Cari Blog Ini

Selasa, 21 Oktober 2014

Tentang SUNNAH SEPUTAR MENGAFANI JENAZAH

1. Kafan tersebut atau biayanya diambil dari harta pokok si mayat

Ibrahim An-Nakha’i berkata, “Yang lebih dahulu disisihkan dari harta si mayat (sebelum dibagikan kepada ahli warisnya) adalah keperluan kafannya, kemudian keperluan untuk membayar hutangnya, kemudian penunaian wasiatnya.”
Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Ongkos penggalian kubur dan biaya memandikan mayat sama dengan hukum kafan, diambil dari pokok harta si mayat.”
(HR. Al-Bukhari secara mu’allaq dalam Shahih-nya)

Khabbab ibnul Aratt radhiallahu anhu mengisahkan bahwa ketika Mush’ab bin Umair radhiallahu anhu gugur dalam perang Uhud, ia tidak meninggalkan kecuali namirah, sejenis kain wol bergaris-garis yang biasa diselimutkan ke tubuh. Bila mereka menutupi kepalanya dengan namirah tersebut, tampaklah kedua kakinya. Dan bila mereka menutupi kedua kakinya, tampak kepalanya. Melihat hal itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan mereka untuk menutupi bagian kepala sedangkan kedua kakinya yang terbuka ditutupi tumbuhan bernama idzkhir sejenis rumput-rumputan yang wangi. (Lihat haditsnya dalam Shahih Al-Bukhari no. 1276 dan Muslim no. 940)
Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar Mush’ab dikafani dengan namirahnya dan beliau tidak menyuruh shahabat lain untuk mengeluarkan harta mereka guna keperluan kafan Mush’ab. Para fuqaha berkata: “Kafan mayat wajib diambil dari harta yang ditinggalkannya. Namun bila ia tidak memiliki harta, maka yang menanggung keperluan pengafanannya adalah orang yang wajib menafkahinya ketika ia hidup.” (Syarhu Shahih Muslim 7/8, Nailul Authar 4/46, Taudhihul Ahkam 3/173)

2. Membaguskan kafannya

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Bila salah seorang dari kalian mengafani saudaranya maka hendaklah ia membaguskan kafannya." (HR. Muslim no. 943)
Yang dimaksud dengan membaguskan kafan di sini adalah kafan itu berwarna putih, bersih, tebal, dapat menutupi, serta pertengahan sifatnya, tidak berlebih-lebihan (mewah) dan tidak pula jelek. (Syarhus Sunnah 5/315, Al-Majmu’, 5/155, Subulus Salam 2/154, Ahkamul Janaiz Al-Albani, hal. 77)

3. Kafan berwarna putih

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Pakailah kain yang berwarna putih dari pakaian kalian, karena pakaian putih adalah sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah orang yang meninggal di kalangan kalian dalam kain putih.” (HR. Abu Dawud no. 4061, At-Tirmidzi no. 2810 dan ia berkata: Hadits hasan shahih)

4. Mengafani jenazah dengan tiga lembar kain kafan

Aisyah radhiallahu anha berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dikafani dalam tiga kain Yamaniyyah berwarna putih Suhuliyyah dari bahan katun. Tidak ada di antara lembar kafan itu gamis (baju) dan tidak ada imamah (surban), beliau dimasukkan (dibungkus) ke dalam semua kafan itu.” (HR. Al-Bukhari no. 1264 dan Muslim no. 941)

Umar radhiallahu anhu berkata, “Seorang lelaki dikafani dalam tiga kain dan jangan kalian melebihkannya karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat melampaui batas.” (HR. Ibnu Abi Syaibah (3/259) dengan sanad yang shahih)
Dan tidak diragukan dalam hal ini bahwa wanita sama dengan lelaki, karena asalnya demikian.

5. Salah satu dari kafan itu berupa kain bergaris-garis

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Bila salah seorang dari kalian meninggal sementara dia mendapati sesuatu (kelapangan) maka hendaklah ia dikafani dalam kain yang bergaris-garis.” (HR. Abu Dawud no. 3150, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)

6. Kafan tersebut diberi wewangian berupa bukhur (dupa yang wangi) sebanyak tiga kali

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila kalian mewangi-wangikan mayat maka wangikanlah sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad 3/331, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar