Tidak boleh bagi seseorang yang berkurban menjual kulit binatang kurbannya. Hal ini sesuai dengan hadits:
ﻣَﻦْ ﺑَﺎﻉَ ﺟِﻠْﺪَ ﺃُﺿْﺤِﻴَّﺘِﻪِ ﻓَﻼَ ﺃُﺿْﺤِﻴَّﺔَ ﻟَﻪُ
"Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya maka tidak ada kurban baginya." (HR. al-Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh al-Albani)
###
Asy-Syaikh Muhammad Ali Farkus hafizhahullah
Pertanyaan: Kepada Fadhilatus Syaikh Muhammad Ali Farkus hafizhahullah. Assalamualaikum warahmatullah. Kami adalah panitia pembangunan masjid di kota Sidi Bal’abbas (sebuah kota di Aljazair). Bertepatan dengan Idhul Adha yang penuh berkah ini, kami mengumpulkan kulit hewan qurban dari penduduk kampung. Dan sebelumnya kami telah memberitahu mereka bahwa kami melakukan kegiatan ini dalam rangka meminta mereka untuk menyedekahkan kulit yang masih bagus untuk masjid. Panitia akan mengumpulkannya dan menjualnya, lalu menggunakan uang dari hasil penjualan tersebut untuk pembangunan masjid. Dan memang demikianlah yang dilakukan. Maka kami bertanya kepada Samahatus Syaikh apakah perbuatan ini mengandung penyelisihan terhadap syari’at? Mohon penjelasannya, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Jawaban:
ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟﻠﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﻭَﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻡُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺃَﺭْﺳَﻠَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺭَﺣْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ، ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪِ ﻭَﺇِﺧْﻮَﺍﻧِﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ، ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ :
Hukum dari pengelolaan semacam ini untuk menentukan boleh tidaknya maka dasarnya adalah kembali kepada hukum menjual kulit hewan qurban. Para ahli fikih berbeda pendapat tentang hukumnya. Pendapat yang paling kuat adalah tidak boleh menjual sedikitpun dari bagian hewan qurban, baik kulitnya maupun yang lain. [1]
Dan ini merupakan pendapat madzhab Malik, Asy-Syafi’iy, Ahmad pada riwayat yang mayshur, dan juga pendapat Abu Yusuf shahabat Abu Hanifah rahimahumullah. Hal ini berdasarkan riwayat yang shahih dari Ali radhiyallahu anhu dia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku untuk mengurusi onta beliau yang dijadikan sebagai qurban dan agar membagi-bagikan perlengkapannya (pelananya, bekas tali kekang, sepatunya dll) dan kulitnya, dan beliau memerintahkan agar saya tidak memberi orang yang menyembelihnya sedikitpun darinya. Dan beliau mengatakan:
ﻧَﺤْﻦُ ﻧُﻌْﻄِﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِﻧَﺎ .
“Kami akan memberi upah tersendiri dari kami.” [2]
Atas dasar ini maka tidak boleh mengelola kulit hewan qurban kecuali sebatas yang dibolehkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yaitu dengan memanfaatkan kulitnya dengan dibuat sandal, sepatu, pakaian, tas, dan semisalnya. Jadi kedudukannya seperti waqaf.
Demikianlah, dan jika telah jelas bahwa pengelolaan semacam ini tidak boleh dilakukan sendiri, maka tidak boleh juga dengan cara digantikan oleh orang lain. Dan sebuah tujuan tidak boleh membenarkan cara (yang diharamkan). Jadi kesucian masjid dalam hal memakmurkan, membangun, dan memperbagusnya, yang ini semua merupakan salah satu dua bentuk kesucian, sepantasnya untuk selalu disertai dengan saudaranya, yaitu berupa kesucian iman, bahkan kesucian pertama tadi bersumber darinya.
ﻭَﺍﻟْﻌِﻠْﻢُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻭَﺁﺧِﺮُ ﺩَﻋْﻮَﺍﻧَﺎ ﺃَﻥْ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟﻠﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ، ﻭَﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪِ ﻭَﺇِﺧْﻮَﺍﻧِﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ
Aljazair
12 Rabi’uts Tsani 1422 H yang bertepatan dengan 22 Juni 2002
Catatan Kaki:
[1] Diperbolehkan mengambil kemanfaatan dari hewan tersebut sebelum ataupun setelah disembelih, seperti:
a. mencukur bulu hewan tersebut, bila hal tersebut lebih bermanfaat bagi sang hewan. Misal: bulunya terlalu tebal atau di badannya ada luka.
b. Meminum susunya, dengan ketentuan tidak memudaratkan hewan tersebut dan susu itu kelebihan dari kebutuhan anak sang hewan.
c. Memanfaatkan segala sesuatu yang ada di badan sang hewan, seperti tali kekang dan pelana.
d. Memanfaatkan kulitnya untuk alas duduk atau alas shalat setelah disamak.
Dan berbagai sisi kemanfaatan yang lainnya. Dasarnya adalah keumuman firman Allah:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (Al -Hajj: 36)
Dan seperti yang dijelaskan oleh Syaikh di atas, seluruh bagian hewan kurban adalah untuk dibagi-bagikan atau untuk dimanfaatkan. Dan apabila untuk dimanfaatkan, maka kedudukannya seperti waqaf, tidak boleh dijual selamanya.
[2] HR. Al-Bukhary no. 1716, Muslim no. 1317, Ahmad I/69, dan Ad-Darimy II/74 dari hadits Ali radhiyallahu 'anhu. Lihat juga: Irwaa’ul Ghaliil no. 1161.
Sumber: ferkous[dot]com
Alih Bahasa: Abu Almass
###
Al Ustadz Qamar Su'adi Lc
Dari Tanya Jawab Muhadharah Ma’had Daarus Salaf Sukoharjo Solo, Hari Ahad, 26 Dzulqo’dah 1435H | 21 September 2014M
Pertanyaan:
Bagaimana hukum menjual kulit kurban dan menukar dengan daging?
Jawab:
Menjual kulit, Nabi katakan:
من باع أضحيته فلا أضحية له
“Seorang yang menjual kulit hewan kurbannya, maka tiada kurban baginya.”
Berarti berat ini ya, dianggap TIDAK ADA KURBAN baginya oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi DIHINDARI.
Walaupun sebagian ulama’ ada yang mengatakan boleh tapi itu pendapat sebagian ulama’ yang mungkin benar mungkin salah. Kalo sekali lagi untuk dibelikan daging, dishodaqohkan juga, tapi ini pendapat masih perlu dikaji, ya kan?
Kalo hadits Nabi sudah jelas.
Maka dari itu sekarang tinggal bagaimana caranya, dan itu mudah, kasihkan saja orang yang memang membutuhkan lebih dari yang lain, ini biasanya mungkin satu keluarga, kita kasih 1 kg atau 1/2 kg, untuk (orang) ini 1/2 kg + kulit misalnya, setelah dia miliki mau dijual boleh, mau dia keringkan boleh, mau dia bikin kerupuk boleh, mau dia bikin jaket kulit boleh, terserah, urusan dia.
Kalo mau dijual (oleh penerima) kita tunjukkan. Misalnya di mana jualnya, (kita jawab) itu di sana. Kadang orang tidak tahu kemana menjualnya, (maka) kita tunjukkan.
Yang penting bagi kita ‘sebagai penanggung jawab’ sudah melaksanakan tugas, (yaitu) tidak boleh menjual.
Atau bagi saya yang berkurban -misalnya- sudah melaksanakan hukum Allah, (yaitu) tidak boleh menjual. (Intinya) Saya kasihkan orang. Setelah dimiliki, terserah dia.
Sumber:
http://forumsalafy.net/tanya-jawab-fikih-qurban-bagian-4/
WA Al Istiqomah
WALIS
http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar