Cari Blog Ini

Jumat, 26 September 2014

Tentang TAKBIR HARI RAYA

Firman Allah:
ﻭَﻳَﺬْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﺳْﻢَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓِﻲ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣَﻌْﻠُﻮﻣَﺎﺕٍ
"Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan." (Al-Hajj : 28)
Yaitu 10 hari pertama Dzulhijjah.

Dan firman Allah Ta’ala :
ﻭَﺍﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓِﻲ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣَﻌْﺪُﻭﺩَﺍﺕٍ
"Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang tertentu." (Al-Baqarah : 203)
Yaitu hari-hari Tasyriq.

Juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﺘﺸﺮﻳﻖ ﺃﻳﺎﻡ ﺃﻛﻞ ﻭﺷﺮﺏ ﻭﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ
"Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari untuk menikmati makan dan minum, serta hari-hari untuk berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla." Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya.

Al-Bukhari menyebutkan dalam kitab Shahih-nya secara mu’allaq dari shahabat Ibnu ‘Umar dan shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum,
ﺃﻧﻬﻤﺎ ﻛﺎﻧﺎ ﻳﺨﺮﺟﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﻓﻴﻜﺒﺮﺍﻥ ﻭﻳﻜﺒﺮ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺘﻜﺒﻴﺮﻫﻤﺎ
“Bahwa keduanya dulu keluar ke pasar pada 10 hari pertama (Dzulhijjah) dan bertakbir. Maka umat pun bertakbir dengan takbir kedua shahabat tersebut.”

Dulu ‘Umar bin Al-Khaththab dan putranya, ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma bertakbir di hari-hari Mina di masjid maupun di kemah, keduanya mengeraskan suaranya sehingga Mina bergetar dengan takbir.

Diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejumlah shahabat radhiyallahu ‘anhum takbir setiap selesai shalat lima waktu mulai sejak shalat Shubuh hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) hingga shalat ‘Ashr hari ke-13 bulan Dzulhijjah.

Dan disebutkan di dalam sebuah Hadits, “Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar di Hari Raya Idul Fitri lalu beliau bertakbir sampai datang ke tempat shalat dan sampai selesai shalat. Apabila telah selesai shalat beliau memutus takbir.” (Shahih, Mursal Az-Zuhri, diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dengan syawahidnya dalam Ash-Shahihah no. 171)

Fadhilatusy Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menerangkan:
1. Takbir Muthlaq terdapat pada dua tempat:
Pertama: Malam ‘Idul Fithri, sejak terbenam Matahari sampai selesainya shalat ‘Id
Kedua: 10 (hari pertama bulan) Dzulhijjah, sejak masuk bulan Dzulhijjah sampai waktu fajar Hari ‘Arafah, dan pendapat yang benar masih terus berlanjut hingga hari terakhir hari-hari Tasyriq (yakni hari ke-13).
2. Takbir Muqayyad sejak selesai shalat ‘Idul Adh-ha sampai waktu ‘Ashr hari Tasyriq yang terakhir (hari ke-13)
3. Takbir Gabungan, antara Muthlaq dan Muqayyad, sejak terbit fajar (waktu Shubuh) hari ‘Arafah sampai selesai shalat ‘Idul Adh-ha, dan pendapat yang benar terus berlanjut sampai terbenam Matahari hari Tasyriq paling terakhir.
Perbedaan antara Takbir Muthlaq dan Takbir Muqayyad:
Takbir Muthlaq disyari’atkan setiap waktu tidak hanya setiap selesai shalat fardhu. Jadi pensyari’atannya bersifat mutlak, oleh karena itu dinamakan Takbir Muthlaq.
Adapun Takbir Muqayyad, disyari’atkan hanya setiap selesai shalat fardhu. Jadi pensyari’atannya terikat dengan shalat, oleh karena itu dinamakan dengan Takbir Muqayyad (terikat).
Wallahu a’lam.

Adapun lafadz takbirnya, maka tidak ada satupun hadits yang shahih yang menentukan bacaannya. Hanya saja terdapat beberapa atsar sahabat yang shahih yang menerangkan bacaan tersebut. Di antaranya:
"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laailaaha illallahu Wallahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamdu."
Atau "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laailaaha illallahu Wallahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamdu."
(Al Irwa’ 3/125-126)
Ibnu Mas’ud, beliau mengucapkan:
ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻟَﺎﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻭَﻟِﻠَّﻪِ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ
[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (2/168) dengan sanad yang shohih]
Ibnu Abbas, beliau mengucapkan:
ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻭَﻟِﻠَّﻪِ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻭَﺃَﺟَﻞُّ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺪَﺍﻧَﺎ
[HR. Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (3/315) dengan sanad yang shohih]
Dalam riwayat lain:
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
[HR. Ibnu Abi Syaibah]
Salman Al-Farisy, beliau mengucapkan:
ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ
[HR. Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (3/316) dengan sanad yang shohih]

Dan di dalam bertakbir ini, tidak disyariatkan untuk dikerjakan secara berjama’ah dengan satu suara. (Ash-Shahihah 1/1/331)

Laki-laki MEN-JAHRKAN (MENGERASKAN) TAKBIRNYA di masjid-masjid, pasar-pasar, rumah-rumah, dan wanita MEN-SIRKAN (TIDAK MENGERASKAN).
(Fatawa Al 'Utsaimin 25/190)

###

Soal:
Bolehkah wanita takbir pada ied? Apa syarat-syaratnya?

Jawab:
Wanita diperbolehkan takbir ied sebagaimana laki-laki. Namun, tidak boleh mengeraskan suaranya sampai terdengar oleh laki-laki yang bukan mahram, juga tanpa ikhtilath. Cukup sendiri atau di tengah-tengah wanita atau mahramnya.
(al-Ustadz Muhammad Afifuddin)

Soal:
Berapa kali lafadz takbir ied?

Jawab:
Semuanya boleh, karena lafadz takbir datangnya dari perbuatan salaf, tidak ada riwayat dalam sunnah. Bahkan, semata-mata mengulang lafadz takbir juga boleh. Namun, yang afdal adalah bertakbir sesuai dengan contoh salaf.
(al-Ustadz Muhammad Afifuddin)

Sumber: Asy Syariah Edisi 083

Tidak ada komentar:

Posting Komentar