Cari Blog Ini

Kamis, 18 Desember 2014

Tentang MENUNDUKKAN PANDANGAN

Allah Ta’ala berfirman;
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” [QS. An-Nuur: 30]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Tidaklah (boleh) seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan perempuan melihat aurat perempuan.” [HR. Muslim]

Menjaga pandangan itu lebih berat dari pada menjaga lisan, sebagaimana yang dikatakan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu;
حفظ البصر أشدّ من حفظ اللّسان
“Menjaga pandangan itu lebih berat daripada menjaga lisan.” [Kitab al-Wara’, karya Ibnu Abid Dunya hal. 62]

Berkata Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu;
إذا مرّت بك امرأة فغمّض عينيك حتّى تجاوزك
“Apabila ada seorang wanita lewat di hadapanmu, maka pejamkanlah matamu sampai dia berlalu darimu.” [Kitab al-Wara’, karya Ibnu Abid Dunya hal. 66]

Berkata Sa’id bin Abil Hasan, ‘Sesungguhnya para wanita asing itu membuka dada-dada mereka dan tidak berjilbab’. Maka al-Hasan al-Bashri berkata kepada saudaranya, ‘Palingkanlah pandangan dari mereka, Allah Ta’ala berfirman;
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya.” [QS. An-Nuur:30]
[lihat kitab al-Wara’, karya Ibnu Abid Dunya hal.62]

Berkata Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullah;
إنّ التّقوى سبب لغضّ البصر، وتحصين الفرج
“Sesungguhnya ketaqwaan itu merupakan sebab untuk menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan.” [Fathul Bari: 9/109]

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah;
“Allah Ta’ala telah memerintahkan dalam Kitab-Nya (al-Quran) untuk menundukkan pandangan, dan hal ini ada macam: menundukkan pandangan dari aurat (orang lain) dan menundukkannya dari tempat yang mengundang syahwat;
Yang pertama, seperti seorang laki-laki menundukkan pandangannya dari aurat orang lain, hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam;
لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Tidaklah (boleh) seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan perempuan melihat aurat perempuan.” [HR. Muslim]
Wajib bagi setiap insan menutup auratnya.
Adapun yang kedua, adalah menundukkan pandangan dari perhiasan yang tidak tampak pada wanita asing (bukan mahram). Dan hal ini lebih berat daripada yang pertama.” [Majmu’ Fatawa: 15/414-436]

###

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah

Pertanyaan:
Apakah bisa dipahami bahwa maksud dari keharaman memandang wanita ajnabiyyah (non mahram) adalah memandang wajahnya ditambah dengan memandang auratnya, ataukah yang diharamkan memandang auratnya saja?

Jawaban:
Yang diharamkan tidak hanya memandang auratnya, bahkan seluruhnya dilarang. Karena Allah berfirman dalam Al-Qur`an:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman (kaum mukminin): Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan mereka.” (An-Nur: 30)
Sekalipun wanita itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh memandang wajahnya. Karena terdapat perintah untuk menundukkan pandangan. Laki-laki menundukkan pandangannya dari melihat wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita diperintahkan menundukkan pandangannya dari melihat laki-laki.
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman (kaum mukminat): Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan mereka.” (An-Nur: 31)
Apabila seorang wanita berjalan di pasar, ia melihat laki-laki, melihat gelang yang dipakai laki-laki, melihat wajah mereka, tangan dan betis mereka, ini memang bukan aurat laki-laki. Namun bersamaan dengan itu, si wanita harus menundukkan pandangannya walaupun si lelaki tidak membuka auratnya. Karena hal ini merupakan penutup jalan menuju kerusakan (saddun lidz-dzari’ah).
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum mukminin untuk menundukkan pandangan dari melihat wajah-wajah wanita yang mungkin terbuka, demikian pula ketika Dia memerintahkan para wanita untuk menundukkan pandangan mereka dari melihat laki-laki, bukanlah karena permasalahan yang berkaitan dengan hukum syar’i tentang aurat semata. Namun semuanya itu menegaskan ditutupnya jalannya menuju kerusakan. Karena dikhawatirkan bila si lelaki memandangi wajah seorang wanita lantas mengagumi kecantikannya, akan menyeret si lelaki kepada perbuatan nista. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina…”
Demikian pula wanita diperintahkan menundukkan pandangannya dari lelaki karena khawatir ia akan terfitnah dengan keelokan wajah si lelaki, besarnya ototnya, lurusnya lengannya dan bagian-bagian tubuh lain yang dapat membuat fitnah. Maka datanglah perintah yang melarang masing-masing jenis dari melihat lawan jenis (yang bukan mahramnya) dalam rangka menutup jalan menuju kerusakan.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Al-Hawi min Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 461-462)

###

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah

Pertanyaan:
Apa hukum wanita melihat pria di televisi, seperti melihat kepada para dai dan masayikh serta ulama ketika mereka menyampaikan ceramah?

Jawaban:
Demi Allah, ini merupakan bencana, yaitu masalah media ini dengan tampilnya pria di hadapan wanita dan wanita di hadapan pria. Ini merupakan musibah. Dia bisa mendengarkan nasehat dan pelajaran (agama) melalui radio tanpa melihat gambar (pria).

Ditranskrip dan diterjemahkan oleh: Abu Almass bin Jaman Al-Ausathy
Kamis, 6 Jumaadal Ula 1435 H
Daarul Hadits Ma’bar Yaman

forumsalafy .net

###

Soal:
Bolehkah seorang wanita (akhwat) melihat sekumpulan laki-laki dari balik kerudungnya? Mohon jawabannya, jazakumullah khairan.
(Akhwat di Kroya)

Jawab:
Allah berfirman:
“Katakanlah kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengabarkan terhadap apa yang mereka perbuat.” (An-Nur: 30)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“…maka zinanya mata itu adalah dengan memandang…” (HR. Al-Bukhari 11/503 dan Muslim 4/2046)
Ulama sepakat, sebagaimana dinukilkan Al-Imam An-Nawawi dalam Syarah Muslim bahwasanya memandang laki-laki dengan syahwat haram hukumnya.
Sebagian ulama membolehkan untuk memandang laki-laki secara mutlak. Mereka berdalil dengan kisah ‘Aisyah yang melihat orang-orang Habasyah yang sedang bermain tombak (perang-perangan) di masjid sampai ia bosan dan berlalu.
Al-Imam An-Nawawi menjawab dalil mereka ini bahwasanya peristiwa itu mungkin terjadi ketika ‘Aisyah belum baligh.
Namun Al-Hafidz Ibnu Hajar membantahnya dengan mengatakan ucapan ‘Aisyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menutupinya dengan selendang beliau menunjukkan peristiwa ini terjadi setelah turunnya perintah hijab. (Dan ‘Aisyah dihijabi oleh beliau menunjukkan bahwa ‘Aisyah telah baligh.)
Al-Imam An-Nawawi memberi kemungkinan yang lain, beliau mengatakan: “Dimungkinkan ‘Aisyah hanya memandang kepada permainan tombak mereka bukan memandang wajah-wajah dan tubuh-tubuh mereka. Dan bila pandangan jatuh ke wajah dan tubuh mereka tanpa sengaja bisa segera dipalingkan ke arah lain saat itu juga.” (Lihat Fathul Bari, 2/445)
Dengan demikian, hendaklah seorang wanita memiliki rasa malu dan jangan membiarkan pandangan matanya jatuh kepada sesuatu yang tidak diperkenankan baginya, termasuk memandang laki-laki yang bukan mahramnya.
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.
(Demikian jawaban ini dinukilkan dari kitab Nashihati Lin Nisa karya Ummu Abdillah Al-Wadi‘iyyah hafizhahallah, putri Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i)

Sumber: Syariah Edisi 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar