Cari Blog Ini

Senin, 15 September 2014

Tentang WABAH DAN PENYAKIT MENULAR

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah

Pertanyaan: Saya ingin pergi ke Mekkah untuk melaksanakan umroh, hanya saya takut terhadap penyakit MERS yang sedang mewabah. Apakah ini merupakan kelemahan iman ataukah termasuk usaha menempuh sebab?

Jawaban:

Ini merupakan kelemahan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bertawakallah kepada Allah, pergilah untuk melaksanakan umroh, kerjakanlah shalat di Al-Masjid Al-Haram, dan jangan takut kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala! [1]

Tetapi kalau memang keluar larangan untuk datang ke sebuah negeri berdasarkan ketetapan secara medis, maka tidak masalah (untuk membatalkan kepergian ke negeri tersebut). Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentang penyakit tha’un:
ﺇِﺫَﺍ ﺳَﻤِﻌْﺘُﻢْ ﺑِﻪِ ﻓِﻲْ ﺑَﻠَﺪٍ ﻓَﻼَ ﺗَﻘْﺪَﻣُﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ، ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻓِﻴْﻬﺎَ ﻟَﺎ ﻳَﺨْﺮُﺝْ ﻣِﻨْﻬَﺎ
"Jika kalian mendengarnya sedang mewabah di sebuah negeri maka kalian jangan pergi ke sana, dan yang sedang berada di negeri tersebut jangan keluar meninggalkannya.” [2]

Jadi jika keluar larangan yang berdasarkan ilmu yang benar, maka engkau jangan pergi! Adapun selama izin masih terbuka, orang-orang yang ingin umroh dipersilahkan untuk umroh dan mengunjungi Al-Masjid An-Nabawy, maka jangan sampai pada dirimu ada ketakutan yang berlebihan seperti ini!

__________
Footnote:

[1] Ada keyakinan yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin berupa penetapan adanya penyakit yang menular dengan sendirinya tanpa takdir dan izin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menafikan keyakinan seperti ini dan bersabda:
ﻻَ ﻋَﺪْﻭَ ﻭَﻻَ ﻃِﻴَﺮَﺓَ ﻭَﻻَ ﻫَﺎﻣَّﺔَ ﻭَﻻَ ﺻَﻔَﺮَ
"Tidak ada 'adwa (penularan penyakit), tidak ada thiyarah, tidak ada hammah dan tidak ada shafar.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Makna 'adwa adalah anggapan bahwa penyakit (yang mereka anggap menular) yang menimpa orang sakit itu menular dengan sendirinya tanpa takdir dan izin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Beliau juga telah bersabda:
ﻻَ ﻳُﻌْﺪِﻱ ﺷَﻲْﺀٌ ﺷَﻴْﺌًﺎ
"Sesuatu tidak bisa menulari sesuatu yang lain”. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
Yakni sesuatu penyakit tidak menular kepada yang lainnya dengan sendirinya akan tetapi dengan takdir dan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal ini diperkuat oleh hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu tentang seorang lelaki yang berkata kepada Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bahwa onta yang berpenyakit kudis ketika berada di antara onta-onta yang sehat tiba-tiba semua onta tersebut terkena kudis, maka beliau bersabda:
ﻓَﻤَﻦْ ﺃَﻋْﺪَﻯ ﺍﻟْﺄَﻭَّﻝَ ؟
"Kalau begitu siapa yang menulari (onta) yang pertama?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Yakni penyakit yang menimpa onta pertama (yang sakit) itu tanpa adanya penularan tetapi terjadi karena kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka demikian pula jika penyakit itu berpindah, maka ia berpindah karena kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.

[2] Hadits ini dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, riwayat al-Bukhari (10/179) dan Muslim (4/1740).
Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu pernah berangkat menuju Syam. Setibanya di wilayah Sargh, beliau disambut oleh para panglima perang, Abu Ubaidah bin al-Jarrah beserta sahabat-sahabat lainnya. Mereka menyampaikan berita kepada Umar bahwa di negeri Syam sedang terjangkiti satu wabah. Umar lalu memerintahkan untuk mengundang para sahabat dalam rangka bermusyawarah. Mulai dari kalangan Muhajirin, lalu kalangan Anshar, kemudian kaum Quraisy. Dari musyawarah tersebut, Umar memutuskan untuk kembali pulang. Lalu Umar Radhiyallahu ‘anhu mengumumkan, “Sesungguhnya aku akan kembali besok pagi, bersiap-siaplah besok.” Abu Ubaidah bin al-Jarrah Radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Apakah untuk lari dari takdir Allah?” Umar menjawab,
ﻟَﻮْ ﻏَﻴْﺮُﻙَ ﻗَﺎﻟَﻬَﺎ، ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺎ ﻋُﺒَﻴْﺪَﺓَ ﻧَﻌَﻢْ، ﻧَﻔِﺮُّ ﻣِﻦْ ﻗَﺪَﺭِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﺪَﺭِ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺃَﺭَﺃَﻳْﺖَ ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻟَﻚَ ﺇِﺑِﻞٌ ﻓَﻬَﺒَﻄَﺖْ ﻭَﺍﺩِﻳًﺎ ﻟَﻪُ ﻋُﺪْﻭَﺗَﺎﻥِ ﺇِﺣْﺪَﺍﻫُﻤَﺎ ﺧَﺼْﺒَﺔٌ ﻭَﺍﻟْﺄُﺧْﺮَﻯ ﺟَﺪْﺑَﺔٌ، ﺃَﻟَﻴْﺲَ ﺇِﻥْ ﺭَﻋَﻴْﺖَ ﺍﻟْﺨَﺼْﺒَﺔَ ﺭَﻋَﻴْﺘَﻬَﺎ ﺑِﻘَﺪَﺭِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺇِﻥْ ﺭَﻋَﻴْﺖَ ﺍﻟْﺠَﺪْﺑَﺔَ ﺭَﻋَﻴْﺘَﻬَﺎ ﺑِﻘَﺪَﺭِ ﺍﻟﻠﻪِ؟
"Andai saja bukan kamu yang mengatakannya, wahai Abu Ubaidah. Ya, kita lari dari takdir Allah Subhanahu wa ta’ala menuju takdir Allah Subhanahu wa ta’ala yang lain. Apa pendapatmu, jika engkau mempunyai ternak unta lalu singgah di sebuah lembah yang memiliki dua sisi. Satu sisi yang subur, sisi yang lain gersang. Bukankah dengan takdir Allah juga jika engkau menggiringnya ke sisi yang subur? Bukankah dengan takdir Allah juga engkau menggiringnya ke sisi yang gersang?”
Setelah itu, datanglah Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu yang sebelumnya tidak hadir karena ada keperluan. Ia berkata, “Sesungguhnya aku memiliki ilmu tentang masalah ini. Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika kalian mendengar terjadi wabah di suatu daerah, janganlah mendatanginya. Jika kalian berada di suatu daerah yang sedang terjangkiti wabah, janganlah meninggalkannya untuk lari’.”
Umar pun memuji Allah Subhanahu wa ta’ala, lalu bertolak (kembali ke Madinah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar