedikitpun jika dia hendak berkurban dan hendak melakukan ihram di sepuluh hari dzulhijjah, maka dia tidak mengambil sedikitpun dari kumisnya dan dari bulu ketiaknya dan tidak juga dari rambut kemaluannya juga tidak dari kukunya.
Adapun sabda beliau: "Barangsiapa yang ingin berkurban atau dikurbankan untuknya", maka ini adalah hadits akan tetapi tidak ada padanya lafazh: "atau dikurbankan untuknya", sesungguhnya Lafazhnya hanyalah dikatakan oleh Nabi ﷺ :
إذا دخل شهر ذي الحجة وأراد أن يضحي فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره شيئا
"Barangsiapa memasuki bulan dzulhijjah dan dia ingin berkurban maka jangan memotong dari rambutnya dan jangan pula kuku-kukunya sedikitpun." [2]
Sedangkan pada lafazh lainnya:
ولا من بشرته شيئا
"Dan tidak dari kulitnya sedikitpun"[3],
Dan tidak ada padanya lafazh: "atau dikurbankan untuknya". Ini adalah tambahan dari ucapan sebagian fuqoha atau ulama.
Maka mudhohhi (orang yang berkurban) dialah yang tidak dibolehkan memotong sedikitpun apabila dia ingin berkurban maka jangan dia mengambil dari rambutnya dan tidak pula dari kukunya dan tidak pula dari kulitnya sedikitpun di sepuluh hari dzulhijjah hingga dia berkurban.
Adapun yang dikurbankan untuknya seperti istrinya dan anak-anaknya maka tidak mengapa bagi mereka dan tidak ada dosa bagi mereka untuk memotong; karena mudhohhi itulah tuan rumahnya yang telah mengeluarkan harta dan inilah pendapat yang benar.
Dia bersabar hingga hari kedua, akan tetapi dia memotong rambutnya untuk umroh dari rambut kepalanya, dan cukurannya pada waktu haji tidak termasuk ke dalam hal itu yakni apabila dia thawaf dan sa'i dia mencukur (memendekkan rambut) dan ini tidak termasuk ke dalam larangan, dan apabila dia telah melempar (jumroh) di hari ied dan memotong rambut maka tidak termasuk ke dalam larangan akan tetapi jangan memotong kumis dan jangan pula kuku serta jangan pula bulu ketiak dan kemaluan sedikitpun.

[1] Dari pertanyaan haji tahun 1407 H, kaset no. 10.

[2] Dikeluarkan oleh imam Muslim di dalam kitab Al-Adhohi, Bab: larangan bagi yang memasuki sepuluh hari dzulhijjah dan dia ingin berkurban untuk memotong rambutnya atau kukunya sedikitpun, nomer hadits: 3656.

[3] Dikeluarkan oleh imam Muslim pada kitab Al-Adhohi, Bab: Al-Faro' wal 'Atiroh (hewan kurban untuk para berhala di zaman jahiliyah), nomer hadits: 3653.

Sumber Artikel:
http://www.binbaz.org.sa/node/3402

Alih Bahasa: Muhammad Sholehuddin Abu 'Abduh عَفَا اللّٰهُ عَنْهُ

WA Ahlus Sunnah Karawang | www.ahlussunnahkarawang.com

WA Al Istiqomah
WALIS
http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar