Cari Blog Ini

Senin, 22 September 2014

Tentang HAL-HAL YANG DIPERBOLEHKAN KETIKA BERPUASA

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushaby hafizhahullah

Hal-hal yang diperbolehkan ketika berpuasa:
1. Mencium (istri atau budak wanita) bagi orang yang mampu menguasai dirinya
2. Bersenang-senang (dengan istri atau budak wanita) selain berhubungan badan bagi orang yang mampu menguasai dirinya
3. Bangun tidur ketika Shubuh dalam keadaan junub setelah melakukan hubungan badan di malam hari, dan yang lebih utama adalah mandi di malam hari
4. Mandi
5. Menggunakan sabun atau sampo
6. Menggunakan pasta gigi
7. Berkumur
8. Memasukkan air ke hidung (ketika wudhu) tanpa berlebihan
9. Menggunakan minyak wangi
10. Menggunakan minyak rambut
11. Menggunakan pacar atau inai
12. Menyelimutkan kain basah di badan
13. Menggunakan pembersih telinga
14. Menelan air liur
15. Mencicipi makanan jika membutuhkan, namun tidak boleh menelan liur dari mencicipi tersebut
16. Mencium dalam-dalam bau harum raihan (ada di Yaman, semacam daun kemangi yang harum baunya) yang masih basah.
17. Menyemprotkan penghilang bau mulut (sebagaimana disebutkan dalam Fatawa Ibnu Baz dari kitab Silsilah Kitab Ad-Da’wah, II/164)
18. Menggunakan obat semprot bagi penderita sesak nafas atau asma
19. Mencabut atau menambal gigi geraham
20. Mengobati luka
21. Donor darah, jika bisa mengakhirkannya hingga malam hal itu lebih utama (sebagaimana disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ikhwan, karya Ibnu Baz)
22. Suntikan selain yang berfungsi menggantikan makanan
23. Pengobatan dengan sistem enema, yaitu memasukkan obat cair ke dalam kolon (usus) melalui anus (dubur) (sebagaimana disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ikhwan, karya Ibnu Baz)
24. Mencabut bulu ketiak
25. Mencukur kumis
26. Mencukur habis rambut kemaluan
27. Memotong kuku
28. Menyisir rambut
29. Mencukur gundul rambut kepala bagi pria
30. Menggunakan obat untuk mencegah haidh sebelum puasa dengan syarat tidak membahayakan
31. Meneruskan puasa dari sahur ke sahur, hanya saja yang afdhal adalah meninggalkannya

Sumber artikel:
Mudzakkirah Fii Ahkamis Shiyam

Alih bahasa: Abu Almass

###

PEMBATAL-PEMBATAL PUASA YANG PALING BANYAK DITANYAKAN TENTANG (HUKUM) NYA

1. Suppositoria (obat berbentuk peluru yang dimasukkan ke dalam anus atau yang semisalnya)
Tidak membatalkan puasa. Menurut pendapat asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

2. Tetes mata
Tidak membatalkan puasa.
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah, asy-Syaikh Ibnu Baz dan asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumulloh.

3. Celak
Tidak membatalkan puasa.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, asy-Syaikh Ibnu Baz dan asy-Syaikh Ibnu Utsaimin.

4. Tetes telinga
Tidak membatalkan puasa.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, asy-Syaikh Ibnu Baz dan asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumulloh.

5. Tetes hidung
Jika sampai masuk ke lambung maka membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.
Adapun asy-Syaikh Ibnu Baz berpendapat tetes hidung tidak boleh bagi orang yang berpuasa. Dan barang siapa yang mendapati rasanya di tenggorokannya, maka wajib baginya untuk mengqodho’ (yakni batal puasanya).

6. Sprayer (semprot) asma
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Baz, aay-Syaikh Ibnu Utsaimin dan al-Lajnah ad-Daimah rahimahumulloh.

7. Suntikan Nutrisi
Membatalkan puasa.
Adapun suntikan otot, pembuluh darah atau kulit maka tidak membatalkan.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahumalloh.

8. Suntik Pinichilin
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

9. Suntik Insulin bagi penderita diabetes
Tidak membatalkan puasa.
al-Lajnah ad-Daimah.

10. Suntik bius (anastesi) pada gigi, menambal dan membersihkannya
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahulloh.

11. Menghirup bukhur (asap gaharu) dengan sengaja dalam keadaan tahu
Membatalkan puasa.
Adapun sekedar mencium aroma bukhur tanpa sengaja menghirupnya, maka tidak membatalkan.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

12. Memakai minyak wangi dan menghirupnya
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahumalloh.

13. Pelembab bibir
Tidak membatalkan puasa, dengan syarat tidak ada yg tertelan sedikitpun darinya.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

14. Make up
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Baz dan asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

15. Muntah dengan sengaja
Membatalkan puasa.
Adapun jika tidak sengaja maka tidak membatalkan.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

16. Epistaksis (mimisan), cabut geraham disertai keluarnya darah
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahumalloh.

17. Diambil darah untuk diperiksa
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Baz dan asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

18. Ihtilam (mimpi basah)
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahumalloh.

19. Berenang dan menyelam
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

20. Obat kumur (semisal listerin)
Tidak membatalkan puasa.
Dengan syarat tidak ada yang tertelan sedikitpun darinya.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.

21. Siwak
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahumalloh.

22. Pasta gigi (gosok gigi)
Tidak membatalkan puasa selama tidak sampai ke lambung.
(Akan tetapi) yang lebih utama tidak menggunakannya, karena memiliki pengaruh (rasa) yang kuat.

23. Menelan dahak
Tidak membatalkan puasa.
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh.
Adapun asy Syaikh ibnu Baz rahimahulloh berpendapat dahak/riak (النخامة) tidak boleh ditelan dan wajib dibuang (tambahan dari pent).

24. Mencicipi makanan
Tidak membatalkan puasa, akan tetapi tidak boleh menelannya, dan tidak melakukannya kecuali memang dibutuhkan.

25. Koyo nikotin
Membatalkan puasa.
al-Lajnah ad-Daimah.

Dari: Tanbiihaat Syahri Ramadhon

Alih Bahasa: al Ustadz Syafi’i al Idrus Hafidhohulloh

Faedah dari Majmu’ah Manaabir al-Kitab was Sunnah dengan sedikit perubahan

Forum Ahlussunnah Ngawi

Hanya Sedikit Faedah

###

Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc

Melalui tulisan ini akan dikupas beberapa permasalahan yang oleh sebagian umat dianggap sebagai pembatal puasa namun sesungguhnya tidak demikian. Keterangan-keterangan yang dibawakan nantinya sebagian besar diambilkan dari kitab Fatawa Ramadhan —cetakan pertama dari penerbit Adhwa’ as-Salaf— yang berisi kumpulan fatwa para ulama seperti asy-Syaikh Ibnu Baz, asy-Syaikh al-‘Utsaimin, asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, dan lain-lain rahimahumullahu ajma’in. Di antara faedah yang bisa kita ambil dari kitab tersebut adalah:

1. Bahwa orang yang melakukan pembatal-pembatal puasa dalam keadaan lupa, dipaksa, dan tidak tahu dari sisi hukumnya, tidaklah batal puasanya. Begitu pula orang yang tidak tahu dari sisi waktunya, seperti orang yang menunaikan sahur setelah terbit fajar dalam keadaan yakin bahwa waktu fajar belum tiba.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin t setelah menjelaskan tentang pembatal-pembatal puasa, berkata, “Pembatal-pembatal ini akan merusak puasa, namun tidak merusaknya kecuali memenuhi tiga syarat: mengetahui hukumnya, ingat (tidak dalam keadaan lupa), dan bermaksud melakukannya (bukan karena terpaksa).”
Kemudian beliau membawakan beberapa dalil. Di antaranya hadits yang menjelaskan bahwa Allah telah mengabulkan doa yang tersebut dalam firman-Nya:
“Ya Allah, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kalau kami salah (karena tidak tahu).” (al-Baqarah: 286)
(Hadits yang menjelaskan hal tersebut ada di Shahih Muslim)
Begitu pula ayat ke-106 di dalam surat an-Nahl yang menjelaskan tidak berlakunya hukum kekafiran terhadap orang yang melakukan kekafiran karena dipaksa. Maka hal ini tentu lebih berlaku pada permasalahan yang berhubungan dengan pembatal-pembatal puasa. (Fatawa Ramadhan, 2/426—428)
Yang dimaksud oleh asy-Syaikh al-‘Utsaimin adalah apabila orang tersebut benar-benar tidak tahu dan bukan orang yang tidak mau tahu, wallahu a’lam. Sehingga orang yang merasa dirinya teledor atau lalai karena tidak mau bertanya, tentu yang lebih selamat baginya adalah mengganti puasanya atau ditambah dengan membayar kaffarah bagi yang terkena kewajiban tersebut. (Lihat fatwa asy-Syaikh Ibnu Baz di dalam Fatawa Ramadhan, 2/435)

2. Orang yang muntah bukan karena keinginannya (tidak sengaja) tidaklah batal puasanya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits:
ﻣَﻦْ ﺫَﺭَﻋَﻪُ ﻗَﻲْﺀٌ ﻭَﻫُﻮَ ﺻَﺎﺋِﻢٌ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻋـَﻠﻴَﻪِ ﻗَﻀَﺎﺀٌ، ﻭَﺇِﻥِ ﺍﺳْـﺘَﻘَﺎﺀَ ﻓَﻠْﻴَـﻘْﺾِ
“Barang siapa yang muntah karena.tidak disengaja, maka tidak ada kewajiban bagi dia untuk mengganti puasanya. Dan barang siapa yang muntah dengan sengaja maka wajib baginya untuk mengganti puasanya.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang lainnya, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani di dalam al-Irwa’ no. 930)
Oleh karena itu, orang yang merasa mual ketika dia menjalankan puasa, sebaiknya tidak memuntahkan apa yang ada dalam perutnya karena hal ini akan membatalkan puasanya. Jangan pula dia menahan muntahnya karena ini pun akan berakibat negatif bagi dirinya. Maka biarkan muntahan itu keluar dengan sendirinya karena hal tersebut tidak membatalkan puasa. (Fatawa Ramadhan, 2/481)

3. Menelan ludah tidaklah membatalkan puasa. Asy-Syaikh Ibnu Baz berkata, “Tidak mengapa untuk menelan ludah. Saya tidak melihat adanya perselisihan ulama dalam hal ini, karena hal ini tidak mungkin untuk dihindari dan akan sangat memberatkan. Adapun dahak, wajib untuk diludahkan apabila telah berada di rongga mulut dan tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk menelannya karena hal itu memungkinkan untuk dilakukan dan tidak sama dengan ludah.”

4. Keluar darah bukan karena keinginannya seperti luka, atau karena keinginannya namun dalam jumlah yang sedikit, tidaklah membatalkan puasa. Asy-Syaikh al-‘Utsaimin berkata dalam beberapa fatwanya:
a. “Keluarnya darah di gigi tidaklah memengaruhi puasa selama menjaga agar darahnya tidak tertelan.”
b. “Tes darah tidaklah mengapa bagi orang yang berpuasa, yaitu pengambilan darah untuk diperiksa jenis golongan darahnya dan dilakukan karena keinginannya, tidaklah mengapa.”
c. “Pengambilan darah dalam jumlah yang banyak jika berakibat sama dengan melakukan berbekam, seperti menyebabkan lemahnya badan dan membutuhkan zat makanan, maka hukumnya sama dengan berbekam (yaitu batal puasanya).” (Fatawa Ramadhan, 2/460—466)
Maka, orang yang keluar darahnya akibat luka di giginya baik karena dicabut atau karena terluka giginya tidaklah batal puasanya. Namun dia tidak boleh menelan darah yang keluar itu dengan sengaja. Begitu pula orang yang dikeluarkan sedikit darahnya untuk diperiksa golongan darahnya tidaklah batal puasanya. Kecuali bila darah yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak sehingga membuat badannya lemah, maka hal tersebut membatalkan puasa sebagaimana orang yang berbekam (yaitu mengeluarkan darah dengan cara tertentu dalam rangka pengobatan).
Meskipun terjadi perbedaan pendapat yang cukup kuat dalam masalah ini, namun yang menenangkan tentunya adalah keluar dari perbedaan pendapat. Maka bagi orang yang ingin melakukan donor darah, sebaiknya dilakukan di malam hari, karena pada umumnya darah yang dikeluarkan jumlahnya besar. Kecuali dalam keadaan yang sangat dibutuhkan, maka dia boleh melakukannya di siang hari. Namun yang lebih hati-hati adalah agar dia mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan.

5. Pengobatan yang dilakukan melalui suntik, tidaklah membatalkan puasa, karena obat suntik tidak tergolong makanan atau minuman. Berbeda halnya dengan infus, maka hal itu membatalkan puasa karena berfungsi sebagai zat makanan. Begitu pula pengobatan melalui tetes mata atau telinga tidaklah membatalkan puasa kecuali bila dia yakin bahwa obat tersebut mengalir ke kerongkongan. Terdapat perbedaan pendapat, apakah mata dan telinga merupakan saluran ke kerongkongan sebagaimana mulut dan hidung, ataukah bukan. Namun wallahu a’lam, yang benar adalah bahwa keduanya bukanlah saluran yang akan mengalirkan obat ke kerongkongan. Maka obat yang diteteskan melalui mata atau telinga tidaklah membatalkan puasa. Meskipun bagi yang merasakan masuknya obat ke kerongkongan tidak mengapa baginya untuk mengganti puasanya agar keluar dari perselisihan. (Fatawa Ramadhan, 2/510—511)

6. Mencium dan memeluk istri tidaklah membatalkan puasa selama tidak keluar air mani meskipun mengakibatkan keluarnya madzi.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits sahih yang artinya, “Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mencium (istrinya) dalam keadaan beliau berpuasa dan memeluk (istrinya) dalam keadaan beliau puasa. Akan tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menahan syahwatnya di antara kalian.” (Lihat takhrijnya dalam kitab al-Irwa’, hadits no. 934)
Akan tetapi bagi orang yang mengkhawatirkan keluarnya mani dan terjatuh pada perbuatan jima’ karena syahwatnya yang kuat, maka yang terbaik baginya adalah menghindari perbuatan tersebut. Karena puasa bukanlah sekadar meninggalkan makan atau minum, tetapi juga meninggalkan syahwatnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻳَﺪَﻉُ ﺷَﻬْﻮَﺗَﻪُ ﻭَﻃَﻌَﺎﻣَﻪُ ﻣِﻦْ ﺃَﺟْﻠِﻲ
“(Orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya dan makannya karena Aku (Allah).” (Sahih, HR. Muslim)
Beliau shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:
ﺩَﻉْ ﻣَﺎ ﻳَﺮِﻳْﺒُﻚَ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﺮِﻳْﺒُﻚَ
“Tinggalkan hal-hal yang meragukan kepada yang tidak meragukan.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i, dan at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.” Dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani di al-Irwa’)

7. Bagi laki-laki yang sedang berpuasa diperbolehkan untuk keluar rumah memakai wewangian. Namun bila wewangian itu berasal dari suatu asap atau semisalnya, maka tidak boleh untuk menghirup atau mengisapnya. Juga diperbolehkan baginya untuk menggosok giginya dengan pasta gigi kalau dibutuhkan. Namun dia harus menjaga agar tidak ada yang tertelan ke dalam kerongkongan, sebagaimana diperbolehkan bagi dirinya untuk berkumur dan memasukkan air ke hidung dengan tidak terlalu kuat agar tidak ada air yang tertelan atau terhisap. Namun seandainya ada yang tertelan atau terhisap dengan tidak sengaja, tidaklah membatalkan puasa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq (menghirup air ketika berwudhu) kecuali jika engkau sedang berpuasa (maka tidak perlu bersungguh-sungguh).” (HR. Abu Dawud, 1/132, dan at-Tirmidzi, 3/788, an-Nasa’i, 1/66, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani di al-Irwa’, hadits no. 935)

8. Diperbolehkan bagi orang yang berpuasa untuk menyiram kepala dan badannya dengan air untuk mengurangi rasa panas atau haus.
Bahkan boleh pula untuk berenang di air dengan selalu menjaga agar tidak ada air yang tertelan ke kerongkongan.

9. Mencicipi masakan tidaklah membatalkan puasa, dengan menjaga jangan sampai ada yang masuk kerongkongan.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dalam sebuah atsar, “Tidak apa-apa bagi seseorang untuk mencicipi cuka dan lainnya yang akan dia beli.” (Atsar ini dihasankan asy-Syaikh al-Albani di al-Irwa’ no. 937)

Sumber: Asy Syariah Edisi 003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar