‘Âisyah radhiyallâhu ‘anhâ berkata, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam keluar pada suatu malam, maka aku (‘Âisyah) mengutus Barîrah untuk membuntuti kemana saja beliau (Rasulullah) pergi, maka Rasulullah mengambil jalan ke arah (pemakaman) Baqî’ Al-Garqad kemudian beliau berdiri pada sisi yang terdekat dari Baqî’ lalu beliau mengangkat tangannya, setelah itu beliau pulang, maka kembalilah Barîrah kepadaku dan mengabariku (apa yang dilihatnya). Maka pada pagi hari aku bertanya dan berkata, ‘Wahai Rasulullah keluar kemana engkau semalam?’ Beliau berkata, ‘Aku diutus kepada penghuni Baqî’ untuk mendoakan mereka’.”
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/92) dan sebelumnya oleh Imam Malik pada kitabnya Al-Muwaththa` (1/239-240).
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh dalam Zâdul Ma’âd, “Adalah beliau shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam jika menziarahi kubur para shahabatnya beliau menziarahinya untuk mendoakan mereka dan memintakan rahmat dan pengampunan bagi mereka. Inilah bentuk ziarah yang disunnahkan bagi ummatnya dan beliau syariatkan untuk mereka dan memerintahkan mereka jika menziarahi kuburan untuk mengatakan,
ﺍَﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟﺪِّﻳَﺎﺭِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻟَﻼَﺣِﻘُﻮْﻥَ ﻧَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠﻪَ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻌَﺎﻓِﻴَﺔَ
“Salam keselamatan atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian, kami memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian.” (HR. Muslim 975, An-Nasâ`i 4/94, Ahmad 5/353, 359, 360)
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Bassâm dalam Taudhîhul Ahkâm (2/562-563) berkata, bahwa keadaan seorang yang berziarah ada empat jenis, yaitu:
1. Mendoakan para penghuni kubur dengan cara memohon kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla pengampunan dan rahmat bagi para penghuni kubur, dan memohonkan doa khusus bagi yang dia ziarahi dan pengampunan. Mengambil pelajaran dari keadaan orang mati sehingga bisa menjadi peringatan dan nasihat baginya. Inilah bentuk ziarah yang syar’i.
2. Berdoa kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla bagi dirinya sendiri dan bagi orang-orang yang dicintainya di pekuburan atau di dekat sebuah kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa berdoa di pekuburan atau pada kuburan seseorang tertentu afdhal (lebih utama) dan lebih mustajab daripada berdoa di masjid. Dan ini adalah bid’ah munkarah, haram hukumnya.
3. Berdoa kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla dengan mengambil perantara jâh (kedudukan) penghuni kubur atau haknya, melalui perkataan, “Aku memohon pada-Mu, wahai Rabbku, berikanlah (sesuatu) dengan jâh (kedudukan) penghuni kuburan ini atau dengan haknya terhadap-Mu, atau dengan kedudukannya di sisi-Mu,” atau yang semisalnya. Dan ini adalah bid’ah muharramah dan haram hukumnya, sebab perbuatan tersebut adalah sarana/jalan yang mengantar kepada kesyirikan kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla.
4. Tidak berdoa kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla melainkan berdoa kepada para penghuni kubur atau kepada penghuni kubur tertentu, melalui perkataan, “Wahai wali Allah, wahai nabi Allah, wahai tuanku, cukupilah aku atau berilah aku (sesuatu),” dan semisalnya. Dan ini adalah syirik Akbar (besar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar