Cari Blog Ini

Minggu, 21 September 2014

Tentang WAS-WAS DARI SETAN

Tanya: ِSaya sering dikuasai rasa was-was. Bila saya ingin melintasi sebuah jalan, rasa was-was itu menghantui saya hingga saya merasa bahwa jalan yang saya lalui salah, seharusnya lewat sisi yang lain. Ketika hendak makan, setan juga menyusupkan was-was pada diri saya bahwa makanan saya tidak sehat dan menimbulkan mudarat. Karenanya saya mohon nasihat antum, semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi balasan kebaikan kepada antum.

Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah menjawab:

“Was-was itu dari setan, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Katakanlah (ya Muhammad): Aku berlindung kepada Rabb manusia. Rajanya manusia. Sesembahan manusia, dari kejelekan was-was al-khannas.” (An-Nas: 1-4)
Al-Khannas adalah setan.
Maka wajib bagi anda wahai saudaraku untuk berta’awwudz kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari was-was tersebut serta berhati-hati dari tipu daya setan. Dan hendaknya pula anda berketetapan hati dalam melakukan segala urusan anda. Jika anda melewati sebuah jalan maka mantapkanlah, terus anda lalui hingga anda memang mengetahui dengan yakin di jalan tersebut ada sesuatu yang akan mengganggu. Jika memang demikian, tinggalkanlah. Demikian pula ketika memakan makanan. Jika anda tidak tahu ada perkara yang membuat makanan tersebut diharamkan, makanlah serta tinggalkan was-was yang ada. Saat berwudhu juga demikian, terus kerjakan dan tinggalkan segala was-was yang mungkin membisikkan, “Anda tidak menyempurnakan wudhu”, “Anda belum melakukan ini dan itu”, teruskan wudhu anda selama anda pandang telah menyempurnakannya. Lalu pujilah Allah subhanahu wa ta’ala. Demikian pula saat anda mengerjakan shalat. Hati-hatilah anda dari was-was dalam segala sesuatu, yakinlah itu dari setan. Bila anda mendapati suatu was-was dalam jiwa anda, berlindunglah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari setan serta teruskan apa yang sedang anda lakukan. Berketetapan hatilah hingga membuat jengkel setan musuh anda. Hingga pada akhirnya ia tidak dapat menguasai anda setelah sebelumnya.dapat melakukannya karena sikap lembek anda kepadanya. Kita mohon perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kejelekan dan tipu daya setan.”

[Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, hal. 76]

###

Tanya: Apa doa yang bisa dipanjatkan agar terlepas dari was-was setan?

Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menjawab:

“Seseorang dapat berdoa dengan doa yang Allah subhanahu wa ta’ala mudahkan baginya, seperti ia mengatakan:
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻋِﺬْﻧِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ، ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﺟِﺮْﻧِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ، ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﺣْﻔَﻈْﻨِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ، ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻋِﻨِّﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺫِﻛْﺮِﻙَ ﻭَﺷُﻜْﺮِﻙَ ﻭَﺣُﺴْﻦِ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻚَ ،ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﺣْﻔَﻈْﻨِﻲ ﻣِﻦْ ﻣَﻜَﺎﺋِﺪِ ﻋَﺪُﻭِّﻙَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ
“Ya Allah, lindungilah aku dari setan. Ya Allah, jagalah aku dari setan. Ya.Allah, tolonglah aku untuk mengingat-Mu (berdzikir kepada-Mu), untuk bersyukur kepada-Mu dan membaguskan ibadah kepada-Mu. Ya Allah, jagalah aku dari tipu daya musuh-Mu (yaitu) setan.”

Hendaklah ia memperbanyak dzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, banyak membaca Al-Qur`an dan berta’awwudz kepada Allah subhanahu wa ta’ala ketika mendapatkan was-was, sekalipun ia sedang mengerjakan shalat. Bila.gangguan was-was itu mendominasinya dalam shalat, hendaklah ia meludah (meniup dengan sedikit ludah) ke kiri tiga kali dan berta’awwudz dari gangguan setan sebanyak tiga kali. Ketika ’Utsman bin Abil ’Ash Ats-Tsaqafi mengeluh kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang was-was yang didapatkannya di dalam shalat, beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk.meludah ke kiri tiga kali dan berta’awwudz kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari gangguan setan dalam keadaan ia mengerjakan shalat. Utsman pun melakukan saran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala pun menghilangkan gangguan yang didapatkannya.

Kesimpulannya, bila seorang mukmin dan mukminah diuji dengan was-was, hendaknya bersungguh-sungguh meminta kesembuhan dan keselamatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari gangguan tersebut. Ia banyak berta’awwudz kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari setan, berupaya menepis perasaan was-was tersebut, tidak memedulikan serta menurutinya, baik di dalam maupun di luar shalatnya. Bila berwudhu, ia melakukannya dengan mantap dan tidak mengulang-ulangi wudhunya. Bila sedang shalat ia mantap mengerjakannya dan tidak mengulang-ulangi shalatnya. Bila bertakbir (takbiratul ihram) ia mengerjakannya dengan mantap dan tidak mengulangi takbirnya. Semuanya dalam rangka menyelisihi bisikan musuh Allah subhanahu wa ta’ala serta dalam rangka menyalakan permusuhan terhadapnya. Demikianlah yang wajib dilakukan seorang mukmin, agar ia menjadi musuh bagi setan, memeranginya, menepisnya, dan tidak tunduk kepadanya. Bila setan membisikkan kepada anda bahwa anda belum berwudhu dan belum shalat (dengan tujuan menyusupkan was-was hingga anda mengulang-ulangi wudhu dan shalat karena merasa belum mengerjakannya dengan benar), padahal anda tahu anda telah berwudhu, anda lihat sisa-sisa air pada tangan anda dan anda tahu anda telah mengerjakan shalat, maka janganlah menaati musuh Allah subhanahu wa ta’ala itu. Yakinlah anda telah shalat. Yakinlah anda telah berwudhu sebelumnya. Jangan anda ulang-ulangi wudhu dan shalat anda.serta berta’awwudzlah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari musuh-Nya. Wajib bagi seorang mukmin untuk kuat dalam melawan ‘musuh Allah subhanahu wa ta’ala ’ (setan) hingga musuh itu tidak bisa/mampu mengalahkan dan mengganggunya. Karena ketika setan dapat menguasai dan mengalahkan seseorang, ia akan menjadikan orang itu seperti orang gila yang dipermainkannya. Wajib bagi mukmin dan mukminah untuk berhati-hati dari musuh Allah subhanahu wa ta’ala, ber-ta’awwudz kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kejelekan dan tipu dayanya. Hendaklah si mukmin itu kuat dalam melawan setan serta bersabar dalam menangkal gangguan tersebut (tidak mudah menyerah), sehingga ia tidak menuruti setan untuk mengulangi shalatnya, wudhunya, takbirnya, atau yang lainnya. Demikian pula bila setan mengatakan kepada anda, “Pakaianmu itu najis”, “Tempat ini najis”, “Di dalam kamar mandi ada najis”, “Tanah yang anda pijak ada najisnya”, atau “Tempat shalatmu ada ini dan itu”, jangan anda turuti ucapan tersebut, tapi dustakanlah si musuh Allah subhanahu wa ta’ala itu. Berlindunglah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kejelekannya. Tetaplah anda shalat di tempat yang biasanya, pakailah alas yang biasa anda gunakan, di atas tanah yang biasa anda pijak selama anda tahu tempat itu bersih/suci. Kecuali anda melihat dengan mata.kepala anda ada najis yang anda injak dalam keadaan basah barulah cuci kaki anda. Ketahuilah hukum asal sesuatu itu adalah berada di atas thaharah/kesucian, sehingga jangan menuruti musuh Allah subhanahu wa ta’ala dalam suatu perkara pun kecuali pada diri anda ada keyakinan yang anda lihat dan saksikan dengan mata kepala anda. Itu semua agar musuh Allah subhanahu wa ta’ala tidak menguasai anda. Kita mohon keselamatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari semuanya.”

[Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, hal. 77-78]

###

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

Asy-Syaikh رحمه الله ditanya tentang seseorang yang banyak ragu-ragu (was-was) di dalam thaharah.

Beliau menjawab:

Ragu-ragu yang masuk kedalam akal dalam ibadah maupun akidah dan selainnya, bahkan sampai pada dzat Allah ta'ala, semua itu dari setan.

Oleh karena itu, ketika para shahabat رضي الله عنهم mengeluh kepada Nabi صلى الله عليه وسلم tentang apa yang mereka dapati pada diri mereka dan mereka anggap itu sesuatu yang besar, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إن ذلك من صريح الإيمان
"Sesungguhnya hal itu menunjukkan adanya iman yang benar." (HR. Muslim)
Yakni iman yang murni.

Hal itu dikarenakan setan yang memadukan syubhat semacam itu ke dalam hati seseorang yang tidak ada syubhat, dengan tujuan agar orang tersebut mengikuti syubhat dari setan.

Adapun orang yang hatinya penuh dengan syubhat atau bahkan melesat jauh dari agama, maka setan tidak berkepentingan untuk memasukkan syubhat semacam ini ke dalam hatinya, sebab dia telah penuh dengan syubhat.

Maka saya berkata kepada penanya di atas:
Sesungguhnya wajib atasnya untuk berlindung kepada Allah dari godaan setan, dan jangan pedulikan was-was nya itu, yang telah masuk pada pikirannya, baik ketika wudhu, shalat, dan selainnya.

Ragu-ragu ini menunjukkan adanya iman, tapi pada waktu yang sama jika terus menerus ragu-ragu, menunjukkan lemahnya semangat.

Dan kami katakan: ragu-ragu (was-was) itu tidak rasional.
Misalnya, ketika kamu pergi ke pasar dengan niat untuk membeli atau menjual, apakah ada keraguan yang datang padamu 'untuk apa kamu datang ke pasar?!'
Jawabnya: Tidak! 

Hal itu karena setan tidak membisikkan was-was kepada manusia dalam permasalahan dunia seperti itu.

Akan tetapi setan membisikkan was-was dan ragu-ragu kepada manusia ketika melakukan ibadah, dengan tujuan untuk merusaknya.

MAKA jika sering ragu-ragu, jangan dihiraukan!

Begitu pula jika ragu-ragu muncul setelah SELESAI melakukan ibadah, maka jangan dihiraukan, kecuali jika ada KEYAKINAN.

Syak/ragu-ragu setelah SELESAI melakukan suatu ibadah, tidak berpengaruh (yakni jangan dihiraukan).

Adapun syak pada MAKANAN yang asalnya halal, maka jangan dianggap.

Sebagai contoh, ada seorang wanita Yahudi dari Khaibar, memberi hadiah kambing (yang sudah dimasak) kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم , maka beliau memakannya, juga dihidangkan untuk beliau roti dan gandum, beliau memakannya.

Dan dalam Shahih Bukhari dijelaskan, bahwa ada satu kaum yang baru masuk Islam, mereka menghadiahkan kepada jama'ah kaum muslimin daging. Maka para shahabat bertanya: "Ya Rasulullah, sesungguhnya kaum itu memberi kita daging, dan kita tidak tahu apakah mereka menyebut nama Allah ataukah tidak ketika menyembelihnya."

Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab:
سموا  انتم وكلوا
"Bacalah kalian basmalah, lalu makanlah." (HR. Bukhari)
 
Maka hukum asal sembelihan, dari orang yang halal sembelihannya adalah halal, sampai ada dalil yang mengharamkan.

Dan larangan itu mempersempit, tidak bisa diterima (tanpa dalil).

Dari kitab:
Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 22 Dzulhijjah 1436 H / 6 Oktober 2015

Nisaa` As-Sunnah

###

Ketika seseorang berkeinginan untuk beramal kebaikan, setan datang memberikan was-was kepadanya dengan mengatakan, “Engkau melakukan itu karena riya dan sum’ah.” Karena omongan ini, akhirnya ia urung melakukan amalan kebaikan. Bagaimanakah cara menjauhi was-was semacam ini?

Jawab:

“Caranya adalah memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari setan yang terkutuk dan terus melanjutkan beramal kebaikan, tanpa menoleh kepada was-was yang menghalangi/mencegahnya dari berbuat kebaikan tersebut. Jika ia berpaling dan tidak memedulikan omongan itu, serta/berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari setan yang terkutuk, niscaya akan hilang darinya was-was tersebut dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala.”
Demikian bimbingan Fadhilatusy Syaikh ibnu al-Utsaimin rahimahullah (2/209, fatwa no. 277).

###

Saya seorang wanita yang mengerjakan ibadah yang diwajibkan Allah subhanahu wa ta’ala kepada saya, hanya saja di saat mengerjakan shalat saya banyak lupa di mana saya shalat sedangkan pikiran saya bisa melayang-layang mengingat beberapa kejadian pada hari tersebut. Padahal sebelumnya pikiran itu tidak terlintas di benak saya melainkan setelah saya mulai melakukan shalat. Saya tidak mampu lepas dari hal ini kecuali ketika membaca bacaan shalat dengan keras. Lalu apa yang Anda nasihatkan kepada saya?

Jawab: “Masalah yang Anda keluhkan ini banyak pula dikeluhkan oleh orang yang shalat, ketika setan membuka pintu was-was baginya di tengah shalat. Terkadang ada orang selesai dari mengerjakan shalatnya dalam keadaan ia tidak tahu apa yang tadi diucapkan/dibacanya saat.shalat. Akan tetapi penyakit yang demikian telah diberikan bimbingan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatasinya yaitu dengan meniup (meludah kecil) ke arah kiri tiga kali dan mengucapkan ‘audzu billahi minasy syaithani rajim. Bila ia lakukan hal ini, akan hilanglah darinya apa yang didapatinya dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala.
Bagi orang yang masuk dalam amalan shalat hendaknya meyakini ia sedang berada di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, sedang bermunajat dengan Allah subhanahu wa ta’ala, bertaqarrub/mendekat kepada-Nya dengan membesarkan dan mengagungkan-Nya serta membaca kalam-Nya, disertai doa yang dipanjatkan pada tempat-tempat yang memang disyariatkan untuk berdoa dalam shalat. Apabila seseorang bisa merasakan perasaan seperti ini dalam shalat maka ia bisa masuk menghadap Rabbnya dengan khusyuk, penuh pengagungan, mencintai kebaikan yang ada di sisi-Nya, serta takut akan hukuman-Nya apabila ia sampai tidak serius menunaikan kewajiban yang Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan atasnya,” demikian jawaban dari Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah.

[Fatawa al-Mar’ah, 1/32—33]

###

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta

Tanya:
Ada seseorang yang mengalami gangguan pada perutnya, barangkali karena sering masuk angin, sehingga ia sangat kesulitan menyempurnakan wudhu’. Misalnya ketika membasuh wajah, ia merasa angin keluar dari perutnya (was-was buang angin/kentut). Karena khawatir wudhu’nya tidak sempurna iapun mengulanginya. Hal itu juga dialaminya ketika sedang shalat. Namun ia tidak mencium bau apapun. Bagaimanakah solusinya?

Jawab:
Alhamdulillah, itu hanyalah was-was dari setan saja untuk merusak ibadah seorang muslim. Ia harus menepis perasaan was-was tersebut. Ia tidak perlu membatalkan shalatnya atau mengulang wudhu’nya hingga ia mendengar suara atau mencium baunya. Berdasarkan riwayat Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya):
“Jika salah seorang di antara kamu merasakan sesuatu pada perutnya sehingga membuatnya ragu apakah keluar sesuatu darinya ataukah tidak, hendaknya ia tidak keluar dari masjid sehingga ia mendengar suara atau mencium baunya.”
Maksudnya adalah ia benar-benar yakin telah buang angin (berhadats), selama ia masih ragu maka wudhu’nya masih dianggap sah.

Dinukil dari Fatawa Lajnah Daimah juz V/226

Sumber: salafy[dot]or[dot]id

###

Bagaimana seorang itu bisa mengobati rasa takut mati. Lebih-lebih jika dia takut naik pesawat misalnya. Terkadang dia mengatakan: ”Jangan-jangan pesawat ini jatuh dan sungguh saya akan mati.”

Jawaban Asy Syaikh ‘Abdul ‘Aziiz bin Baaz rahimahullah:

Hal ini diobati dengan tawakal kepada Allah, memohon kepadaNya keselamatan, berlindung diri dari syaitan dari was-was ini. Semua manusia menaiki pesawat terbang, mobil, onta, bighal dan keledai. Hal ini tidak membahayakan mereka. Alhamdulillah tidak terjadi pada mereka kecuali apa yang telah ditakdirkan untuknya. Maka wajib baginya untuk percaya kepada Allah, untuk berbaik sangka kepada Allah. Hendaknya dia memohon kepada Rabb-nya keselamatan. Dan mesti menjauhi perasaan was-was dan kecemasan-kecemasan yang tidak ada dasarnya ini.

###

Tanya: Apakah termasuk musibah dan ujian dari Allah bagi seorang hamba bila ia diganggu oleh bisikan-bisikan untuk berpikir menanyakan keberadaan Allah dan penciptaan-Nya. Juga bisikan yang menakut-nakuti dia akan hal-hal yang tidak disukai atau takut kehilangan yang dicintai, dijenuhkan dengan banyaknya aturan syariat yang dibebankan kepadanya sehingga hal tersebut membuatnya sedih, lemas, dan mengganggu ibadahnya. Namun ia tetap berusaha untuk taat kepada Allah dan ajaran Nabi-Nya.
(Natsir Jayapura)

Jawab:

Alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man walah.

Apa yang anda alami adalah bisikan-bisikan setan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu:
ﻳَﺄْﺗِﻲ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﺃَﺣَﺪَﻛُﻢْ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ: ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﻛَﺬَﺍ؟ ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﻛَﺬَﺍ؟ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘُﻮﻝَ : ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﻠﻪَ؟ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺑَﻠَﻐَﻪُ ﻓَﻠْﻴَﺴْﺘَﻌِﺬْ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﻟْﻴَﻨْﺘَﻪِ.  ﻭَﻓِﻲ ﻟَﻔْﻆٍ: ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ: ﺁﻣَﻨْﺖُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺭُﺳُﻠِﻪِ
“Setan akan mendatangi salah seorang dari kalian lalu membisikkannya: ‘Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu?’ Sampai kemudian ia akan membisikkan: ‘Siapa yang menciptakan Allah?’ Jika dia sampai pada tingkatan itu maka hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah (berta'awudz) dan berhenti.” (Shahih Al-Bukhari no. 3276 dan Shahih Muslim no. 134)
Dalam riwayat Muslim yang lain dengan lafadz: “Maka hendaklah ia mengatakan: ‘Aku beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.’”

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Hadits ini menjelaskan bahwa setan pasti akan melontarkan pertanyaan yang batil tersebut. Baik sekedar bisikan belaka (yang disusupkan ke dalam qalbu) atau melalui lisan para setan dari kalangan manusia dan ahlul ilhad (orang-orang yang menentang dan mencela agama). Dan faktanya adalah seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena dua hal ini benar-benar terjadi. Setan selalu memasukkan bisikan-bisikannya ke dalam qalbu seseorang yang tidak memiliki bashirah (ilmu) dengan pertanyaan yang batil ini. Demikian pula ahlul ilhad, senantiasa melontarkan syubhat ini, yang merupakan sebatil-batil syubhat. Mereka juga senantiasa berbicara dan membahas tentang penyebab terciptanya alam serta materi penciptaannya dengan pembahasan-pembahasan yang lemah dan tidak masuk akal. Dalam hadits yang agung ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membimbing bagaimana cara menangkal pertanyaan ini, yaitu dengan tiga cara:
1. Berhenti darinya karena Allah memberi batasan pada akal dan pikiran yang tidak akan mampu dilampaui. Tidak mungkin akal dan pikiran bisa melampaui batasan tersebut karena itu adalah sesuatu yang mustahil. Upaya untuk mencapai sesuatu yang mustahil adalah perbuatan batil dan merupakan kedunguan. Sementara berantainya pencipta tanpa batas akhir (artinya bahwa sang pencipta diciptakan oleh pencipta sebelumnya tanpa batas akhir) merupakan perkara yang paling mustahil. Karena setiap makhluk memiliki permulaan dan batas akhir, dan mungkin saja banyak dari perkara-perkara makhluk yang berantai penciptaannya hingga berakhir pada Allah yang menciptakan seluruh makhluk, sifat, materi, dan unsur-unsurnya. Sebagaimana firman Allah:
ﻭَﺃَﻥَّ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻚَ ﺍﻟْﻤُﻨْﺘَﻬَﻰ
“Dan sesungguhnya kepada Rabb-mulah segala sesuatu berakhir.” (An-Najm: 42)
Jika jangkauan akal sudah sampai pada batas terakhir (yaitu bahwa Allah yang menciptakan seluruh makhluk), maka dia akan berhenti dan menyerah (tidak mampu memikirkan lebih lanjut). Karena Allah adalah Dzat yang Awwal (Yang Pertama dan tidak berpermulaan), yang tidak ada sesuatupun sebelumnya dan Dia-lah yang akhir dan tidak ada akhirnya, yang tidak ada sesuatupun setelahnya.
Jadi keberadaan Allah adalah sebagai Dzat yang awal yang mendahului segala sesuatu dan tidak memiliki batas permulaan, sejauh manapun kita menarik waktu dan keadaan ke belakang yang bisa ditakdirkan. Karena Dia-lah Dzat yang menciptakan keberadaan seluruh waktu dan keadaan serta akal yang merupakan bagian dari kekuatan (kemampuan) manusia. Jika demikian, bagaimana mungkin akal akan berupaya memaksakan diri dalam memikirkan pertanyaan yang batil tersebut (siapa yang menciptakan Allah). Yang wajib bagi akal dalam masalah ini adalah berhenti dan mengakhiri apa yang dipikirkannya.
2. Memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan. Karena ini merupakan was-was dan bisikan setan yang dimasukkan ke dalam qalbu manusia guna menimbulkan syak (keraguan) dalam mengimani Rabb-nya. Wajib bagi setiap hamba jika merasakan hal demikian untuk memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan dengan kuat dan sungguh-sungguh. Niscaya Allah akan mengusir setan itu hingga menjauh darinya dan lenyaplah was-was dan bisikannya yang batil.
3. Menangkalnya dengan iman kepada Allah dan para rasul. Karena sesungguhnya Allah dan para rasul-Nya telah mengabarkan bahwa Dia-lah yang awal yang tiada sesuatupun sebelumnya. Dia-lah satu-satunya Dzat yang memiliki keesaan, satu-satunya pencipta yang menciptakan segala sesuatu yang ada di masa lalu dan masa yang akan datang. Keimanan yang benar disertai keyakinan yang kokoh kepada Allah dan rasul-Nya akan menangkal seluruh syubhat (pemikiran rancu) yang bertentangan dengan iman. Karena kebenaran akan menangkal kebatilan dan syak (keraguan) yang dicampakkan oleh setan tidak akan bisa menggoyahkan keyakinan yang kokoh.
Inilah tiga perkara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang membatalkan syubhat-syubhat yang senantiasa diserukan oleh ahlul ilhad dengan ungkapan-ungkapan yang beraneka macam. Alhamdulillah, perkara yang pertama akan mengakhiri kejelekan tersebut saat itu juga. Perkara yang kedua akan mengakhiri sebab yang akan menyeret kepada kejelekan tersebut dan perkara yang ketiga akan membentengi serta melindungi dari segala perkara yang bertentangan dengan iman.
Ketiga perkara ini merupakan kumpulan sebab-sebab yang akan menangkal setiap syubhat yang bertentangan dengan iman. Maka (yang demikian ini) sangatlah patut dilakukan dalam rangka menangkal setiap syubhat dan kesamaran yang merongrong iman. Hendaklah seorang hamba menangkalnya saat itu juga dengan hujjah-hujjah yang menunjukkan batilnya serta menetapkan al-haq yang tidak ada selainnya kecuali kesesatan. Kemudian berlindung kepada Allah dari setan yang senantiasa mencampakkan ke fitnah syubhat dan syahwat ke dalam qalbu manusia untuk menggoyahkan keimanan dan menjerumuskan manusia ke dalam berbagai kemaksiatan. Dengan kesabaran dan keyakinan yang dimiliki, seorang hamba akan selamat dari fitnah-fitnah syubhat dan syahwat. Semoga Allah memberi taufik dan perlindungan kepada kita."
(Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu ‘Uyunil Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhbar, hal. 18-20)

Sumber: Asy Syariah Edisi 031

Tidak ada komentar:

Posting Komentar