Cari Blog Ini

Minggu, 21 September 2014

Tentang MENCEGAH KEHAMILAN, MEMBATASI JUMLAH ANAK, DAN MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI

Apa hukumnya bila seorang suami menyetujui istrinya dipakaikan alat kontrasepsi oleh pihak rumah sakit guna mencegah kehamilan?

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah berfatwa:

Sang suami tidak boleh menyetujuinya, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyatakan: "Menikahlah kalian sehingga jumlah kalian menjadi banyak karena sesungguhnya aku membanggakan (banyaknya) kalian di hadapan umat-umat lain pada hari kiamat." [1]
Dan juga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendoakan Anas bin Malik radhiallahu 'anhu agar dilipatkan jumlah harta dan anaknya. [2]
Selain itu, bisa jadi kita akan dihadapkan dengan takdir Allah (berupa musibah kematian anaknya sehingga ia kehilangan si buah hati).

(Bila ada alasan untuk menunda kehamilan) maka ketika mendatangi istrinya (jima‘), sang suami diperbolehkan melakukan ‘azal. [3]
Adapun (menunda kehamilan) dengan menggunakan obat-obatan/pil, memotong rahim (pengangkatan rahim) atau yang lain, tidak diperbolehkan.

Perlu diketahui, musuh-musuh Islam menghias-hiasi perbuatan yang menyelisihi agama di hadapan kita. (Mereka menyerukan agar kaum muslimin membatasi kelahiran) sementara mereka sendiri, justru terus berupaya memperbanyak jumlah mereka. Dan benar-benar mereka telah melakukannya.

Aku bertanya kepada kalian, wahai saudara-saudaraku. Bila sekarang ini, di zaman ini, ada orang yang memiliki sepuluh anak, apakah kalian saksikan Allah menyia-nyiakannya? Atau justru kalian melihat, Allah membukakan rizki baginya dari arah yang tidak disangka-sangka?

Bila seseorang membatasi kelahiran karena alasan duniawi (takut rizki misalnya), ia benar-benar telah keliru. Karena Rabbul ‘Izzah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
“Dan tidak ada satu makhluk melata pun di bumi ini kecuali Allah-lah yang menanggung rizkinya.” (Hud: 6)
Dan juga firman-Nya:
“Berapa banyak hewan yang tidak dapat membawa (mengurus) sendiri rizkinya tapi Allah lah yang memberikan rizkinya dan juga memberikan rizki kepada kalian.” (Al-Ankabut: 60)

Namun bila ia melakukannya karena khawatir adanya mudharat/bahaya yang bakal menimpa sang istri, maka diperbolehkan menunda kehamilan dengan melakukan ‘azal. Adapun kalau harus menggunakan alat/obat yang berasal dari musuh-musuh Islam, baik berupa obat/pil pencegah kehamilan atau lainnya, maka ini tidaklah kami anjurkan.

‘Azal sendiri sebenarnya makruh, namun diizinkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau bersabda ketika mengizinkan para shahabatnya untuk melakukan ‘azal:
“Tidak ada satu jiwa pun yang telah ditakdirkan untuk diciptakan sampai hari kiamat kecuali mesti akan ada/tercipta.” [4]
Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata:
“Kami melakukan ‘azal sementara Al-Qur`an (wahyu) masih turun (belum berhenti terus tersampaikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam).” [5]
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberikan rukhshah (keringanan) untuk melakukan ‘azal. Walhamdulillah Rabbil ‘alamin.

(Ijabatus Sa`il, hal. 467-468)

Sumber: Asy Syariah Edisi 021

Footnote:

[1] Ma’qil bin Yasar radhiallahu 'anhu berkata:
Seseorang datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu ia berkata: “Sesungguhnya aku mendapatkan seorang wanita cantik dan memiliki kedudukan, namun ia tidak dapat melahirkan anak, apakah boleh aku menikahinya?” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Tidak boleh.” Orang itu datang lagi kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutarakan keinginan yang sama, namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap melarangnya. Kemudian ketika ia datang untuk ketiga kalinya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur (dapat melahirkan anak yang banyak) karena sesungguhnya aku berbangga-bangga dengan banyaknya kalian di hadapan umat-umat yang lain.” (HR. Abu Dawud no. 2050, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad 2/211)

[2] Ummu Sulaim, ibu Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, ini Anas pelayanmu, mohonkanlah kepada Allah kebaikan untuknya." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdoa:
“Ya Allah, banyakkanlah harta dan anaknya. Dan berkahilah dia atas apa yang Engkau berikan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6378 dan Muslim no. 1499)

[3] Mengeluarkan air mani di luar kemaluan istri, di mana ketika akan inzal, sang suami menarik kemaluannya dari kemaluan istrinya sehingga air maninya terbuang di luar farji (kemaluan). (Fathul Bari)

[4] Hadits di atas diriwayatkan dalam Ash-Shahihain.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan makna hadits di atas:
“Setiap jiwa yang telah Allah takdirkan untuk diciptakan, maka pasti akan Ia ciptakan. Sama saja baik kalian melakukan ‘azal atau tidak. Sedangkan apa yang Allah tidak takdirkan untuk diciptakan maka pasti tidak terjadi, sama saja baik kalian melakukan ‘azal atau tidak. Dengan demikian ‘azal kalian tidak ada faedahnya, bila Allah telah mentakdirkan penciptaan satu jiwa, maka air mani kalian mendahului kalian (ada yang tertumpah ke dalam farji tanpa kalian sadari) sehingga tidaklah bermanfaat semangat kalian untuk mencegah penciptaan Allah.” (Al-Minhaj, 10/252)

[5] HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya.

###

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan:

Adapun di masa ini, didapatkan sarana-sarana yang memungkinkan seorang lelaki mencegah air maninya agar tidak tertumpah sama sekali (di kemaluan) istri, seperti apa yang disebut dengan rabthul mawasir (mengikat saluran telur) dan kondom yang dipasangkan di kemaluan ketika jima’, dan yang semacamnya.

Bagaimanapun juga, yang dimakruhkan menurutku adalah bila dalam dua perkara ini atau salah satunya [1], tidak ada tujuan seperti tujuan orang kafir melakukan ‘azal. Seperti takut miskin karena banyak anak dan terbebani untuk menafkahi serta mendidik mereka. Bila disertai hal ini maka hukumnya naik dari makruh ke tingkat haram, karena kesamaan niat orang yang melakukan ‘azal dengan tujuan orang kafir melakukannya. Di mana orang-orang kafir membunuh anak-anak mereka karena takut menafkahi dan takut miskin, sebagaimana telah diketahui.

Berbeda halnya bila si wanita sakit, yang dokter mengkhawatirkan sakitnya akan bertambah parah bila hamil. Dalam keadaan ini, si wanita boleh memakai alat pencegah kehamilan untuk jangka waktu tertentu. Adapun bila sakitnya berbahaya dan dikhawatirkan menyebabkan kematian, si wanita boleh –dalam keadaan ini saja– bahkan wajib melakukan rabthul mawasir untuk menjaga agar dia tetap hidup. Wallahu a’lam.

(Adabuz Zifaf, hal. 136-137)

Sumber: Asy Syariah Edisi 021

Footnote:
[1] Yaitu dua hal yang timbul akibat terhalangnya tertumpahnya mani:
Pertama: memberi madharat dengan mengurangi kenikmatan istri,
Kedua: menghilangkan sebagian tujuan pernikahan.

###

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan:

Adapun menggunakan sesuatu yang bisa mencegah kehamilan, ada dua:

Pertama:
Mencegah kehamilan secara permanen. Hal ini tidak diperbolehkan karena akan memutus kehamilan sehingga mempersedikit keturunan. Ini bertentangan dengan tujuan syariat memperbanyak jumlah umat Islam. Juga, ada kemungkinan bahwa anak-anaknya yang ada akan meninggal, sehingga si wanita menjadi tidak punya anak sama sekali.

Kedua:
Mencegah kehamilan dalam jangka waktu tertentu. Seperti bila si wanita banyak hamil sedangkan hamil akan melemahkannya, dan dia ingin mengatur kehamilan setiap dua tahun sekali atau semacamnya. Hal yang seperti ini diperbolehkan, dengan syarat seijin suaminya dan tidak memadharatkan si wanita. Dalilnya, para shahabat dahulu melakukan ‘azal terhadap istri-istri mereka pada masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan tujuan agar istri-istri mereka tidak hamil. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang hal itu.

(Risalah fid Dima’ Ath-Thibi’iyyah lin Nisa`, hal. 44)

Sumber: Asy Syariah Edisi 021

###

Tanya: Apakah dibolehkan menggunakan obat pencegah kehamilan untuk mengatur/menjarangkan kehamilan dengan tujuan agar dapat mendidik anak yang masih kecil?

Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjawab:

“Tidak boleh menggunakan obat pencegah kehamilan kecuali dalam keadaan darurat, apabila memang pihak medis/dokter menyatakan kehamilan berisiko pada kematian ibu.Namun menggunakan obat pencegah kehamilan dengan tujuan menunda sementara kehamilan yang berikutnya, tidaklah terlarang bila memang si ibu membutuhkannya. Misalnya karena kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk hamil dalam interval waktu yang berdekatan, atau bila si ibu hamil lagi akan memudaratkan anak/bayinya yang masih menyusu. Dengan ketentuan, obat tersebut tidak memutus/menghentikan kehamilan sama sekali, tapi hanya sekedar menundanya. Bila memang demikian tidaklah terlarang sesuai dengan kebutuhan yang ada, dan tentunya setelah mendapat saran dari dokter spesialis kandungan.”

[Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/175]

Sumber: Majalah Asy Syariah

###

Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin Rahimahulloh

Pertanyaan: Ada seorang memiliki 4 anak dia mengatakan: Sesungguhnya dia menginginkan membatasi jumlah keturunan, dan sudah merasa cukup dengan anak yang ada, dengan alasan supaya bisa lebih fokus dalam beribadah kepada Rabbnya. Dikarenakan banyak anak akan memalingkan perhatiannya (dalam beribadah). Apakah ia berdosa atas perbuatannya itu ataukah tidak?

Jawaban:

INI MERUPAKAN CARA PANDANG YANG SEMPIT. Mendidik anak-anak juga termasuk ketaatan kepada Alloh. Apabila anak-anakmu mendapat hidayah dengan sebab dirimu, maka ini akan memberikan manfaat kepadamu baik tatkala engkau masih hidup atau seteleh meninggal dunia. Sebagaimana Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﺇﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺍﻧﻘﻄﻊ ﻋﻤﻠﻪ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺛﻼﺙ : ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ، ﺃﻭ ﻋﻠﻢ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ، ﺃﻭ ﻭﻟﺪ ﺻﺎﻟﺢ ﻳﺪﻋﻮ ﻟﻪ
“Apa bila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalannya. Kecuali dari 3 perkara: Shodaqoh jariyyah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak sholeh yang mendo’akan kebaikan kepadanya.”

Kemudian kami katakan kepada anda: Banyak anak merupakan bentuk memperbanyak jumlah umat, dan Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam menganjurkan seseorang menikah dengan perempuan yang penyayang, dan perempuan yang subur (banyak keturunannya) dalam rangka untuk memperbanyak anak. Beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa beliau akan berbangga kepada para nabi dengan banyaknya umat beliau pada hari kiamat. Seharusnya si penanya kembali kepada pengarahan ini. Supaya dia memperbanyak anak, banyak rezekinya dan memperbanyak anak yang mendapat hidayah dengan sebab dirinya. Dan mereka anak-anak tersebut sebagai simpanan (aset) bagi dirinya baik tatkala dia masih hidup atau setelah meninggalnya, dan dalam rangka mewujudkan berbangganya Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam nanti pada hari kiamat.

Sumber: Silsilah Liqo Syahri 7

Alih bahasa: Ibrohim Abu Kaysa

###

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz رحمه الله

Pertanyaan: 
أنجبت زوجتي أربعة أطفال ولم تعد قادرة على الإنجاب مرة أخرى منذ أربع سنوات واتفق الأطباء على تلقيحها صناعيا، علماً بأنه لا يوجد في مستشفياتنا الحكومية، بل فقط في جدة وقد رفضت إجراء العملية فما الحكم؟
Isteriku telah melahirkan empat orang anak dan tidak lagi mampu melahirkan untuk kesekian kalinya sejak empat tahun yang lalu. Para dokter telah sepakat untuk melakukan fertilisasi buatan. Dan perlu diketahui bahwa hal itu tidak didapati di rumah sakit-rumah sakit pemerintahan kami, bahkan fasilitas itu hanya ada di Jeddah.
Dan saya sudah menolak untuk melangsungkan tindakan tersebut. Maka apa hukumnya?

Jawaban:
إن التلقيح الصناعي أجازه بعض أهل العلم المعاصرين، بشروط مهمة واحتياطات حتى لا يقع ما حرم الله عز وجل، ولكن أنا ممن توقف في ذلك وأنصح بعدم فعله؛ لأنه قد يفتح باب شر لا نهاية له، ولكن إذا كانت لا تستطيع الإنجاب، فالأربعة الذين حصلوا فيهم الكفاية والحمد لله، وفي إمكانه أن يتزوج ثانية وثالثة ورابعة ويأتي الله له برزق آخر من غير هذه المرأة، فتركه أفضل
Sebagian ‘ulama di masa sekarang ini membolehkan fertilisasi buatan, dengan memberikan syarat-syarat penting dan hati-hati supaya tidak terjatuh pada perkara yang diharamkan Allah.
Namun saya termasuk orang yang tawaquf (diam) dalam masalah ini dan saya nasehatkan untuk tidak melakukannya. Karena acap kali membuka pintu kerusakan yang tiada ujung akhirnya. Dan bila ia tidak mampu lagi melahirkan, maka empat anak yang telah dihasilkan sudah mencukupi, walhamdulillah.
Dan masih memungkinkan bagi sang suami untuk menikah lagi di kali yang kedua, ketiga, dan keempat. Dan Allah akan memberinya rezeki yang lain dari selain wanita ini. Maka meninggalkan fertilisasi buatan itu lebih utama.

Selesai pengiriman melalui program Fatawa Ibn Baz milik Anderwide

Sumber: http://tiny.cc/binbaz

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

###

Tanya: Bismillah. Saya mempunyai saudari yang baru saja menikah. Pihak suami dan keluarganya menyuruh saudari saya itu untuk menunda kehamilan dengan alasan belum berkecukupan. Saudari saya sedih. Dia tidak mau ber-KB seperti saran suami dan mertuanya. Dia sudah berusaha memberikan pengertian kepada suaminya. Apa yang sebaiknya dia lakukan, apakah ber-KB seperti yang disuruhkan oleh suaminya? Mohon jawaban, Ustadz.

Al-Ustadz Qomar Su’aidi hafizhahullah menjawab:

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan rezeki kepada seluruh hamba-Nya.
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberikan rezekinya.” (Hud: 6)
Terkait dengan masalah tersebut, kami memandang bahwa alasan tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk ber-KB. Sebab, alasan tersebut mirip dengan alasan kaum musyrikin yang membunuh anak-anak mereka karena takut miskin. Allah 'Azza wa Jalla melarang mereka dengan keras dalam beberapa ayat-Nya. Di antaranya adalah firman-Nya,
“Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (al-Isra’: 31)
Oleh karena itu, kita harus yakin bahwa Allah pasti memberikan rezeki-Nya asalkan kita mau berusaha dan banyak berdoa. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
“Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (an-Nur: 32)
Setiap orang yang lahir sudah ditetapkan rezekinya oleh Allah. Jangankan manusia, hewan saja sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Oleh karena itu, yakin dan bersabarlah. Semoga Allah memudahkan rezeki yang baik dan halal bagi kami dan kalian semua.

Sumber : Majalah Qonitah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar