Cari Blog Ini

Minggu, 07 Desember 2014

Tentang MENJAGA LISAN

Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (An-Nisa`: 5)

Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Al-Baqarah: 83)

Allah berfirman:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻗُﻮﻟُﻮﺍ ﻗَﻮْﻟًﺎ ﺳَﺪِﻳﺪًﺍ‏. ﻳُﺼْﻠِﺢْ ﻟَﻜُﻢْ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟَﻜُﻢْ ﻭَﻳَﻐْﻔِﺮْ ﻟَﻜُﻢْ ﺫُﻧُﻮﺑَﻜُﻢْ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah ucapan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. (Q.S al-Ahzaab: 70)

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ بِخَيْرٍ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ
“Janganlah kalian menyeru (berdoa) atas diri kalian kecuali dengan sesuatu yang baik. Karena, sesungguhnya malaikat akan mengaminkan atas apa yang kalian ucapkan.” (HR. Muslim no. 920 dari Ummu Salamah Radhiallahu anha)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻵﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺧَﻴْﺮﺍً ﺃًﻭْ ﻟِﻴَﺼْﻤُﺖْ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍْﻟﻴَﻮْﻡِ ﺍﻵﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺟَﺎﺭَﻩُ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻵﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺿَﻴْﻔَﻪُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, siapa yang-beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Mu’adz radhiallahu anhu:
ﺃَﻵ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻙَ ﺑِﻤَﻼَﻙِ ﺫَﻟِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺑَﻠﻰ، ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ. ﻓَﺄَﺧَﺬَ ﺑِﻠِﺴَﺎﻥِ ﻧَﻔْﺴِﻪِ ﻭَﻗَﺎﻝَ: ﻛُﻒَّ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻫَﺬَﺍ. ﻗَﺎﻝَ: ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻤُﺆَﺍﺧَﺬُﻭْﻥَ ﺑِﻤَﺎ ﻧَﺘَﻜَﻠَّﻢُ ﺑِﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺛَﻜِﻠَﺘْﻚَ ﺃُﻣُّﻚَ ﻳَﺎ ﻣُﻌَﺎﺫُ، ﻭَﻫَﻞْ ﻳَﻜُﺐُّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻋَﻠَﻰ ﻭُﺟُﻮْﻫِﻬِﻢْ -ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ: ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻨَﺎﺧِﺮِﻫِﻢْ - ﺇِﻻَّ ﺣَﺼَﺎﺋِﺪُ ﺃَﻟْﺴِﻨَﺘِﻬِﻢْ؟
“Maukah aku beritahukan kepadamu tentang sesuatu yang menguasai seluruh perkara itu?”
“Tentu, wahai Rasulullah,” kata Mu’adz.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian memegang lisannya sendiri seraya berkata, “Tahan ini.”
Mu’adz bertanya, ”Wahai Rasulullah, apakah kita akan disiksa karena ucapan yang kita ucapkan?”
Rasulullah menjawab, “Ibumu kehilangan kamu, wahai Mu’adz. Bukankah orang yang disungkurkan di atas wajah-wajah mereka —atau beliau berkata: di atas hidung-hidung mereka— ke dalam api neraka, melainkan karena ulah lisan-lisan mereka?”
(HR. at-Tirmidzi no. 2616, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟْﺄَﻋْﻀَﺎﺀَ ﻛُﻠَّﻬَﺎ ﺗُﻜَﻔِّﺮُ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥَ ﻓَﺘَﻘُﻮﻝُ ﺍﺗَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓِﻴﻨَﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻧَﺤْﻦُ ﺑِﻚَ ﻓَﺈِﻥْ ﺍﺳْﺘَﻘَﻤْﺖَ ﺍﺳْﺘَﻘَﻤْﻨَﺎ ﻭَﺇِﻥْ ﺍﻋْﻮَﺟَﺠْﺖَ ﺍﻋْﻮَﺟَﺠْﻨَﺎ
Pada pagi hari, seluruh anggota tubuh anak Adam semuanya tunduk pada lisan, dan berkata: (wahai lisan), bertakwalah kamu kepada Allah atas (keselamatan) kami, karena keadaan kami tergantung engkau. Jika engkau istiqomah, kami akan istiqomah. Jika engkau menyimpang, kami (juga) menyimpang.
(HR. at-Tirmidzi dari Abu Said al-Khudri, al-Munawi menyatakan bahwa sanadnya shohih dalam Faidhul Qodiir)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ! إِنَّ فُلَانَةً تَقُومُ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ، وتفعلُ، وتصدقُ، وَتُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا؟
“Wahai Rasulullah, si fulanah sering melaksanakan shalat di tengah malam dan berpuasa sunnah di siang hari. Dia juga berbuat baik dan bersedekah, tetapi lidahnya sering mengganggu tetangganya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
لَا خَيْرَ فِيهَا، هِيَ من أهل النار
“Tidak ada kebaikan di dalam dirinya dan dia adalah penduduk neraka.” [HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Adabul Mufrad, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani]

Suatu hari 'Abdullah bin Mas'ud رضي الله عنه  naik mendaki bukit shafa` sambil memegang lisannya, beliau berkata:
"Wahai lisan, bicaralah yang baik niscaya engkau akan menang (beruntung) dan diamlah (jangan berbicara) dari yang jelek, niscaya engkau akan selamat, sebelum engkau menyesal. Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
أَكْــثَــرُ خَــطَايَــا ابـنِ آدَمَ فِـي لِسَــانِــهِ
"Kesalahan terbanyak seorang anak Adam, berpuncak dari lisannya."
(HR. at-Thabrani dalam al-Mu'jamul Kabir. Lihat as-Silsilah ash-Shahihah: 534)

Al-Ahnaf bin Qois (seorang tabi’i) menyatakan:
“Mengucapkan kalimat yang baik lebih baik dari diam, dan diam lebih baik dari ucapan yang sia-sia dan batil. Duduk bersama orang sholih lebih baik dari menyendiri. Menyendiri lebih baik dari duduk bersama orang yang jahat.“ (Disebutkan oleh Ibnu Abdil Baar dalam At-Tamhiid juz 17 hal 447)

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
"Jika engkau akan berbicara berfikirlah (terlebih dahulu). Jika nampak bahwa tidak ada bahaya (mudharat), maka berbicaralah. Jika padanya ada mudharat atau ragu, tahanlah (tidak berbicara)." (Syarh Shohih Muslim lin Nawawy 2/19)

Sahabat Nabi Abud Darda’ radhiyallaahu ‘anhu berkata:
"Sesungguhnya dijadikan untukmu dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih banyak mendengar dibandingkan berbicara."
(Mukhtashar Minhajul Qoshidin karya Ibnu Qudamah 3/24)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
"Termasuk hal yang mengherankan bahwa seseorang ada yang mudah baginya untuk menjaga diri dan menahan diri dari memakan sesuatu yang haram, kezhaliman, zina, mencuri, minum khamer, melihat yang haram dan selainnya, namun sulit baginya untuk mengendalikan gerakan lisannya. Sampai-sampai engkau melihat seseorang yang dianggap baik agamanya, zuhud dan banyak ibadah, namun dia berbicara dengan ucapan yang dimurkai Allah tanpa mempedulikan akibatnya. Dengan satu kalimat saja dia tergelincir ke dalam jurang yang dalamnya lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Betapa banyak engkau melihat orang yang sangat berhati-hati dari perbuatan keji dan zhalim, namun lisannya suka menodai kehormatan orang-orang yang masih hidup maupun yang telah mati tanpa mempedulikan apa yang dia ucapkan.”
(Al-Jawaabul Kaafy, terbitan Daar ‘Aalamil Fawaa’id, hal. 366)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar