Asy-Syaikh Shalih bin Al-Fauzan hafizhahullah
"Yang sesuai dengan syari’at adalah jika sebuah komplek pemakaman telah sempit dan padanya tidak tersisa lagi tempat untuk memakamkan, maka tempat tersebut dipagari, ditutup, dan tidak boleh lagi memakamkan di sana. Lalu mencari tempat lain yang baru yang digunakan hanya khusus untuk memakamkan orang yang meninggal.
Bumi Allah sangat luas, dan berapa banyak Shahabat dan Salaf dimakamkan di luar Baqi’. Yang menjadi tolak ukur adalah amal, dan Allah Jalla wa Alaa berfirman:
ﻭَﻣَﺎ ﺗَﺪْﺭِﻱْ ﻧَﻔْﺲٌ ﺑِﺄَﻱِّ ﺃَﺭْﺽٍ ﺗَﻤُﻮْﺕُ .
“Dan seorang jiwa tidak mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman: 34)
Jadi seorang muslim dimakamkan bersama kaum Muslimin yang lain di mana saja di bumi ini. Dan tidak boleh bersikap ghuluw atau berlebihan dalam meyakini keutamaan sebuah pemakaman atau tempat atau seseorang, karena hal ini merupakan sarana yang akan menyeret kepada perbuatan syirik. Siapa yang telah dimakamkan di sebuah tempat, maka dia lebih berhak di tempat tersebut. Dia tidak boleh dikeluarkan darinya dan juga tidak boleh memakamkan orang lain bersamanya dalam satu liang, kecuali jika di sana ada kebutuhan yang sifatnya darurat yang tidak ada solusi lainnya. Adapun di sini maka sifatnya belum darurat, karena tanah di Madinah masih luas dan daratan sekitarnya juga masih lapang, walhamdulillah. Jadi masih cukup luas untuk membuat komplek pekuburan baru untuk memakamkan orang-orang yang meninggal."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar