Cari Blog Ini

Kamis, 18 Desember 2014

Tentang MEMBERI NASIHAT SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI

Faishal bin Abduh Al-Hasyidy Al-Yamany

Sesungguhnya nasehat tidak akan menjadi nasehat yang mengena hingga si pemberi nasehat berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyembunyikannya, karena siapa yang menasehati saudaranya secara rahasia maka dia telah menasehati dengan sebenarnya, dan barangsiapa menasehatinya dengan terang-terangan maka yang dia lakukan itu hakekatnya adalah membongkar aibnya.

Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa para ulama pendidik umat mengetahui dengan benar buah dari merahasiakan nasehat dan juga mengetahui akibat menampakkannya dengan terang-terangan, dan sedikit sekali engkau jumpai seorang ulama yang mengamalkan ilmunya kecuali kebiasaannya adalah menyembunyikan nasehat.

Ibnul Mubarak rahimahullah berkata:
ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺃَﻯ ﻣِﻦْ ﺃَﺧِﻴْﻪِ ﻣَﺎ ﻳَﻜْﺮُﻩُ ﺃَﻣَﺮَﻩُ ﻓِﻲْ ﺳِﺘْﺮٍ ﻭَﻧَﻬَﺎﻩُ ﻓِﻲْ ﺳِﺘْﺮٍ ﻓَﻴُﺆْﺟَﺮُ ﻓِﻲْ ﺳِﺘْﺮِﻩِ ﻭَﻳُﺆْﺟَﺮُ ﻓِﻲْ ﻧَﻬْﻴِﻪِ. ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺭَﺃَﻯ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﻣَﺎ ﻳَﻜْﺮَﻩُ ﺍﺳْﺘَﻐْﻀَﺐَ ﺃَﺧَﺎﻩُ ﻭَﻫَﺘَﻚَ ﺳِﺘْﺮَﻩُ
“Dahulu jika seseorang melihat saudaranya melakukan sesuatu yang tidak dia sukai (kemungkaran), maka dia menyuruhnya (untuk bertaubat dan berbuat baik) secara rahasia dan melarangnya (dari kemungkaran) secara rahasia pula. Maka dia mendapatkan pahala karena merahasiakan dan juga mendapatkan pahala karena berusaha melarangnya (dari kemungkaran). Adapun sekarang jika seseorang melihat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dia sukai maka dia melakukan cara yang membuat saudaranya tersebut marah dan merusak tirai yang menutupinya.”
[Raudhatul Uqala’ hal. 329]

Sufyan (Ibnu Uyainah) menceritakan: Thalhah datang kepada Abdul Jabbar bin Wail ketika dia sedang berkumpul bersama orang-orang, maka Thalhah membisikkan sesuatu kepadanya lalu pergi. Maka Abdul Jabbar berkata: “Tahukah kalian apa yang dia katakan kepadaku? Dia berkata: “Saya melihatmu kemarin menoleh ketika engkau sedang mengerjakan shalat.”
[Raudhatul Uqala’ hal. 329]

Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata: “Affan (bin Muslim) telah keliru dalam dua puluh hadits lebih, dan saya tidak memberitahukan hal itu kepada seorang pun, saya hanya memberitahukan hal itu kepada dirinya saja. Khalaf bin Salim telah meminta saya untuk menyebutkannya, namun hal itu tidak saya lakukan. Dan tidaklah saya melihat seorang pun melakukan kesalahan kecuali saya menutupinya dan saya tidak pernah menyambut seseorang dengan hal-hal yang tidak dia sukai, tetapi saya jelaskan kesalahannya kepadanya. Kalau dia menerima maka itu yang diharapkan, kalau dia tidak menerima maka saya tinggalkan dia.”
[Tahdziibut Tahdziib, XI/250]

Sedangkan di antara mutiara perkataan Al-Allamah Ibnu Hazm adalah:
“Jika engkau menasehati seseorang maka nasehatilah secara rahasia dan jangan dengan terang-terangan, dan juga dengan isyarat, bukan dengan vulgar. Kecuali bagi orang yang tidak memahami, maka harus dengan jelas. Dan jangan menasehati seseorang dengan mensyaratkan dia harus menerima nasehatmu. Kalau engkau sampai engkau melanggar hal-hal ini, maka engkau adalah orang zhalim dan bukan seorang pemberi nasehat, engkau seorang yang ingin ditaati dan mencari kekuasaan dan bukan orang yang menunaikan hak amanah dan ukhuwah. Dan hal semacam ini bukan hukum akal dan bukan pula hukum persahabatan, tetapi hukum penguasa terhadap rakyatnya dan hukum tuan terhadap budaknya.”
[Al-Akhlaaq was Siyar, hal. 22-123]

Ibnu Hibban rahimahullah berkata:
ﻋَﻠَﺎﻣَﺔُ ﺍﻟﻨَّﺎﺻِﺢِ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺯِﻳْﻨَﺔَ ﺍﻟْﻤَﻨْﺼُﻮْﺡِ ﻟَﻪُ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﺼَﺤَﻪُ ﺳِﺮًّﺍ ﻭَﻋَﻠَﺎﻣَﺔُ ﻣَﻦْ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺷَﻴْﻨَﻪُ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﺼَﺤَﻪُ ﻋَﻠَﺎﻧِﻴَﺔً
“Tanda seorang yang menasehati dengan tulus jika dia ingin kebaikan pihak yang diberi nasehat adalah dengan cara menasehatinya secara rahasia, sedangkan tanda seseorang yang ingin menampakkan keburukannya adalah dengan menasehatinya secara terang-terangan.” [Raudhatul Uqala’ hal. 329]

Sumber:
Faahimu Mafaatihil Quluub, hal. 103-105 tanpa menyertakan syairnya

Alih bahasa: Abu Almass

###

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟﻨَّﺼِﻴﺤَﺔُ. ﻗُﻠْﻨَﺎ: ﻟِﻤَﻦْ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﻟِﻠﻪِ، ﻭَﻟِﻜِﺘَﺎﺑِﻪِ، ﻭَﻟِﺮَﺳُﻮﻟِﻪِ، ﻭَﻟِﺄَﺋِﻤَّﺔِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻋَﺎﻣَّﺘِﻬِﻢْ
“Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya: “Untuk siapa?” Beliau bersabda: “Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, dan untuk pemimpin muslimin serta orang-orang awamnya.” (HR. Muslim dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Dari radhiyallahu anhu)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata:
“Adapun nasihat bagi kaum muslimin secara keseluruhan adalah kamu mencintai kebaikan untuk mereka sebagaimana kamu mencintai kebaikan untuk dirimu. Kamu bimbing mereka kepada kebaikan. Kamu tunjukkan mereka kepada kebenaran apabila mereka tersesat dari kebenaran tersebut. Kamu ingatkan mereka dengan kebenaran kalau mereka lupa. Dan kamu jadikan mereka sebagai saudara-saudaramu. Karena Rasul Shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﺃَﺧُﻮ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya.” (Muttafaq ‘alaih dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma‏)
Beliau rahimahullah juga menyatakan:
“Dan ketahuilah bahwa nasihat adalah pembicaraan yang dilakukan antara kamu dengan saudaramu dengan diam-diam. Karena kalau kamu menasihatinya dengan diam-diam, niscaya kamu akan dapat mempengaruhinya dalam keadaan dia yakin bahwa kamu adalah pemberi nasihat. Akan tetapi apabila engkau berbicara tentang kekurangan atau kesalahan dia di muka umum, maka rasa egonya bisa menyeret dia untuk berbuat dosa sehingga dia tidak akan menerima nasihat karena dia mengira bahwa yang kamu inginkan hanyalah balas dendam, mencelanya, atau menjatuhkan kedudukannya di hadapan manusia. Sehingga dia tidak mau menerima nasihat. Akan tetapi kalau nasihat tersebut dilakukan dengan diam-diam antara kamu dengan dia, niscaya dia (insya Allah) akan menghargai dan menerimanya.”
(Syarh Riyadhush Shalihin 1/465-466)

Al-Imam an-Nawawi berkata,
“Pelaksana amar ma’ruf nahi mungkar sendiri semestinya bersikap lemah lembut agar lebih memungkinkan meraih tujuan. Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah berpetuah, “Barang siapa menegur saudaranya secara diam-diam, ia telah memberikan untuknya nasihat dan menghiasi dirinya. Adapun seseorang yang menegur saudaranya secara terbuka (di muka umum), ia telah membuat saudaranya malu dan merasa buruk.” (Syarah Shahih Muslim 2/24)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar